Kesaktian Badarawuhi di KKN Desa Penari Kalah Jauh dengan Nyi Roro Kidul Ratu Pantai Selatan, Ini Sejarahnya

24 Mei 2022, 08:14 WIB
Kesaktian Badarawuhi di KKN Desa Penari Kalah Jauh dengan Nyi Roro Kidul Ratu Pantai Selatan, Ini Sejarahnya /Tangkapan layar/Facebool

TERAS GORONTALO -- Badarawuhi, adalah salah satu pemeran makhluk halus di film KKN di Desa Penari.

Kesaktian Badarawuhi, dalam film KKN di Desa Penari, tak diragukan lagi.

Rupanya, kesaktian Badarawuhi dalam film KKN di Desa Penari, tak sebanding dengan Nyi Roro Kidul Ratu Pantai Selatan.

Dilansir Teras Gorontalo dari Utara Times berjudul "Begini Sejarah Badarawuhi, Terbukti Kesaktiannya tapi Kalah Saat Melawan Bawahan Ratu Pantai Selatan" penduduk yang menempati lokasi KKN di Desa Penari sebetulnya tidak menjelaskan siapa itu Badarawuhi dan bagaimana sejarah kemunculannya.

Namun di saat puncak kejadian mistis terjadi kepada para mahasiswa, barulah sepuh Desa Penari itu menjelaskan mengenai sosok Badarawuhi tersebut.

Siapakah sosok yang muncul dalam kisah KKN di Desa Penari ini? Simak uraian sejarahnya berikut ini.

Badarawuhi adalah salah satu pemilik tempat mandi atau sinden para penari yang lokasinya berada di hutan.

Selain menjabat sebagai ratu dan pemilik sinden, Badarawuhi juga punya tugas untuk menyenangkan para penjaga hutan yang berupa para lelembut.

Tempat yang dikunjungi Bima dan Ayu dalam cerita KKN di Desa penari adalah lokasi keramat yang sebenarnya tidak boleh dimasuki oleh manusia.

Namun, Ayu dan Bima juga tak hanya memasuki wilayah tersebut tetapi juga melakukan hubungan intim.

Hal itu membuat Badarawuhi murka dan mengutuk mereka berdua. Ayu harus menjadi seorang penari dan menggantikan posisi Badarawuhi.

Sementara itu, Bima harus mengawini Badarawuhi. Dari perkawinan itu kemudian dilahirkannya ribuan anak yang berwujud ular.

Siapa sebetulnya sosok Badarawuhi ini dan bagaimana awal mula ia muncul? Simak uraian lengkapnya berikut ini.

Asal Badarawuhi dari Kediri

Badarawuhi adalah salah satu primadona sosok penari yang digambarkan memiliki kecantikan yang luar biasa. Wujudnya separuh ular dan separuh manusia atau siluman.

Ia adalah penunggu desa yang diduga berada di kawasan Banyuwangi, Jawa Timur.

Cerita ini dimulai ketika Rangda (Calonarang) menyebarkan wabah atau pagebluk ganas di wilayah Kediri.

Pagebluk itu sendiri mengakibatkan seperempat populasi Kediri harus meregang nyawa, setelah mengalami rasa sakit yang menyiksa sebelum meninggal, memuntahkan duri-duri tajam disertai darah segar.

Kejadian tersebut akhirnya membuat Raja saat itu yang bernama Erlangga mengutus seorang empu bernama Bharada untuk mengalahkan Calonarang.

Erlangga berjuang dengan murid-muridnya yang sebagian besar adalah gadis-gadis belia .

Pasukan Erlangga saat itu pun menghabisi mereka tanpa ampun. Sebelumnya, ilmu yang dipakai lawan sudah diketahui kelemahannya laul dihapus dengan mantra-mantra suci dari sang Empu.

Namun rupanya ada 5 murid Rangda yang yang berhasil menyelamatkan diri dari pembantaian yang dilakukan oleh prajurit Kediri yang dipimpin oleh Bharada yang bernama Mpu Bahula.

Lima orang gadis belia murid Rangda yang bersembunyi berhasil melarikan diri dan berpencar supaya tidak mudah terlacak oleh prajurit Kediri.

Mereka pergi dengan membawa lontar-lontar ajaran Rangda untuk dipelajari di kemudian hari

Salah satu diantara kelima murid Rangda yang berhasil melarikan diri itu bernama Ratna Nareh.

Ia adalah murid paling muda diantara yang lainnya. Ratna Nareh inilah yang menjadi cikal bakal adanya Badarawuhi.

Berbeda dengan keempat anggota Calonarang yang lain, yang memilih menyeberang ke Bali. Ratna Nareh memilih jalan yang berbeda.

Dia melintasi Gunung Kawi, Gunung Bromo, dan terus ke timur untuk menghindari bertemu manusia.

Diketahui, usia Ratna nareh saat itu masih sangat belia yaitu 17 tahun. Ratna Nareh hidup mengembara sambil mempelajari lontar yang membuat ilmu dari gurunya, Calonarang bangkit, sehingga membuatnya Sakti.

Dia memiliki ilmu kanuragan dan kanujiwan yang membuatnya mampu untuk menaklukkan para pemimpin jin dan makhluk halus yang ada di hutan-hutan pulau Jawa yang dilaluinya.

Bahkan karena Lontar tersebut pula Ratna Nareh mendapatkan anugerah untuk awet muda. Hingga tidak terasa 300 tahun telah berlalu.

Ratna Nareh dalam pengasingannya tidak sedikit pun tampak perubahan pada diri Ratna Nareh.

Ia masih tetap terlihat mode dan tidak menampakkan tanda-tanda penuaan. Lalu tidak jelas atas alasan apa, Ratna Nareh memutuskan ingin bertemu manusia kembali.

Sampai akhirnya pengembaraan Ratna Nareh mengantarkannya ke sebuah desa yang berada di tengah hutan yang bernama desa Wonotoro.

Desa tersebut memiliki pemimpin yang bernama Macan Sigep. Namun warga desa Wonotoro tidak menyukai perilaku Macam Sigep karena dia adalah seorang yang gila perempuan.

Tidak hanya gadis dan janda yang diganggunya, kalau dia mau istri orang pun akan dibawa untuk memuaskan hasratnya.

Namun para warga tidak dapat melakukan apa-apa atas perbuatan Macan Sigep itu. Kejadian ini diyakini terjadi pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit tahun 1300-an di mana Desa Wonontoro saat itu sangat terpencil dari akses keluar serta dikelilingi hutan lebat yang bernama alas danda, dengan berbagai hewan buasnya.

Alas Danda adalah sebuah hutan yang sangat mistis setiap kali warga desa mencoba keluar desa melewati alas danda dengan cara membabat tanaman-tanamannya tidak lama kemudian tanaman-tanaman tersebut menutup jalan lagi.

Banyak warga yang tidak dapat kembali jika nekat menerobos hutan tersebut, hal itulah yang membuat lurah Macan Sigep selah tiada lawan tanding di desa tersebut.

Warga desa pun memberikan tanda sebuah janur dan kain merah di pintu masuk alas danda sebagai peringatan supaya tidak ada warga yang memasuki kawasan alas danda lagi.

Di kawasan alas danda juga ada sebuah sendang yang sangat angker bernama sendang sarpa mara. Tidak ada satu orangpun yang berani menjamah kawasan tersebut.

Warga meyakini bahwa sendang sarpa mara merupakan sebuah Keraton gaib wilayah sekitar kawasan alas danda.

Alas danda sendiri mempunyai arti hutan denda yang harus dibayar. Sedangkan sendang sarpa mara mempunyai arti sendang ular iblis.

Setibanya Ratna Nareh di desa Wonontoro tampak jelas rasa bahagianya setelah sangat lama dia tidak bertemu manusia.

Sebaliknya, warga desa malah heran ada orang luar yang berhasil memasuki Desa Wonontoro apalagi orang itu adalah seorang gadis belia yang sangat cantik.

Kabar mengenai kedatangan seorang gadis belia nan cantik di desa Wonontoro akhirnya didengar oleh Macan Sigep.

Dengan nafsu yang membara untuk bisa meniduri Ratna Nareh, macan sigep pun mendatangi Ratna Nareh yang saat itu sedang ada di sebuah kedai. Dia pun menawarkan kepada Ratna Nareh untuk menginap di tempatnya dengan alasan Ratna Nareh merupakan tamu desa

Ratna Nareh tanpa curiga mengiyakan tawaran sang kepala desa tersebut. Malam itu ketika Ratna Nareh tertidur pulas macam sigep ditemani dua pengawalnya melancarkan aksinya setelah memastikan bahwa Ratna Nareh telah tertidur.

Macan Sigep segera memasuki kamar. Namun baru ia membuka pintu, tubuhnya langsung terpental. Macan sigep muntah darah dan akhirnya tewas. Dia tidak menyadari bahwa Ratna Nareh memagari ruangan tersebut dengan mantra-mantra. Dua pengawal macan sigep yang mengetahui majikannya telah tewas dengan segera membunyikan kentongan dan memanggil para warga desa.

Ratna Nareh yang terganggu dengan suara kentongan pun akhirnya terbangun dan melihat jasad Macan Sigep yang telah berlumuran darah. Namun anehnya Ratna Nareh justru mendekati jasad Macan Sigep dan menjilati darah yang keluar dari mayatnya.

Ternyata hal inilah yang selama ini dirindukannya selama tidak bertemu manusia, memuaskan hasratnya akan darah manusia. Saking asyiknya Ratna Nareh menikmati darah macan sigep hingga ia tidak menyadari kehadiran warga desa telah mengepungnya. Namun melihat hal itu warga desa tidak ada yang berani mendekatinya.

Pada awalnya kematian macan sigep disambut gembira oleh warga yang mengira akan terbebas dari perilaku kesewenang-wenangannya selama ini dan akhirnya membuat warga menganggap Ratna Nareh sebagai penerus macan sigep untuk memimpin Desa Wonotoro.

Namun sepertinya warga telah salah, di bawah kepemimpinan Ratna Nareh warga desa seperti keluar dari satu masalah dan masuk ke masalah yang baru. Warga desa Wonotoro seperti menjadi pelayan dari Ratna Nareh.

Mereka tidak dapat menolak apapun yang diinginkan olehnya entah karena mantra-mantra dari Ratna Nareh atau dari ketakutan dari para warga.

Pada intinya Ratna Nareh seperti seorang raja kecil di desa Wonotoro bahkan jika Ratna Nareh ingin jalan-jalan keliling desa, dia memerintahkan para penduduk untuk menantunya.

Hingga suatu ketika di saat Ratna Nareh berkeliling desa, dia melihat janur dan kain merah yang dipasang dekat sanggar pamujan yang juga merupakan gerbang masuk alas danda.

Dia pun bertanya kepada warga yang menandunya dan akhirnya dia tahu bahwa tanda itu merupakan sebuah peringatan supaya tidak memasuki kawasan tersebut. Namun dengan angkuhnya Ratna Nareh memerintahkan untuk mencopot tanda tersebut karena dia merasa tidak ada yang lebih sakti dari dirinya, termasuk penghuni alas danda.

Tidak hanya itu, Ratna Nareh pun merekrut paksa para gadis belia menjadi muridnya sama seperti apa yang dilakukan gurunya dulu, untuk mengajarkan ilmu pangiwe tantra kuno yang bersifat ilmu kerohanian yang berkembang sejak masa Sriwijaya hingga Singasari, dianut oleh beberapa raja namun disesatkan oleh Calonarang, hingga condong menjadi ilmu hitam tingkat tinggi.

Ajaran inilah yang digunakan oleh Ratna nareh untuk mencuci otak para muridnya dengan pemahaman-pemahaman yang menyeleweng.

Di suatu malam di hari Anggoro Kasih atau seloso Kliwon, Ratna nareh mengumpulkan warga di sanggar pamujan dia memaksa para pemuda membuat tabuh-tabuhan musik sedangkan para gadis dipaksa menari di sanggar pamujan, suatu tempat sakral yang harusnya digunakan untuk memuja Dewa malah dipergunakan untuk sebuah pertunjukan tari, sebuah hal terlarang yang dilakukan di desa tersebut.

Dahulu menurut para leluhur desa jika warga desa mengadakan pertunjukkan tari para penunggu alas danda akan berdatangan dan ketika pertunjukan berakhir penunggu alas danda akan mengambil jiwa salah satu penari wanita untuk dibawa ke dalam hutan.

Hal itulah yang membuat leluhur khawatir dan melarang diadakannya tabuh-tabuhan dan pertunjukan tari di desa tersebut. Namun sekarang Ratna Nareh seolah menantang para penghuni juga dengan mengadakan pertunjukan tari, bahkan Ratna Nareh jumawa dengan berkata jika penghuni alas dadna berani membawa salah satu penarinya, maka alas danda akan diobrak-abriknya.

Ratna Nareh memilih gadis yang masih perawan sebagai penari, sedangkan para penabuhnya haruslah seorang laki-laki yang masih perjaka dan pertunjukan malam itu pun digelar.

Para gadis menari, para pemuda menabuh musik, dan para warga seolah hanyut dalam kesenangan hingga lupa akan malapetaka yang mengancam mereka yang telah diperingatkan sejak dulu kala.

Tanpa mereka sadari ketakutan leluhur desa akan menjadi kenyataan. Suara tabuhan dan energi tarian tersebut merasuk menembus hingga ke dalam alas danda, membangkitkan para penghuni gaib, merusak selaput tipis yang selama ini memisahkan alam nyata dan alam gaib.

Para penghuni gaib alas danda berhamburan menuju lokasi diadakannya acara tari-tarian, namun di balik itu semua Ratu penguasa sendang sarpa mara begitu sangat marah. Ratu sendang sarpa mara sebetulnya adalah bawahan dari Ratu Pantai Selatan mereka berpindah-pindah menjaga titik penting di Pulau Jawa yang berhubungan dengan kekuasaan Selatan dan Utara.

Dikisahkan, ada hubungan gaib antara utara-selatan yang membangun sumbu mistis antara Segoro Kidul yang ganas dengan gunung Lawu yang meraung-raung, tidak ada manusia yang bisa menghentikannya jika mereka marah apalagi dalam waktu yang bersamaan.

Sungguh ini sekaligus menghubungkan gerbang gaib di mana yang kasat mata mampu berbicara dengan yang tak kasat mata.

Gerbang Selatan berada di Pantai Selatan yang memiliki karang berbentuk aneh sedangkan gerbang Utara berada di puncak gunung Raung dan desa itu ternyata merupakan salah satu titik di mana sungguh penghubung pantai utara Jawa dan Selatan dan serdang sarpa mara merupakan titik tengah dari sumber tersebut.

Saking pentingnya tempat tersebut, sosok Senopati yang bertugas di sendang sapa mara tidak ada yang berani menyebut namanya.

Beliau dikenal dengan panggilan Ratu penguasa sarpa mara. Dengan pakaian serba hijau, sosok Senopati utusan Ratu Selatan tersebut memimpin pasukan yang sangat sakti di Sendang tersebut.

Penguasa sedang sarpa mara sebenarnya menaruh rasa hormat kepada manusia, dia memandang manusia adalah makhluk sempurna berasal dari alam ruh kemudian tapabrata selama sembilan bulan di dalam rahim ibunya, sehingga dianggap mampu hidup di dua alam.

Berbeda dengan makhluk jenis dia. Namun di baliknya dia juga iri terhadap manusia yang dianggapnya rakus juga sombong dan apa yang membuat ratu sarpa mara marah adalah karena sejumlah pasukan utamanya ikut tersedot ke pertunjukan Ratna Nareh.

Tanpa basa-basi para penghuni gaib segera merasuki para penari bahkan warga yang ada di sana dan para prajurit Kidul pun ikut merasuki para murid dari Ratna Nareh.

Dalam keadaan kerasukan tarian-tarian mereka semakin tidak beraturan bahkan berpotensi mematahkan sendi-sendi raga yang dihinggapinya.

Melihat hal itu telah Nareh merasa sangat gembira apalagi ketika melihat beberapa pasukan laut selatan ikut tersedot ke dalam raga-raga muridnya seolah dia mampu mengalahkan kekuatan para pasukan laut selatan yang dia fikir sedang lewat di tempat itu.

Tanpa dia tahu bahwa pasukan Selatanlah yang menjaga sendang sarpa mara.

Sebenarnya maksud dari Ratna nareh mengadakan pertunjukan tari adalah untuk menyedot seluruh energi yang ada di sana demi menambah kekuatannya.

Jiwa-jiwa dari penari yang ada di sana akan disedotnya sehingga musnah entah ke mana, lalu raga kosong itu akan diisi oleh makhluk gaib yang berdesakan masuk dan akan disedotnya lagi energi itu hingga membuat ia berpikir bahwa kemampuannya saat itu akan melewati kesaktian gurunya, Calonarang.

Karena menyerap begitu banyak energi, tubuh Ratna nareh pelan-pelan berubah. Nyala api yang membungkus jasadnya perlahan berubah wujud seperti buto atau raksasa. Kemudian tidak lama dari itu muncullah seorang wanita separuh ular yang merupakan perwujudan dari ratu sarpa mara, menghentikan apa yang dilakukan oleh Ratna nareh.

Ratna nareh dan ratu sarpa mara saling tatap penuh kebencian Ratna nareh yang merasa sakti mencoba untuk melawannya. Namun akhirnya harus mengakui keunggulan ratu sarpa marah.

Tubuh Ratna nareh lemas seketika, ratu seperti mengetahui kelemahan dari ilmu pengiwa milik Ratna nareh dan membuat seolah ilmunya lenyap tidak berbekas.

Namun suatu hal yang paling disesalinya adalah Ratna Nareh tidak dapat merubah wujudnya seperti sebelumnya, seorang gadis cantik belia wujudnya masih tetap seperti Buto raksasa yang mengerikan.

Lalu ratu mengusir Ratna nareh karena menganggap dia sudah tidak pantas hidup bersama manusia dan tempatnya sekarang adalah kegelapan. Namun ternyata ada yang terjadi terhadap salah satu Abdi Kidul bawahan ratu yang merasuki raga salah satu penari.

Hasrat untuk menarinya tidak bisa dihentikan, bahkan ketika Ratu memerintahkan kepada Abdi itu untuk berhenti dia memberontak dan terus menari sampai akhirnya ratupun menghancurkan raga penari yang dirasuki Abdi tersebut.

Ratus sarpa mara lalu menghilangkan seluruh kekuatannya sebagai Abdi Kidul, lalu mengusirnya. Ketidakpatuhan nya membuatnya tidak lagi layak menjadi Abdi Kidul.

Sejak saat itu ia pun berkelana dari satu tempat ke tempat lain di lereng-lereng gunung, dari sendang ke sendang yang lain, hasrat menari yang dihidupkan oleh Ratna nareh terus menyala dalam diri mantan Abdi Kidul tersebut hingga membuatnya terkenal sebagai penari di alam halus, karena setiap dia menari makhluk-makhluk halus disekitarnya akan berkumpul dan terhipnotis akan tarian dari makhluk ini.

Dia pun kerap hadir dari satu sendang ke Sendang lain dengan atribut layaknya Abdi laut selatan dengan pakaian serba hijau, bekas Abdi kidul itu tetap dianggap sosok subada atau sosok kuat yang mendatangi atau dalam bahasa Jawa ngerawuhi sendang-sendang.

Karena itulah dia mendapatkan nama subada rawuhi. Ia memiliki sifat pendendam yang menjadikannya sosok makhluk gaib kasta rendahan. Sang mantan penjaga sendang yang tidak punya tempat tinggal ini pun mengembara dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya dia merasa nyaman dan memilih menetap di sebuah desa yang menjadi lokasi KKN Bima dan Ayu beserta teman-temannya.

Wujud dari siluman itu sendiri adalah sosok wanita layaknya manusia sungguhan yang mengenakan atribut berbau Pantai Selatan yaitu memakai kebaya dan selendang hijau cantik nan Anggun.

Dia memiliki sifat jahil dan suka menggoda terutama kepada kaum laki-laki dan disebut bisa beranak-pinak jika ada laki-laki yang menyentuhnya atau tergoda olehnya.

Namun ketika dia marah, akibat ada yang mengotori tempatnya atau melanggar aturan wilayah dia berkuasa maka wujudnya akan berubah menjadi siluman dengan bentuk setengah badan atasnya tetap manusia namun bagian tengah ke bawah menjadi ular berwarna hitam.

Sang siluman ini disebut Badarawuhi oleh sebagian masyarakat Jawa khususnya di lokasi tempat dia tinggal menetap yang disebut sebagai Desa Penari. Menurut sejarawan dan supranatural dari kisah tanah Jawa, keberadaan desa penari memang benar adanya akan tetapi aktivitas di desa tersebut tidak bisa disaksikan dengan mata telanjang.

Menurut Om How dari kisah para Jawa, penari di desa tersebut cantik-cantik. Namun tubuhnya merupakan tubuh ular bukan manusia.

Demikian informasi mengenai sejarah Badarawuhi yang ada dalam cerita KKN di Desa Penari. (Abdul Hamid/Utara Times)

 

 

Editor: Viko Karinda

Sumber: Utara Times

Tags

Terkini

Terpopuler