Cerbung Episode 4: Cinta Dua Benua, Micha Putuskan Mengelabui Takdir

5 Juli 2022, 07:18 WIB
Cerbung Episode 4: Cinta Dua Benua, Micha Putuskan Mengelabui Takdir. /Pixabay/

TERAS GORONTALO – Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa, yang terjadi secara suka maupun tidak.

Dalam ajaran Islam, berbicara tentang takdir ini tidak akan lepas dari yang namanya Qadha’ dan Qadar.

Qadha’ adalah ketetapan Allah sejak sebelum penciptaan alam semesta. Sedangkan Qadar adalah perwujudan dari ketetapan Allah yang disebut dengan takdir.

Berpegang teguh pada takdir, ayah Micha dan Tante Salsa memilih untuk menempuh hidup mereka masing-masing.

Dengan harapan bahwa suatu saat nanti, takdir akan menuntun langkah kaki mereka pada pertemuan kembali.

Baca Juga: Cerbung (Cerita Bersambung) Cinta Dua Benua Eps. 1

Berikut episode 4 dari kisah cerita bersambung (Cerbung) tentang 'Cinta Dua Benua' yang kembali hadir di TerasGorontalo.

Kali ini, Micha memutuskan untuk mengelabui takdir yang dianggap telah mempermainkan ayahnya.

Lakukan atau tidak sama sekali, itu yang menjadi prinsip Micha sekarang.

Apakah usaha Micha akan membawanya kepada Tante Salsa?

Simak kelanjutan kisah nyata dari cerita bersambung di bawah ini..

Baca Juga: Cerbung (Cerita Bersambung) Cinta Dua Benua Eps. 1

CINTA DUA BENUA EPS. 4

LAKUKAN ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Flashback on...

"Assalamu'alaikum... Ini siapa yah?"

"Wa-wa'alaikumsalam... A-apa benar ini dengan tante Salsa?"

"Maaf, tapi ini dari mana dan ada keperluan apa mencari Salsa?"

"Maaf sebelumnya, tante. Saya Micha, anak dari Sir Zachri."

Seketika sambungan telepon terputus. Kucoba untuk menghubungi kembali nomor telepon itu, tapi nihil.

Nomor sudah tidak aktif. Apa gerangan yang terjadi?

Apakah dia kaget mendengar nama Ayah?

Ataukah ada perasaan benci dalam hatinya sehingga dia tidak mau lagi mengenal Ayah?

Flashback off...

Pikiranku melanglang buana tak tentu arah. Bingung. Sedih. Frustasi.

Sampai detik ini belum ada titik terang yang dapat mengarahkanku pada keberadaan wanita itu.

Aku berusaha menghubungi kembali nomor tersebut, tapi selalu sibuk.

Apa iya nomorku diblokirnya?

Lantas harus dengan cara apalagi aku mencari tahu?

"Micha... Kamu kok duduk sendirian di situ? Gelap-gelapan pula. Mau cari inspirasi?" tegur Ayah mengagetkanku dari lamunan. Lampu teras ternyata telah dinyalakan olehnya.

"Ehh... Gak kok Ayah. Micha tadi keasyikan mikir aja, gak sadar kalo udah gelap," jawabku beralasan.

"Emang kamu mikirin apa, nak? Sampai bisa lupa waktu gitu." tanya Ayah, penasaran. Kemudian ikut merebahkan tubuh tuanya disampingku.

Aku sempat terdiam. Ragu-ragu untuk memberikan jawaban yang jujur.

Aku takut Ayah akan melarangku melakukan pencarian ini.

Haruskah aku mengatakan yang sebenarnya ataukah harus sedikit menyelipkan kebohongan?

"Bukan apa-apa, Ayah. Micha cuma gak ngerti aja dengan semua yang Ayah lakukan sekarang. Kenapa Ayah harus melepaskan orang yang mencintai Ayah dengan tulus? Terus kenapa Ayah tidak pernah mencoba untuk menghubungi dia? Mana tau dia belum ganti nomor handphone," jawabku, berbohong.

"Hmm... Bagaimana cara Ayah membuat kamu mengerti, yah? Awalnya memang sulit, karena kami sama-sama berkeinginan untuk bisa hidup bersama sampai maut memisahkan. Tapi apa daya, saat itu karena ada sesuatu dan lain hal yang terjadi dengan kalian hingga kami memutuskan untuk berpisah. Kami sepakat untuk tidak saling menghubungi lagi dan membiarkan takdir yang menentukan segalanya."

"Kenapa bisa begitu Ayah? Bukannya sekarang Ayah malah kesepian? Ayah boleh memperlihatkan wajah tersenyum Ayah itu, tapi aku tau, jauh di dalam lubuk hati Ayah pasti ada perasaan rindu yang tak dapat dilukiskan."

"Ayah paham maksud kamu, nak. Tapi inilah keputusan kami. Sebab kami percaya, jika memang ditakdirkan untuk bersama, pasti akan ada jalan yang menuntun kami untuk kembali berjumpa. Tak peduli itu di mana dan seperti apa."

"Ayah, terkadang takdir bisa juga mempermainkan nasib seseorang. Kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan menyerahkan segalanya. Kita juga perlu untuk berusaha meraih apa yang menjadi impian kita."

"Ayah tau, nak. Tapi seperti inilah kami. Sama-sama memiliki "keyakinan" yang gila, bahwa suatu saat takdir akan mempertemukan kami. Jujur, Ayah menyesali semua itu sekarang. Sebab setelah semua hal yang Ayah lakukan, tetap saja Ayah masih belum bisa bertemu dengannya."

"See... Itu maksud Micha. Tidak selamanya takdir akan baik kepada kita, Ayah. Harus ada perjuangan juga untuk bisa meraihnya."

"Iya, nak. Ayah baru sadari itu sekarang. Tapi rasanya sudah terlambat jika harus memulai lagi. Saat ini, Ayah ingin hidup tenang meski hanya ditemani kenangan."

Miris rasanya mendengarkan pernyataan terakhir Ayah itu.

Hatiku teriris saat membayangkan kehidupan yang harus Ayah jalani di masa tuanya.

Airmataku menggenang. Tak mampu lagi aku mengungkapkan apa yang ada dalam pikiranku saat ini.

Aku tak ingin menambah beban Ayah dengan semua usaha pencarian yang kulakukan.

Aku tidak ingin memberikan harapan selama belum ada titik terang akan keberadaan wanita itu.

"Kamu kenapa, nak? Kenapa matamu basah begitu? Apa kamu menangis?"

"Gak kok Ayah, aku cuma kelilipan. Yaudah, Ayah istirahat gih... Besok masuk kerja kan, jadi Ayah perlu stamina."

"Iya, nak. Kalo begitu Ayah duluan yah... Kamu jangan tidur kemalaman. Mumpung lagi gak ada deadline, mending perbanyak istirahat."

"Iya, Ayah... Bentar lagi aku juga tidur kok."

Dan beliau pun beranjak dari peraduan di sampingku. Tanpa beliau sadari, airmataku semakin deras mengalir saat kutatap punggungnya yang ringkih.

Ayah...

Harus seperti apa lagi pengorbanan yang kamu lakukan untuk kami?

Kami sudah dewasa. Rasanya sekarang sudah waktunya bagimu untuk menjalani hidup yang bahagia.

Cukup sudah pengorbananmu selama bertahun-tahun lamanya. Aku tak ingin lagi melihatmu menghabiskan masa tua dalam kesepian seperti ini.

Maaf jika aku harus mengelabui takdir yang tengah bercanda denganmu, Ayah.

Tapi memang hanya inilah jalan satu-satunya untuk bisa membawa kembali pelangi dalam hidupmu.

"Assalamu'alaikum Eric... Maaf aku mengganggu malam-malam begini. Ada 1 hal yang aku ingin kamu lacak dengan segera, sebab aku tau, foto yang kemarin pasti akan sulit untuk ditelusuri." ujarku bertubi-tubi tanpa menunggu balasan dari seberang.

"Wa'alaikumsalam Micha... Iya, gak apa-apa. Aku juga belum tidur. So, apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

"Tolong kamu lacak nomor telepon yang barusan aku kirim via WA. Aku udah sempat telepon seminggu yang lalu, tapi tiba-tiba terputus. Sudah beberapa kali aku coba hubungi kembali, namun nihil. Selalu berakhir dengan nomor sibuk, tidak dapat dihubungi."

"Kenapa kamu baru kasih tau sekarang, Mich? Coba dari kemarin-kemarin, pasti jawaban yang kamu tunggu udah ada."

"Iya... iya... Maaf... Bukannya aku sengaja, tapi aku cuma ingin menjadi orang pertama yang menghubungi nomor itu. Jika benar itu tanteku yang hilang, kan malah lebih bagus."

"Iya, aku paham situasi kamu. Yaudah, besok pagi-pagi langsung aku kerjakan yah. Semoga aja bisa cepat selesai prosesnya."

"Iya, Ric. Makasih lho..."

"Iya, Micha... Nanti aja bilang makasihnya kalo udah berhasil."

Aku hanya bisa tersenyum mendengar pernyataan Eric sebelum telepon kututup.

Ini langkah terakhirku untuk menemukan wanita itu.

Semoga saja feelingku benar bahwa nomor itu memang milik dia, wanita yang pernah menjadi pelangi dalam hidup Ayah.

Dan semoga kali ini takdir mengijinkan mereka untuk bertemu, hingga akhirnya mereka bisa bersama kembali.

Editor: Sutrisno Tola

Sumber: terasgorontalo.com

Tags

Terkini

Terpopuler