Terungkap Brigadir J Diyakini Mengalami Penyiksaan sebelum Ditembak

9 September 2022, 12:40 WIB
Terungkap Brigadir J Diyakini Mengalami Penyiksaan sebelum Ditembak /Antara News, Facebook Humas Polri. /

TERAS GORONTALO - Terungkap bahwa Brigadir J atau Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat diyakini mengalami penyiksaan sebelum ditembak.

Penyiksaan terhadap Brigadir J itu, didefinisikan oleh aktifis HAM dan Advokad Haris Azhar.

Haris Azhar kemudian mendefinisikan penyiksaan menurut Hak Asasi Manusia (HAM).

Seperti dilansir TerasGorontalo.com dari Channel YouTube Refly Harun.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap Kondisi Istri dan Anak Bripka RR, Bongkar Adegan 15 Menit Putri Candrawathi dan Brigadir J

Kata Haris, yang harus kita pahami yang namanya penyiksaan itu tidak berarti harus ada luka sayat, ada luka memar dan lain sebagainya.

Tapi menurutnya, bisa juga berupa kekerasan psikis, itu juga penyiksaan. Karena itu menurut Haris Azhar, tidak mungkin tidak disiksa sebelumnya.

Tidak hanya itu, Haris Azhar juga merasa kecewa, apa yang disimpulkan oleh Komnas HAM yang tidak memasukkan unsur penyiksaan.

"Malah yang dimasukkan adalah spekulasi mengenai pelecehan," jelasnya.

Baca Juga: One Piece : Pulau Amazon Lily Dihancurkan, Kurohige Gunakan Kekuatan Gura Gura no Mi Saat Melawan Hancock

Paling tidak lanjutnya, sebelum Brigadir J meninggal, ada penyiksaan, ada kekerasan psikis minimal yang terjadi.

"Kalau dari jarak dekat, ada komunikasi antara dibunuh dan membunuh, itu jelas ada penyiksaan dalam perspektif HAM," ucalnya.

Itu harus dipahami paling tidak ada kekerasan psikologi.

"Kalau sebelumnya misalnya dimarah-marahin dulu, dibentak-bentak dulu, disuruh mengaku dulu, dijambak rambutnya misalnya, maka itu termasuk penyiksaan dalam perspektif HAM," jelasnya.

Hal itu juga ikut dikomentari oleh ahli hukum tatanegara Refly Harun.

"Kalau misalnya dijambak, itu juga penyiksaan. Beda dengan orang yang katakanlah berkelahi kemudian dari perkelahian yang seimbang itu, kemudian ada yang mati. Itu tidak bisa kita katakan penyiksaan, karena mereka sedang berkelahi dan duel. Atau mungkin katakanlah pembunuhan dengan cepat, dari belakang dan lain sebagainya," jelasnya.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap Anak Rahasia Pangeran Charles Raja Inggris, Ini Sosok yang Mengaku Cucu Ratu Elizabeth II

Jadi lanjutnya, tidak harus penyiksaan itu berupa laporan forensik yang mengatakan ada benturan benda tajam atau benda tumpul diluar penembakan.

"Dan dari Haris Azhar ini, perspektif yang belum dikemukakan. Kira-kira ini kan belum pernah dikemukakan pihak-pihak lain. Bahkan dia (Haris Azhar) berani berdebat dengan siapa saja, untuk menunjukkan bahwa teori tentang penyiksaan itu, bukan teori yang sekedar mengada-ada, tetapi berasal dari perspektif Hak Asasi Manusia," kata Refly.

Selain itu ungkap Refly Harun, orang banyak menyayangkan ketika Komnasham melaporkan kasus ini tapi perspektifnya seolah-olah tidak menjadi hak untuk hidup tetapi sepertinya melemahkan hilangnya nyawa manusia tersebut adalah isu-isu lain yang sifatnya spekulatif.

Komnasham percaya setelah memeriksa 4 orang saksi dan 2 orang psikolog.

"Dan 4 saksi itu bisa dipastikan, putri sendiri, ART Susi, ART Kuat Maruf yang juga Draiver dan juga Bripka RR sebagai ajudan. 4 orang yang bisa bicara apa saja karena tidak ada pembandingnya. Apalagi korbannya sudah meninggal, dan tidak bisa membela diri dan tidak ada orang lain yang ada disitu untuk bisa membela diri," ucapnya.

Dan seandainya ini diperkuat oleh psikolog lanjut Refly Harun, maka sejauh mana psikolog itu bisa memastikan bahwa memang telah terjadi pelecehan, dari gerak-garik, dari gestur, dari sikap Putri Sambo karena psikolog lainnya, psikolog forensik, tidak melihat bahwa Putri candrawathi adalah korban pelecehan.

"Jadi ada spekulasi yang sayangnya spekulasi ini masuk dalam bagian rekomendasi," tuturnya.

Baca Juga: Ternyata Bukan Bharada E, Terungkap Inilah Sosok yang Pertama Diminta Ferdy Sambo untuk Tembak Brigadir J

Harusnya sambung Refly, rekomendasi itu hal-hal yang pasti-pasti saja dan yang betul-betul mengenai perlindungan hak asasi manusia terutama perlindungan terhadap hak hidup.

"Sama seperti KM 50, tiba-tiba lompat kepada pemilikan senjata, kepada penyerangan terhadap petugas, dan seolah-olah tidak mengunderlain kematian orang," katanya.

Jadi dalam dua kejadian ini ungkap Refly Harun, Komnashan sangat mengecewakan publik.

"Sehingga tidak heran kalau Komnasham tidak mendapat banyak dukungan," tutupnya.***

 

Editor: Gian Limbanadi

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler