TERAS GORONTALO - Facebook yang down secara global hingga menjadi viral hingga jadi topik utama perbincangan publik.
Facebook down, para konten kreator yang kebanyakan ibu rumah tangga sempat panik.
Secara tiba-tiba, akun Facebook log out secara otomatis dan tidak bisa dipulihkan selama beberapa jam.
Pihak Facebook sendiri tidak memberikan notifikasi log out kepada semua para pengguna.
Adanya gangguan di Platform Facebook pernah terjadi juga pada tahun 2021 dan viral dimana-mana.
Banyak para pengguna mengira jika akun Facebook mereka telah diretas.
kekhawatiran tersebut banyak terjadi pada para konten kreator video pendek dengan tagar FB Pro.
Setelah didirikan, Facebook menjadi Platform yang paling banyak digunakan.
Facebook bahkan melampaui Myspace pada tahun 2008 sebagai situs media yang paling banyak dikunjungi.
Hingga saat ini pengguna Facebook masih sekitar 2,96 miliar pengguna atau sekita 348 juta lebih banyak dari YouTube.
Belakangan pengguna mengetahui bahwa perubahan merek perusahaan menjadi Meta merupakan bukti adanya masalah sistemik di dalam perusahaan.
Hal itu karena Facebook mengalami penurunan popularitas selama bertahun-tahun setelah adanya Platform TikTok.
Menurunnya angka pengguna kelompok usia 18-24 tahun yang diketahui telah banyak beralih ke TikTok membuat pengguna Facebook mengalami penurunan sejak tahun 2012.
Pendapatan iklan Facebook menurun 16 persen untuk remaja dan orang dewasa 5 persen pada tahun 2021.
TikTok mampu menjadi pesaing karena Platform media sosial kreatif Tiongkok ini mendorong konten video berdurasi pendek.
Sehingga orang yang gemar berinteraksi dengan konten akan cenderung menggunakan TikTok ketimbang Facebook.
Alhasil pendapatan iklan Facebook berkurang sebesar $10 miliar.
Kita harus melihat bagaimana masa depan Facebook, dan apakah penyebab penurunan memiliki dampak besar bagi Platform ini.
Pada tahun 2021, saat Facebook viral karena mengalami kesalahan hingga membuat Platform ini down, Mark Zuckerberg justru mengumumkan bahwa Facebook akan mengubah nama perusahaan induknya menjadi Meta.
Meta kini telah mencakup Facebook yang juga menjadi anak perusahaan terbesarnya selain aplikasi WhatsApp, Messenger dan Instagram.
Pada tahun 2021, Facebook viral akibat salah seorang mantan karyawan telah membocorkan data pengguna.
Banyak pengguna yang percaya dengan Meta mampu bertahan seimbang dalam jangka panjang.
Namun meskipun banyak yang percaya pada kelangsungan metaverse dalam jangka panjang, ada pula yang menyebut sejarah krisis hubungan masyarakat Facebook sebagai pendorong upaya rebranding.
Terlebih pada 2021, puluhan ribu dokumen dibocorkan oleh seorang mantan karyawan.
Dari kasus yang terjadi, Perusahaan tersebut sangat menyadari dampak buruk produknya terhadap kesehatan perusahaan.
Terlebih Facebook juga disebut-sebut sebagai sumber utama miss informasi terkait Pilpres AS 2020.
Krisis ini telah meresap ke dalam budaya perusahaan Facebook, dengan banyak karyawan yang merasa frustrasi dengan kebijakan ketat perusahaan.
Selain itu aturan yang super ketat tersebut juga berdampak pada perbedaan pendapat karyawan.
Terlepas dari alasan di balik rebranding tersebut, kesuksesan Meta di masa depan tidak dijamin.
Ada risiko visi masa depan Zuckerberg tidak terwujud, yang akan berdampak negatif terhadap keuntungan perusahaan.
Bahkan jika metaverse berhasil, ada risiko bahwa metaverse akan dianggap hanya sebagai jaringan media sosial di mana perusahaan dapat memberikan pengaruh melalui praktiknya yang terkadang dipertanyakan.
Facebook sebagai platform media sosial paling populer di dunia, namun beberapa orang percaya bahwa perubahan merek perusahaan menjadi Meta adalah bukti adanya masalah sistemik di dalam perusahaan.
Facebook mengalami penurunan jumlah pengguna dalam beberapa waktu terakhir, terutama di kalangan generasi muda.
Bukti masa depan Met dan Facebook semakin diperkuat dengan terjadinya gangguan secara global selama beberpa jam.
Publik semakin ulik hubungan perusahaan akibat Facebook dan Instagram down secara global selama beberapa jam.***