Dosa Ferdy Sambo pada Kepolisian, Hancurkan Karir 3 Jenderal dan Hampir Sekompi Polisi dalam Kasus Brigadir J

25 Agustus 2022, 16:08 WIB
Dosa Ferdy Sambo pada Kepolisian, Hancurkan Karir 3 Jenderal dan Hampir Sekompi Polisi dalam Kasus Brigadr J /foto Pikiran Rakyat/edit Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO - Ferdy Sambo memiliki dosa yang amat besar pada Kepolisian, dalam menjalankan rencana buruknya, Sambo mengorbankan karir 3 jenderal dan hampir sekompi polisi di kasus Brigadir J.

Penyidikan kasus pembunuhan Birgadir J hingga kini masih terus berlanjut.

Sebagaimana diketahui, kasus pembunuhan brigadir J melibatkan jenderal, bahkan, keterlibatan anggota polisi dalam kasus pembunuhan Brigadir J hampir sekompi.

Ferdy Sambo bahkan menghancurkan karir 4 jenderal, Hendra Kurniawan, Benny Ali dan Agus Budiharta yang masing-masing jenderal bintang satu diduga ikut terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Alhasil keempat jenderal termasuk Ferdy Sambo dicopot dari jabatannya hingga dimutasi ke Yanma Polri.

Pembunuhan Brigadir J juga turut melibatkan keluarga dalam hal ini adalah Putri Candrawathi yang tak lain adalah istri dari Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dikenai pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati.

Diketahui, kini sudah lima orang yang jadi tersangka di antaranya Bharada E, Bripka RR atau Ricky Rizal, Om Kuat, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Penyidik menerapkan pasal 337 KUHPidana juncto 55 dan 56 KUHP terhadap Bharada E.

Sedangkan Bripka RR dan supir K Kuat serta Irjen Ferdy Sambo, ditambahkan pasal 340 dengan hukuman pidana tertinggi yakni hukuman mati.

Benarkah ini akan jadi dosa Ferdy Sambo dalam kasus Brigadir J?

Pasalnya, skenario tembak menembak dan dugaan pelecehan seksual gagal.

Ferdy Sambo juga telah mengakui bahwa dirinya telah merekayasa kronologi kematian Brigadir J.

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengaku telah merekayasa kasus kematian Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Atas perbuatannya tersebut, Sambo meminta maaf kepada Institusi kepolisian (Polri) sampai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Hal itu dikatakan oleh Irjen Sambo melalui kuasa hukumnya, Arman Hanis. Arman menjelaskan pesan Sambo yang ditulis melalui handphonenya di rumah pribadi Sambo, Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, Kamis 11 Agustus 2022, dikutip dari PMJNEws.

Dalam pesan yang dibacakan Arman, Sambo mengaku telah melakukan perbuatannya tersebut demi menjaga dan melindungi marwah keluarganya.

"Saya adalah kepala keluarga dan murni niat saya untuk menjaga dan melindungi marwah dan kehormatan keluarga yang sangat saya cintai," tuturnya.

Total 83 Polisi sudah diperiksa terkait penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J dan dugaan adanya obstruction of justice, 6 perwira diduga kuat terlibat.

83 Polisi itu bertambah dari jumlah sebelumnya, yakni 63 orang.

Inisial 6 perwira yang diduga kuat melakukan obstruction of justice itu sudah dibeberkan oleh Polri.

Obstruction of justice atau upaya menghalangi proses penyidikan dilakukan 6 perwira itu untuk mengaburkan fakta atau bukti di rumah dinas Ferdy Sambo.

Dikutip dari Polri TV, Irwasum Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto menyatakan bahwa enam perwira tersebut patut diduga melakukan obstruction of justice.

“Terdapat 6 orang dari hasil pemeriksaan yang patut diduga melakukan tindak pidana obstruction of justice,” ujar Agung Budi di Mabes Polri, Jumat 19 Agustus 2022.

Ia menyebutkan enam Polisi yang menghalangi penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadr J itu adalah FS, BJP HK, AKBP ANP, AKBP AR, Kompol BW, dan Kompol CP.

Sementara itu, dari 83 personil yang ikut terlibat ini, 35 orang sudah direkomendasikan untuk penempatan khusus.

Hal itu disampaikan langsung oleh Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto dalam jumpa pers dikutip dari PMJ News.

Sebelumnya sudah 18 polisi yang telah ditempatkan di tempat khusus.

Namun jumlah itu berkurang menjadi 15 orang, setelah tiga lainnya ditetapkan sebagai tersangka.

Adapun 3 dari 18 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah yaitu Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, dan Bripka Ricky Rizal.

Ketiga tersangka kasus pembunuhan Brigadir J ini sudah ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka.

6 orang dari 83 ini, diduga melakukan pelanggaran etik yakni melakukan tindak pidana obstruction of justice atau tindakan yang menghalang-halangi proses hukum.

Sebelumnya polisi telah memeriksa sebanyak 63 personil yang diduga ikut terlibat.

Kemudian dari hasil pemeriksaan lanjutan, jumlah anggota polisi yang diperiksa bertambah 20 orang hingga menjadi total 83 orang.

Peran Enam Anggota Polri

Peran enam orang yang diduga menghalang-halangi penyidikan:

1. Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo merupakan otak pembunuhan Brigadir J, ia juga mengaku telah merekayasa peristiwa seolah terjadi baku tembak hingga menewaskan Brigadir J.

Selain itu, jenderal bintang dua ini juga yang memerintahkan untuk mengambil barang bukti vital berupa CCTV di lokasi kejadian.

2. Mantan Karopaminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan yang diduga mengeluarkan perintah untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV terkait tewasnya Brigadir J.

3. Mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria diduga menerima perintah dari Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengganti DVR CCTV terkait tewasnya Brigadir J.

4. Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin diduga melakukan pemindahan dan perusakan DVR CCTV terkait tewasnya Brigadir J.

5. Mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo diduga melakukan pemindahan dan perusakan DVR CCTV terkait tewasnya Brigadir J.

6. Mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kompol Chuk Putranto yang diduga ikut terlibat dalam perusakan DVR CCTV terkait tewasnya Brigadir J.

97 Personel Polri Sudah Diperiksa

Terbaru sebanyak 97 personel Polri telah diperiksa terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dimana 35 personel diduga melanggar kode etik dan profesi penanganan kasus.

"Kami telah memeriksa 97 personel, 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi,” ujar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR di Gedung DPR, Rabu 24 Agustus 2022, dikutip dari PMJNews.

Adapun 35 personel yang diduga melanggar kode etik tersebut berasal dari berbagai kepangkatan antara lain satu orang Irjen Pol, tiga orang Brigjen Pol, enam orang Kombes, tujuh AKBP, empat Kompol, lima AKP, dua Iptu, satu Ipda, satu Bripka, satu Brigadir, dua Briptu, dan dua Bharada.

Dari 35 personel, sebanyak 18 orang diantaranya ditempatkan di tempat khusus dan dua sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara lainnya masih dalam pemeriksaan.

"Dari 35 personel tersebut, 18 sudah ditempatkan di penempatan khusus, sementara yang lain masih berproses pemeriksaannya,” jelasnya.

"Saat ini sudah ditetapkan sebagai TSK terkait dengan laporan polisi di Bareskrim sehingga tinggal 16 orang dipatsus. Sisanya menjadi tahanan terkait dengan kasus yang dilaporkan di Bareskrim,” tandasnya.

Alasan Ferdy Sambo Jalani Patsus di Mako Brimob

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo menjalani penempatan khusus di tempat khusus (patsus) di Mako Brimob untuk lantaran kekeuh dengan keterangan awal meski Bharada E sudah membuat pengakuan.

Dipaparkan Kapolri, setelah Bharada E membuat perubahan keterangan, Bharada E minta pengacara baru dan tidak mau dipertemukan dengan Ferdy Sambo.

“Richard minta disiapkan pengacara baru serta tidak mau dipertemukan dengan Saudara FS. Berangkat dari keterangan Saudara Richard, saat itu juga kami meminta salah satu anggota Timsus saat itu, Kadiv Tik untuk menjemput Saudara FS,” ujar Kapolri saat rapat dengar pendapat di Gedung DPR, Rabu 24 Agustus 2022, dikutip dari PMJNews.

Lantaran Ferdy Sambo kekeuh dengan keterangan awal yang diberikannya, Tim khusus (Timsus) kemudian menempatkan Ferdy Sambo di tempat khusus di Mako Brimob untuk mempermudah pemeriksaan.

“Di saat awal FS masih belum mengakui, masih bertahan dengan keterangan awal dan berkat keterangan Saudara Richard akhirnya Timsus memutuskan untuk melakukan penempatan khusus itu Mako Brimob Polri,” tandasnya. 

8 Jenderal Aktif Terjerat Kasus Pidana

Dilansir dari YouTube Uncle WIRA, berikut 8 jenderal yang terlibat kasus pidana.

1. Komjen Pol (Purn) Suyitno Landun

Suyitno Landung adalah Kepala Bareskrim Polri yang menjabat pada tahun 2004-2005. Dia menjadi tersangka suap dan korupsi setelah menerima mobil Nissan X-Trail tipe ST atau standar senilai Rp247 juta dari Adrian Waworuntu, tersangka kasus pembobolan BNI.

Adrian adalah kolega tersangka Maria Pauline Lumowa di PT Broccolin Internasional yang sempat buron.

Pada 2006, Suyitno Landung divonis hukuman 1 tahun penjara pada 2006. Suyitno juga didenda Rp50 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia terbukti meloloskan Adrian Waworuntu dari penyidikan alias kabur.

2. Brigjen Pol Samuel Ismoko.

Bersama Suyitno Landung, Samuel Ismoko dijerat kasus penyalahgunaan jabatan dan suap terkait LC fiktif BNI.

Dia juga menerima suap dari BNI berupa travel cek Rp200 juta dalam posisinya sebagai Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Pada 2006, dia divonis 1 tahun 8 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan atas kasus yang menimpanya. Setelah naik banding, Samuel Ismoko mendapat pengurangan masa pidana 5 bulan.

3. Komjen Pol Susno Duadji

Pada 2008, Susno Duadji dijerat kasus korupsi. Ia diduga menyelewengkan dana pengamanan pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat dan mengambil 50 persen dana dari total Rp27 miliar.

Kasus ini terjadi ketika Susno menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

Susno divonis hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp4,2 miliar. Ia dinyatakan bersalah karena terbukti memerintahkan pemotongan dana pengamanan pemilihan kepala daerah Jabar yang merugikan negara sebesar Rp8,1 miliar.

Selain itu, Susno juga dicopot dari jabatannya sebagai kabareskrim.

4. Irjen Pol Djoko Susilo

Djoko Susilo terbukti melakukan korupsi pengadaan simulator SIM roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri pada 2011 kala menjabat sebagai Kepala Korlantas Polri.

Adapun kerugian yang diderita negara akibat kasus ini adalah Rp121 miliar. Sampai April 2013, KPK sudah menyita aset Djoko sekitar 40 buah, mulai dari harta bergerak dan tidak bergerak. Djoko mendapat vonis 10 tahun.

Ketika banding, hukumannya menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar serta uang pengganti Rp32 miliar.

5. Brigjen Pol Didik Purnomo

Kasus korupsi pengadaan simulator SIM roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri juga menyeret nama Brigjen Pol Didik Purnomo, sewaktu menjabat sebagai Wakil Kepala Korlantas.

Ia disebutkan menerima uang sebesar Rp50 juta dari Sukotjo Sastronegoro, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia.

Didik yang saat itu juga menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan simulator SIM divonis 5 tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan, pada 2015.

6. Brigjen Pol Prasetijo Utomo

Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Prasetijo Utomo tersandung kasus pemalsuan surat jalan untuk kepentingan buronan kasus korupsi Djoko Tjandra.

Sebelum menjalani sidang, Polri sudah mencopot terlebih dahulu Prasetijo dari jabatannya. Pada 2021, ia divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Terakhir, MA mengabulkan PK Prasetijo dan mengurangi vonis 6 bulan penjara, pada April 2022.

7. Irjen Pol Napoleon Bonaparte

Kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) juga menyeret Irjen Pol Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri.

Ia terbukti menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan USD370.000 dari Djoko Tjandra, untuk menghaus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

Oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan, pada Maret 2021.

8. Irjen Pol Ferdy Sambo

Kasus terbaru yang menyeret jenderal Polri adalah pembunuhan Brigadir Yoshua pada 8 Juli 2022.

Pembunuhan yang terjadi di Duren Tiga, Jakarta Selatan itu didalangi oleh Irjen Ferdy Sambo saat menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Hingga saat ini, belum terungkap jelas apa motif pembunuhan itu. Sambo sendiri ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022, kurang lebih sebulan setelah kejadian.

Ia dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal mati atau penjara seumur hidup.

Selain Ferdy Sambo, Polri juga menetapkan beberapa tersangka lainnya, yakni Bharada E, Brigadir RR, dan sopir keluarga Sambo dengan inisial KM. Sampai saat ini, masyarakat masih terus menunggu perkembangan kasus besar tersebut. ***

Editor: Siti Nurjanah

Sumber: PMJNews Polri TV Radio

Tags

Terkini

Terpopuler