Tragedi Berdarah Kasus Brigadir J, Ferdy Sambo Diamankan di Mako Brimob, Edward: Ditahan atau Isolasi ?

9 Agustus 2022, 12:29 WIB
Tragedi Berdarah Kematian Brigadir J, Ferdy Sambo Diamankan di Mako Brimob, Edward Aritonang : Ditahan atau Isolasi? /

TERAS GORONTALO – Tragedi berdarah di rumah sang Jenderal, belakangan ini mulai mengerucut, sejak ditangkapnya beberapa orang tersangka yang diduga terlibat dalam kematian Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat, atau Brigadir J.

Beberapa orang yang telah ditahan dan ditetap sebagai tersangka itu adalah Bharada E atau Bharada Richard Elizer Pudhihang Lumiu, dan Brigadir RR atau Brigadir Ricky Rizal.

Meskipun demikian, masih banyak hal yang menjadi pertanyaan masyarakat, antara lain misalnya tentang pengakuan Bharada E, terkait kebenaran tewasnya Brigadir J di rumah mantan Kadiv Propam Irjen Po Ferdy Sambo, serta ditetapkannya tersangka baru oleh Bareskrim Polri.

Baca Juga: Apa Itu KM 50? Kembali Menggema Di Tengah Penyidikan Kasus Kematian Brigadir J

“Pertanyaan yang sangat mencolok adalah terkait dengan keberadaan bapak Jenderal yang kabarnya sudah ada di Mako Brimob,” kata Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, seperti yang dikutip langsung dari channel YouTube Polisi Ooh Polisi, Selasa, 9 Agustus 2022.

Menurut Aryanto Sutadi, ada beberapa pertanyaan dari masyarakat yang telah dia rangkum, terkait diamankannya Ferdy Sambo ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, antara lain :

1. Apakah keberadaannya itu ditahan atau diisolasi?

2. Jika nanti ada penahanan yang didalilkan karena kode etik, apakah buntut-buntutnya nanti pak Jenderal ini akan bebas demi hukum, apabila tujuan diamankannya Ferdy Sambo itu hanya terkait pelanggaran kode etik?

3. Mengapa Ferdy Sambo tidak dipersangkakan dengan pelanggaran hukum pidana, padahal kan sudah jelas dan patut diduga bahwa dia berada di belakang semua tragedi ini?

Lewat segmen diskusi bersama Irjen Pol (Purn) Edward Aritonang, pada channel YouTube Polisi Ooh Polisi, Aryanto Sutadi menjelaskan mengenai pertanyaan masyarakat terkait pelanggaran kode etik yang diproses atau diperiksa oleh Irsus (Inspektorat Khusus), dan dipersangkakan kepada Ferdy Sambo.

Berbicara tentang kode etik profesi, pekerjaan sebagai seorang polisi atau anggota Polri, itu memang wajib untuk memiliki kode etik.

Baca Juga: Gerakan Sujud Ini Salah Dalam Sholat, Ustadz Adi Hidayat: Sangat Dilarang Nabi Muhammad SAW!

Tentunya bagi seseorang dengan profesi sebagai aparat hukum, dalam hal ini anggota Polri, sudah pasti ada kode etik.

Inilah dasar dibuatnya Peraturan Kapolri tentang bagaimana Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan, termasuk hal-hal yang diatur di dalamnya.

Kode etik profesi Polri, adalah norma-norma atau aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis, yang meliputi peraturan perilaku, maupun ucapan yang diwajibkan atau dilarang atau tidak patut dilakukan oleh seorang anggota Polri.

Dalam institusi Polri, memang ada pengawas umum yang disebut dengan Inspektorat Pengawasan Umum terhadap semua perilaku, kegiatan, maupun aktivitas anggota Polri, di manapun yang bersangkutan bertugas dan salah satu bagiannya adalah Inspektorat Khusus (Irsus).

Irsus inilah yang melakukan pemeriksaan, di luar hal-hal yang terkait urusan operasional dan pembinaan anggota Polri.

“Hal-hal yang dimaksud itu adalah kasus khusus yang perlu ditangani oleh Irsus ini, termasuk jika terjadi pelanggaran-pelanggaran kode etik,” ungkap Edward Aritonang.

Baca Juga: Ini Bukti Eiichiro Oda Sangat Sabar Menceritakan Manga One Piece

Terkait dengan yang saat ini sedang dilakukan oleh tim khusus di Bareskrim Mabes Polri, di mana mereka menyatakan bahwa Irsus telah melakukan pemeriksaan dan pendalaman terkait pelanggaran kode etik beberapa personel Polri, termasuk Ferdy Sambo.

Total sebanyak kurang lebih 10 orang saksi telah menjalani pemeriksaan bersama Irsus, hingga ditemukan beberapa bukti yang dirasa cukup untuk mengamankan Ferdy Sambo pada tempat khusus di Mako Brimob.

Edward Silitonga menjelaskan, bahwa dalam tragedi berdarah yang menewaskan Brigadir J ini, paling tidak sudah ada tiga unsur yang diterjunkan untuk melakukan pemeriksaan dan pendalaman kasus, yaitu antara lain :

1. Proses penyidikan tindak pidana, yang diduga terjadi dalam tragedi berdarah itu. Penyidikan ini mulai dilakukan dari tingkat Polres Metro Jakarta Selatan, kemudian didukung oleh Polda Metro Jaya, lalu yang terakhir berkas kasus kemudian ditarik ke Bareskrim Mabes Polri.

2. Dibentuknya Tim Khusus (Timsus) oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang ditugaskan untuk mengawasi dan mengendalikan proses penyidikan yang masih dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri, berawal dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

Apa yang dilakukan oleh Timsus dan penyidikan oleh Bareskrim Polri semuanya mengarah pada pro justitia (untuk/demi hukum atau undang-undang), dengan tujuan demi keadilan dan berproses di pengadilan.

3. Dihadirkannya Irsus untuk turut andil dalam melakukan pemeriksaan terhadap kasus tewasnya Brigadir J, namun dikhususkan pada pelanggaran kode etik profesi Polri, yang diduga telah ditemukan lewat pemeriksaan beberapa saksi.

Di mana langkah awal yang telah diambil oleh mereka ini adalah, dengan ditempatkannya Ferdy Sambo di Mako Brimob.

Baca Juga: Kapolri Umumkan Tersangka Baru, Nyanyian Bharada E Bikin Para TSK Mendekat, Begini Kondisi Ferdy Sambo !

Terkait diamankannya Ferdy Sambo di Mako Brimob selama 30 hari karena adanya dugaan pelanggaran kode etik ini, yang sesuai informasi awal adalah untuk memudahkan pemeriksaan oleh Irsus, dikomentari oleh Aryanto Sutadi.

Menurutnya, Timsus terlihat sengaja mendahulukan penyidikan terkait pelanggaran kode etik, karena lewat proses ini, Polri bisa lebih cepat melakukan tindakan penonaktifan dan isolasi terhadap sang Jenderal.

Karena, selama ini dinilai, jika Ferdy Sambo masih berada di lingkungan Mabes Polri dan statusnya hanya dinonaktifkan, masih akan banyak kendala yang dihadapi oleh penyidik.

Inilah sebabnya kemudian ada telegram dari Kapolri yang lantas mencopot jabatan dari sang Jenderal dan menempatkannya di Yanma Polri.

Sehingga, melalui proses pelanggaran kode etik ini, dianggap akan lebih mempercepat penyidikan, ketimbang jika memfokuskan pada pencarian bukti-bukti yang merujuk kepada pasal pidana.

Ditempatkannya Ferdy Sambo di Mako Brimob adalah terkait statusnya yang sedang dalam tahap pemeriksaan pelanggaran kode etik oleh Irsus.

Namun tidak menutup kemungkinan pihak Polri juga secara bersamaan akan mencari bukti-bukti lain yang menjurus kepada pasal-pasal pidana, yang bisa dikaitkan kepada 25 orang personel Polri yang saat ini telah diamankan di tempat khusus, termasuk Ferdy Sambo.

“Dalam menentukan pasal-pasal pidana yang dipersangkakan kepada tersangka, maka Polri membutuhkan minimal dua unsur bukti, entah itu berdasarkan keterangan saksi, ataupun adanya barang bukti, dan sebagainya,” jelas Aryanto Sutadi.

Karena sebelumnya barang bukti yang dikumpulkan beberapa di antaranya telah dirusak bahkan ada yang sengaja dihilangkan, sehingga perlu dilakukan penelitian ulang.

Termasuk memeriksa 25 orang petugas yang terlibat dalam dugaan merusak dan menghilangkan barang bukti tersebut.

Jadi, mantan Kapolda Jawa Tengah ini mengatakan bahwa dapat disimpulkan, keberadaan Ferdy Sambo di Mako Brimob, adalah untuk memudahkan pemeriksaan.

Karena saat ini, Polri mengedepankan proses penyidikan dugaan pelanggaran kode etik, hingga nanti ditemukan alat bukti yang mendukung untuk diterapkan pasal-pasal pelanggaran tindak pidana.

Baca Juga: Rindu Rasulullah dan Ingin Bertemu Dengannya Dalam Mimpi, Begini Caranya Kata Ustadz Adi Hidayat

Lantas, apakah pengamanan Ferdy Sambo ini tidak melanggar aturan dalam KUHP maupun HAM, padahal belum adanya surat perintah penahanan yang diterbitkan?

Mengenai hal ini, Edward Aritonang menjelaskan jika dari sudut pandang KUHP, penempatan seseorang dalam satu tempat yang dibatasi gerakannya, tentu sudah masuk dalam terminologi penahanan.

Meskipun belum ada surat perintah penahanan yang resmi, namun isolasi atau penempatan seseorang di tempat tertentu dapat dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan karena aspeknya sudah berbeda.

Bahkan pengamanan ini bisa sampai pada persidangan, atau dalam kasus yang dialami oleh Ferdy Sambo, sampai adanya bukti valid terkait pelanggaran kode etik yang diduga telah dia lakukan.

Tapi hal ini lantas tidak berarti sang Jenderal akan terbebas dari tuntutan hukum pidana, karena di sini tidak berlaku asas nebis in idem, karena terhadap seorang anggota Polri dapat diterapkan tindak hukum kedisplinan, pelanggaran kode etik, maupun pelanggaran tindak pidana secara bersamaan.

Adapun asas nebis in idem yang dimaksud di sini adalah, asas hukum yang melarang seorang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.

Jadi, tidak ada istilah bahwa dengan telah ditegakkannya siding pelanggaran kode etik profesi, lantas proses pidananya akan terkubur.

Baca Juga: Viral! Buntut Kasus Kematian Brigadir J, Mabes Polri Dipenuhi Karangan Bunga

“Tidak. Proses pidananya masih berjalan, belum diumumkan siapa tersangka berikutnya, karena barangkali penyidik belum menemukan alat bukti yang kuat, walaupun sudah ada keterangan seseorang (Bharada E),” jelas Edward Aritonang.

Penyidik membutuhkan alat bukti yang dapat mendukung pernyataan saksi untuk memperkuat dasar penetapan seseorang menjadi tersangka, dalam hal ini pada kasus tewasnya Brigadir J.

Jika bukti pendukung belum ditemukan, maka pasti akan dicari terlebih dulu alat bukti yang bisa mendukung pernyataan dari saksi tersebut. 

“Jadi menurut saya, itulah yang sekarang tengah ditunggu. Tidak berarti bahwa pemeriksaan pelanggaran kode etik profesi menghapuskan proses tuntutan pidana. Tidak. Karena kasus ini masih berjalan dan kita belum tahu siapa lagi yang akan ditetapkan sebagai tersangka,” tegas mantan Kapolda Jawa Tengah ini.***





Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube Polisi oh Polisi

Tags

Terkini

Terpopuler