Cerbung Episode 3: Cinta Dua Benua, Perdebatan Micha dan Ayahya

- 5 Juli 2022, 16:49 WIB
Cerbung Episode 3: Cinta Dua Benua, Perdebatan Micha dan Ayahya.
Cerbung Episode 3: Cinta Dua Benua, Perdebatan Micha dan Ayahya. /Pixabay/chermitove

TERAS GORONTALO – Setiap orang pasti memiliki makanan favorit yang jika dicicipi, pasti membuat kita tidak ingin berhenti.

Jangankan dicicipi, rasanya mungkin jika boleh, setiap hari pasti ingin memakan menu favorit yang itu-itu saja.

Tapi bagaimana jika menu favorit itu justru merusak semua rencana indah kita?

Hal inilah yang dialami oleh Micha, yang harus merelakan rencananya buyar akibat makanan favorit Ayahnya.

Kisah 'Cinta Dua Benua' dalam segmen cerita bersambung (cerbung) hari ini telah memasuki episode 3.

Baca Juga: Cerbung (Cerita Bersambung) Cinta Dua Benua Eps. 1

Kali ini Micha harus menghadapi gangguan yang ditimbulkan oleh sebuah makanan bernama “jengkol”.

Bagaimana kelanjutannya?

Simak perdebatan seru antara Micha dan Ayahnya dalam cerita berikut ini..

CINTA DUA BENUA EPS. 3

JENGKOL OH JENGKOL

"Micha, Ayah ke pasar dulu yah." sahut sebuah suara alto nan syahdu dari depan kamarku.

"Gak mau Micha anterin aja perginya, Ayah?" tanyaku, sambil mengucek mata perlahan.

"Gak perlu, nak. Kamu kan semalam pulang larut dari galeri, jadi mending istirahat aja. Ayah masih kuat kok kalo cuma nyetir sampai ke pasar."

Baca Juga: Cerbung (Cerita Bersambung) - Cinta Dua Benua Eps. 2

"Yaudah kalo gitu, Ayah. Hati-hati di jalan. Ada apa-apa langsung telepon Micha aja."

"Iya, nak. Ayah berangkat dulu ya..."

Begitulah suasana rumahku di setiap paginya. Ada saja aktifitas yang akan Ayah lakukan diluar pekerjaannya di klinik sebuah sekolah internasional di Jeddah.

Entah itu ke pasar, memasak, mencuci sampai bersih-bersih rumah pun beliau lakukan. Ingin membantu, tapi yang ada aku hanya mendapat omelan Ayah.

Alasannya, tanganku tidak boleh sampai lecet atau terluka karena pekerjaanku sebagai seorang pelukis.

Pernah berdebat, tapi sudah tentu Ayah yang selalu jadi pemenangnya.

Alhasil seperti pagi ini, aku ingin mengantar beliau ke pasar, tapi lagi-lagi dilarang olehnya.

Aku hanya bisa kembali bergelung dalam selimut, berusaha untuk terlelap dan meneruskan mimpi yang tadi sempat terputus.

Baca Juga: Cerbung Episode 4: Cinta Dua Benua, Micha Putuskan Mengelabui Takdir

5 menit...

10 menit...

Baru saja masuk menit ke-20, tiba-tiba suara dering handphone terdengar, membuyarkan mimpi indahku.

Ingin rasanya kubanting saja, tapi urung kulakukan mengingat itu hadiah dari Ayah saat wisuda kemarin.

Tanpa melihat siapa penelponnya, aku langsung menjawab panggilan itu.

"Assalamu'alaikum..." sapaku sedikit ketus.

"Wa'alaikumsalam... Micha, ini Eric. Maaf udah ganggu kamu pagi-pagi buta begini." balas suara di seberang.

"Gak apa-apa, Ric, aku lagi santai aja ini." jawabku berbohong, padahal tadi ingin sekali kumaki orang yang telah menghancurkan mimpi indah itu.

"Aku mau ngasih info hasil pencarian tante kamu itu. Lewat telepon aja bisa, kan?" tanya Eric, ragu.

"Iya boleh banget Ric. Terus apa infonya?" tanyaku penasaran. Rasa kantuk yang tadi masih menyelimuti, kini sirna sudah.

Amarah yang sempat hinggap pun turut lenyap, tertiup semilir angin pagi.

Secercah harapan yang kutunggu akhirnya datang juga. Semoga Eric membawa berita baik untuk pencarianku ini.

"Hmm... Jadi gini, sebenarnya aku belum bisa memberikan posisi yang tepat tentang keberadaan tante kamu. Karena dia betul-betul melindungi privasinya. Foto-foto yang kamu kirimkan lalu juga itu sudah sulit untuk ditelusuri."

"Terus? Ngapain kamu telepon kalo hasilnya gak jelas gitu?"

"Tenang dulu, Mich. Aku belum selesai ngomong. Jadi, setelah menelusuri setiap catatan yang tertera pada bagian belakang foto, bisa aku simpulkan kalo tantemu itu terakhir tinggal di Indonesia. Foto-foto yang kamu kirimkan itu sebagian besar berasal dari liburan dia dulu. Kalo dilihat dari usia fotonya sih, memang udah lama banget. Cuma untungnya lokasi tempat foto itu diambil masih sama, belum berubah."

"Terus, di mana lokasinya? Apa ada nomor telepon yang bisa kuhubungi? Kali aja mereka bisa ingat atau mencari data tentang tanteku dalam arsip."

"Aku udah coba menghubungi mereka kemarin dan hasilnya nihil. Lebih tepatnya kita terlambat. Sebab beberapa tahun lalu tempat itu sempat ditimpa bencana banjir , jadi semua arsipnya pun ikut hanyut tak berbekas."

"Ya Allah... Lantas ke mana lagi aku harus mencari, Ric?"

"Sabar, Mich. Masih ada 2 foto lagi yang belum berhasil aku telusuri lebih detail. Salah satu lokasinya itu berasal di kompleks perumahan. Satunya lagi karena sudut pengambilan dari arah belakang, jadi agak sulit buatku untuk mencari tahu orang yang tangannya digenggam oleh tantemu itu. Jadi butuh waktu untuk melakukan pengecekan."

"Oke, kabari aja kalo kamu udah berhasil yah. Oh iya, bisa kirimkan alamat tempat wisata yang kamu bahas tadi? Mana tahu aku bisa cari waktu untuk datang ke sana langsung."

"Oke. Aku kirim via WA aja yah."

"Iya, aku tunggu. Terima kasih sebelumnya, Ric."

"Iya, sama-sama Micha."

Tanpa perlu Eric telusuri pun, aku sudah tahu siapa orang yang tangannya digenggam oleh wanita itu.

Yah, siapa lagi kalo bukan Ayah.

Aku tahu beberapa foto itu berasal dari liburan mereka berdua dulu. Aku sempat membaca isi suratnya, tapi tak sekalipun wanita itu menyebutkan nama tempat yang mereka pilih untuk liburan saat itu.

Jujur saat melihat foto-foto itu, sebenarnya sempat ada firasat kalau aku tahu tempat tersebut. Tapi supaya lebih meyakinkan, aku lebih memilih mengirimkan foto-foto itu untuk diselidiki oleh Eric.

Denting WA tanda chat masuk terdengar. Sepertinya ini dari Eric. Dia pasti mengirimkan nama dan alamat tempat wisata yang aku minta tadi.

Dan benar, itu memang dari dia. Seketika nafasku tercekat tatkala membaca nama tempat wisata yang Eric kirimkan. Alamat ini kan di Davao.

Berarti firasatku selama ini benar. Mereka menghabiskan liburan bersama di sana. Mengingat letak negara asal wanita itu yang cukup dekat dengan kampung halaman Ayah.

Sepertinya aku harus mencari cara untuk bisa datang ke sana, mengecek langsung kebenarannya. Bagaimana caranya untuk izin sama Ayah?

Aku takut beliau nanti curiga, sebab sudah lama aku tidak pulang ke sana.

Otakku berpikir keras, berusaha mencari alasan yang tepat untuk dikemukakan pada Ayah nanti.

Menit demi menit berlalu, tapi tak sekalipun aku menemukan alasan yang pantas untuk diberikan kepada Ayah.

Bunyi perut yang keroncongan menyadarkanku. Pantas saja jawaban itu tidak kutemukan, bagaimana bisa berpikir jika perutku kosong.

Tapi aku harus masak apa? Ayah kan masih di pasar?

"Assalamu'alaikum Micha... Sini bantu Ayah, nak. Bawain belanjaan ini ke dapur." sahut sebuah suara yang ternyata adalah Ayah. Pas banget timingnya. Pas lapar, pas Ayah pulang.

"Wa'alaikumsalam. Iya Ayah, Micha ke situ sekarang." jawabku sambil buru-buru menuju arah pintu samping.

"Maaf jadi ngerepotin kamu. Ayah belanja cukup banyak buat stock kita sebulan."

"Gak apa-apa Ayah. Micha senang bisa membantu. Oh iya, Ayah, ngomong-ngomong apa kita masih ada makanan semalam yang tersisa? Aku lapar. Tapi aku tau Ayah baru balik dari pasar, makanya biar gak repot aku mau makan lauk yang ada aja."

"Udah gak ada makanan lagi, nak. Makanya Ayah langsung ke pasar. Tapi kalo memang kamu lapar banget, ini Ayah bawain lauk. Tadi gak sengaja ketemu teman orang Indonesia. Ayah diajak sarapan di rumah makan milik dia. Pas pulang malah dibungkusin makanan favorit Ayah."

"Alhamdulillah... Yaudah gak apa-apa, Ayah. Ini aja udah cukup. Kan nanti juga Ayah bakal masak lagi."

"Yaudah, sana makan dulu kamu. Itu perut udah dari tadi "nyanyi keroncong", minta di isi."

"Iya Ayah..."

Aku pun melangkah dengan gembira. Tak apa-apa jika harus makan masakan orang lain. Asalkan perut ini terisi dulu.

Sebab ada hal penting yang harus kulakukan demi menyelesaikan pencarian ini.

Tanpa menanyakan isi dari kantong tersebut, aku menuangkannya ke dalam piring saji.

Aromanya begitu harum. Membuat tenggorokan ini tak dapat berhenti menelan ludah.

Bahkan perutku pun semakin kencang menyanyikan lagu "keroncongnya".

Kucicip sedikit kuah dari makanan itu. Nikmatnya. Sangat terasa sekali racikan bumbu yang khas di dalamnya.

Pantas saja Ayah begitu jatuh cinta dengan masakan Indonesia. Karena memang sangat kaya akan rempah-rempah di setiap resepnya.

Tak sabar diri ini ingin segera mencicipi semuanya. Terus terang saja, aku tidak tahu apa nama makanan ini. Tapi jika rasa kuahnya sudah selezat ini, pasti isinya pun lebih lezat.

Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulutku. Indera pengecap pun mulai bereaksi, berusaha untuk beradaptasi dengan tekstur makanan yang legit.

Mulutku berhenti mengunyah ketika tanpa sengaja menggigit bagian yang memberikan rasa pahit, hingga menciptakan rasa mual.

"Ayah, ini apa namanya? Kok pahit gini? Terus ini, baru juga makan sedikit, tapi kok aroma mulut Micha jadi aneh?" teriakku, berusaha menahan mual sambil berjalan ke arah wastafel.

"Itu namanya jengkol balado, nak. Kamu gak suka yah?" tanya Ayah, sambil memasukkan bahan makanan ke dalam lemari es.

"Apa? Jengkol Balado? Astaga Ayah... Pantas aja rasanya aneh gitu. Aku gak suka."

"Lho, kan kamu baru nyobain sekarang. Kok bisa bilang gak suka dan rasanya aneh?"

"Dulu temanku di kampus pernah bawain. Dia asal Indonesia juga, jadi kami sering dibagiin makanan tradisional khas sana. Cuma untuk yang 1 ini, memang aku antipati. Karena waktu itu, pas teman aku makan, mulut dia langsung bau."

"Oalah, nak... Kenapa gak bilang. Tahu gitu kan Ayah masakin dulu buat kamu, baru lanjut beres-beres belanjaan."

"Aku juga mana tahu kalo makanan yang Ayah bawa itu Jengkol. Udah gak apa-apa. Ayah lanjut aja beres-beresnya. Biar aku masak omelette aja."

Dan hari itupun diisi dengan perdebatan kecil antara aku dan Ayah. Tapi bukan karena kami bermusuhan.

Aku cuma gak mau dekat-dekat Ayah selama dia masih makan jengkol itu.

Sebab aku benar-benar gak tahan sama baunya. Ayah mau ke toilet sekalipun, pasti aku harus ingetin dulu untuk disiram pakai pewangi biar baunya cepat hilang.

Jengkol oh jengkol...

Hari ini kamu benar-benar sukses merusak rencana besarku.***

Editor: Sutrisno Tola


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x