Puasa Ramadhan Beras Semakin Mahal, Bukan Politik Ternyata Karena…

9 Maret 2024, 19:55 WIB
Puasa Ramadhan Beras Semakin Mahal, Bukan Politik Ternyata Karena… /

TERAS GORONTALO -- Kenaikan harga beras menjadi pusat perhatian publik hingga jadi keluhan utama masyarakat jelang puasa Ramadhan.

Sayangnya kenaikan harga beras yang semakin menjadi jelang puasa Ramadhan ini terjadi dalam tahun politik.

Olehnya sebagian masyarakat umum mengaitkan kenaikan harga beras jelang Ramadhan dengan adanya unsur politik.

Menteri Pertanian Republik Indonesia Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa kenaikan harga beras tidak ada kaitannya sama sekali dengan unsur politik.

Melihat fenomena ini, Amran Sulaiman bertekad untuk menjadikan Sumatera Selatan menjadi lumbung beras kedua Indonesia.

“Inikan El Nino luar biasa tekanannya kemudian ada kebijakan yang perlu disempurnakan” ucap Menteri dalam podcast Helmy Yahya Bicara.

Rupanya dampak El Nino adalah sumber utama kenaikan harga beras.

Ap aitu El Nino?

El Nino sendiri merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi akibat meningkatnya suhu pada permukaan air di Samudera Pasifik Tengah dan Timur.

Dengan meningkatnya suhu tersebut, otomatis permukaan air menjadi lebih hangat dari yang biasanya.

Perubahan suhu pada permukaan air yang terjadi di Samudera Pasifik Tengah dan Timur ini menyebabkan terjadinya perubahan pola cuaca secara global.

Dimana seluruh dunia akan menerima dampak dari pada fenomena alam ini termasuk Indonesia.

Salah satu yang berubah akibat perubahan suhu air ini adalah bergesernya angin dan arus laut.

Hal itu pula yang menyebabkan bergesernya musim hujan.

Menteri Pertanian mengatakan jika Indonesia pernah mampu untuk swasembada selam 3 tahun.

“2017, 2019, 2020 itu swasembada beneran” tegas Andi.

Menteri Pertanian juga menambahkan jika swasembada bukan berarti Indonesia tidak import sama sekali.

Meski Indonesia swasembada, saat itu import beras tetap ada.

“Swasembada adalah import maksimal 10 persen dari total kebutuhan” jelasnya.

akan tetapi selama 3 tahun tersebut diatas, Indonesia justru swasembada sempurna.

Zaman Presiden Soeharto dulu ketika penduduk Indonesia masih sekitar 100 juta lebih, Indonesia mendapat penghargaan swasembada.

Sementara di tahun 2017, penduduk Indonesia dua kali lipat dari masa itu.

Akan tetapi Indonesia mampu swasembada di tengah kondisi penduduk yang mencapai 2 kali lipat.

“itu kita swasembada tanpa import sama sekali, kecuali beras untuk kesehatan (beras merah)” kata Andi.

Dalam kondisi itu Indonesia mampu swasembada dengan sempurna.

Dari sini kita bisa melihat bahwa fakta dari kenaikan harga beras memang tidak memiliki kaitan dengan politik Indonesia yang sedang memanas.

Akan tetapi penyebab utama kenaikan harga beras adalah fenomena El Nino.

Itulah yang terjadi di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan cuaca akibat fenomena El Nino.

El Nino ini tidak memiliki kaitan dengan masa Pemilu yang terjadi.

“Ini turun luas tanam (padi) 30 persen sekarang ini karena El Nino” tegasnya.

Tidak sedikit padi yang kering layu hangus sebelum masa panen. Hal itu menyebabkan masa tanam bergeser dengan kondisi awal yang gagal panen.

“ini mundur masa tanam 2 bulan dan berlanjut hingga sekarang” ucap Andi.

Melihat kondisi ini, Menteri Pertanian berharap jika Pemerintah harus mengambil langkah cepat bahkan tidak boleh terlambat.

Hal itu kerana tanaman padi ini merupakan tanaman semusim jangka pendek.

Itulah yang menyebabkan kenaikan harga beras terutama jelang Ramadhan.

Kebutuhan masyarat tidak seirama dengan masa tanam dan masa panen padi dalam negeri akibat dampak El Nino.

Kanaikan harga beras jelang Ramadhan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tahun politik atau unsur politik tanah air. ***

 

Editor: Budyanto Hamjah

Sumber: Helmi Yahya Bicara

Tags

Terkini

Terpopuler