Sadis! Permintaan Terakhir Brigadir J Tidak Dipenuhi, Ferdy Sambo Diduga Lakukan Eksekusi Pakai Sarung Tangan

16 Agustus 2022, 09:25 WIB
UPDATE Ferdy Sambo, Komnas HAM Sebut Ada yang Halangi Proses Hukum di Kasus Brigadir J: Obstruction of Justice /Opposite6890/

TERAS GORONTALO - Seperti halnya seorang mafia, Ferdy Sambo disebut-sebut menyiapkan sarung tangan sendiri, saat akan mengeksekusi Brigadir J.

Pistol HS yang notabene adalah milik almarhum, juga turut dibawa dari kediaman pribadi ke rumah dinas, dengan menggunakan sarung tangan.

Sebelum memutuskan untuk mengeksekusi mati Brigadir J, diduga Ferdy Sambo merencanakan semuanya saat berada di rumah pribadi Jalan Saguling Duren Tiga.

Dari rekaman CCTV yang telah diungkapkan sebelumnya, rombongan Putri Candrawathi bersama Brigadir J tiba dari Magelang sekitar sore hari.

Dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, rombongan ini terdiri dari istri Ferdy Sambo, Brigadir J, Bharada E, Bripka RR, Kuwat Ma’ruf sebagai sopir, dan satu orang ART bernama Susi.

Ferdy Sambo yang seharusnya masih berada di kantor, justru tengah menantikan kedatangan mereka di rumah pribadinya.

Saat itu, diduga Kuwat Ma’ruf sudah menceritakan beberapa hal kepada Ferdy Sambo, tentang kejadian di Magelang.

Mengetahui hal tersebut, Ferdy Sambo kemudian memanggil Putri Candrawathi untuk mengkonfirmasi cerita yang disampaikan Kuwat Ma’ruf.

Kemudian mantan Kadiv Propam ini memanggil Bripka RR dan meminta kesediaannya untuk membunuh Brigadir J, dengan dalih ajudannya itu telah melakukan tindak pelecehan terhadap istrinya.

Akan tetapi, permintaan tersebut ternyata ditolak oleh Bripka RR.

Maka dari itu, Ferdy Sambo lantas menyuruh Bripka RR untuk memanggil Bharada E.

Di sinilah awal mula perintah penmembakan itu diterima oleh Bharada E.

Setelah itu, ayah tiga orang anak ini meminta agar Bripka RR membawa pistol milik Brigadir J, yang tersimpan di dalam mobil.

Tak lupa, dia juga memerintahkan agar magazine pistol tersebut diisi penuh.

Setelah selesai menyusun skenario, rombongan Putri Candrawathi ditemani Brigadir J, Bripka RR dan Bharada E, bertolak menuju rumah dinas, dengan diantar oleh sopir Kuwat Ma’ruf.

Seperti yang diketahui, jarak antara rumah pribadi dan rumah dinas tersebut cukup dekat, berkisar sampai 500 meter saja.

Selang beberapa waktu setelahnya, Ferdy Sambo menyusul keluar rumah, menggunakan mobil lain dan tentunya sambil membawa pistol sudah terisi penuh tadi.

Baik kepergian Putri Candrawathi maupun Ferdy Sambo sendiri ke rumah dinas, sama-sama terekam oleh CCTV.

Entah bagaimana caranya, namun saat tiba di rumah dinas, Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam, lengkap dengan pistol HS milik Brigadir J dalam genggamannya.

Bak seorang maling yang ingin merampok rumah, Ferdy Sambo diduga berjalan sambil mengendap-ngendap saat memasuki rumah dinasnya sendiri.

Di mana saat itu, mereka yang berada di dalam rumah adalah Brigadir J, Bripka RR, Bharada E, dan yang terakhir adalah Kuwat Ma’ruf.

Ada dugaan kuat, sebelum menghabisi nyawa Brigadir J, mantan Dirtipidum Bareskrim Polri ini, sempat memberi perlakuan sadis kepada almarhum.

Brigadir J atau Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat ini diduga sempat disiksa dalam keadaan jongkok.

Sadisnya lagi, dalam keadaan tak berdaya tersebut, Brigadir J sempat mengucapkan permohonan terakhirnya, namun tidak digubris oleh Ferdy Sambo.

Adapun informasi tentang penganiayaan yang dilakukan terhadap Brigadir J ini, sebelumnya pernah diungkapkan oleh Bharada E, kepada mantan tim kuasa hukumnya, yakni Deolipa Yumara dan M Burhanuddin.

Diketahui, setibanya dari Magelang dan kemudian bertolak ke rumah dinas, Brigadir J ini ternyata tidak pernah sekalipun masuk ke dalam kamar istri Ferdy Sambo.

Dia justru lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di teras pekarangan rumah, sampai akhirnya dipanggil oleh Ferdy Sambo.

Ketika itu, orang yang ditugaskan untuk memanggil Brigadir J tersebut adalah Bripka RR.

Saat memasuki rumah, Brigadir J langsung diperintahkan untuk jongkok oleh atasannya ini.

Meski kebingungan dengan perintah tersebut, namun tak urung Brigadir J pun tetap menurutinya.

Seketika itu juga, rambut Brigadir J langsung dijambak oleh Ferdy Sambo dengan wajah yang sengaja diarahkan kepadanya, agar dapat menatap langsung mata almarhum.

“Pada saat di TKP, mereka berempat sudah di dalam dan Ricky disuruh panggil Yoshua,” kata Burhanuddin, seperti yang dikutip oleh Teras Gorontalo langsung dari kanal YouTube Refly Harun.

Sebelum dieksekusi, rambut Brigadir J sengaja dipegang, kemudian Ferdy Sambo pun lantas memerintahkan Bharada E untuk menembak.

“Woi tembak, tembak dia, tembak. Gitu,” ucap Burhanuddin, menirukan suara sang Jenderal saat di TKP.

Dalam keadaan tak berdaya itulah, Bharada E sempat mendengar Brigadir J memohon-mohon, agar dirinya tidak dibunuh.

Namun sepertinya, permintaan terakhir dari almarhum ini, sengaja tidak didengar oleh Ferdy Sambo, karena terbukti, eksekusi mati tetap dilakukan.

Di sisi lain, menanggapi hal ini, Refly Harun menyatakan bahwa satu hal yang pasti adalah Ferdy Sambo merupakan otak yang mendalangi pembunuhan ini.

Terlepas dari siapa yang duluan menembak, atau apakah Ferdy Sambo ini memang sempat menembak, itu nanti akan terbukti di persidangan.

Karena sampai saat ini, masih banyak versi yang beredar terkait apakah Bharada E yang duluan menembak baru diikuti oleh Ferdy Sambo, atau sebaliknya.

Namun, Refly Harun menilai dari sisi logis, biasanya orang yang tengah diliputi oleh amarah, pasti akan duluan melakukan eksekusi.

Sedangkan eksekusi berikutnya, umumnya dilakukan untuk keperluan alibi saja.

Selain itu, terkait kepemilikan pistol sendiri juga masih belum ada data valid, terutama untuk jenis Glock 17 yang sebelumnya disebut-sebut adalah milik Bharada E.

Ketidakjelasan ini terjadi akibat tidak adanya pemberitahuan atau pers rilis ke publik, terkait nama dari orang yang teregister atas senjata api tersebut.

Sehingga bagi Refly Harun, semua hal ini masih berbentuk pertanyaan-pertanyaan tak terjawab, yang entah kapan akan terbukti kebenarannya.

Menurut ahli hukum tata negara ini, jika hanya berlandaskan pada cerita orang lain terkait pelecehan yang diduga dilakukan di Magelang, tanpa melihat secara langsung dan mengetahui sejauh mana tindakan tercela tersebut dilakukan, rasanya sedikit janggal jika dijadikan sebagai alasan untuk membunuh Brigadir J.

“Kecuali memang dia mengetahui rahasia, yang memang tidak boleh diketahui oleh orang lain,” tutur Refly Harun.

Meski belum diketahui dengan pasti versi mana yang benar, namun satu hal dinilai penting di sini adalah adanya pengakuan dari Ferdy Sambo sendiri.

“Yang paling penting adalah, dia (Ferdy Sambo-red) sudah mengakui bahwa dialah otak pelakunya. Jadi dialah yang menjadi otak pembunuhan berencana,” pungkas Refly Harun.***

Editor: Siti Nurjanah

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler