Fadil Imran Terseret Ferdy Sambo, Kapolda Metro Jaya Diduga Punya Peran Penting di Kasus KM 50

19 September 2022, 09:34 WIB
Fadil Imran Terseret Ferdy Sambo, Kapolda Metro Jaya Diduga Punya Peran Penting di Kasus KM 50 /foto Pikiran Rakyat/edit Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO - Nama Fadil Imran Kapolda Metro Jaya kini masih jadi sorotan.

Fadil Imran disebut terseret Ferdy Sambo dalam kasus Brigadir J.

Bahkan sebelumnya, tak hanya nama Fadil Imran Kapolda Metro Jaya, namun ada dua nama Kapolda yang diduga ikut dalam skenario Ferdy Sambo di kasus Brigadir J.

Mabes Polri berjanji akan mendalami dugaan keterlibatan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran

Tak sampai di situ, Fadil Imran juga diduga punya peranpenting dalam kasus KM 50 yang juga melibatkan Ferdy Sambo.

Baca Juga: Peran Bripka RR dan Bharatu Prayogi yang Selamatkan Om Kuat dari Brigadir J, Senjata Api dan Pisau Jadi Bukti?

Fadil Imran juga banyak disorot di dalam dokumenter penembakan 6 laskar FPI di KM 50 jalan tol Jakarta-Cikampek yang diunggah oleh salah satu majalah nasional.

Di dalam dokumenter tersebut, terlihat Fadil Imran bersama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman yang kala itu masih menjabat sebagai Pangdam Jaya, dan mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan melakukan konferensi pers terkait kasus KM 50.

Melalui konferensi pers tersebut, Fadil Imran dan yang lainnya memperlihatkan senjata yang diduga digunakan laskar FPI untuk menyerang petugas kepolisian.

Berdasarkan kronologi yang dijelaskan Fadil Imran, keenam laskar FPI yang tewas sangat berbahaya dan merupakan laskar khusus yang bersenjata tajam.

Berlainan dengan Fadil, sopir derek di KM 50, Dedi Mardedi justru mengatakan bahwa keenam laskar masih hidup meski dua di antaranya mengalami luka tembak.

Baca Juga: Sidang Banding Digelar Hari Ini, Nasib Ferdy Sambo di Tangan Wakapolri Gatot Eddy Pramono

Fadil disebut-sebut memiliki peran penting dalam kasus ini. Ia diketahui sengaja mengundang Jenderal Dudung Abdurachman dalam konferensi pers tersebut.

Berdasarkan informasi yang beredar, hal itu dilakukan Fadil guna mendapatkan dukungan dari keluarga besar TNI dan masyarakat.

Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan keenam laskar FPI itu tidak perlu dibawa ke proses justisia lantaran tak bersalah.

Sebaliknya, menurut Refly Harun, yang seharusnya dibawa ke ranah hukum adalah pihak yang menguntit. Dalam hal ini adalah pihak kepolisian.

"Karena kalau kita bicara sebab musabab atau causa prima, maka causa prima-nya adalah proses penguntitan itu," kata Refly Harun.

Refly Harun menjelaskan, penguntitan merupakan tindakan mengawasi pergerakan orang lain secara tersembunyi.

Baca Juga: Profil Wakapolri Gatot Eddy Pramono Jenderal Bintang 3 yang Tentukan Nasib Ferdy Sambo di Sidang Etik Hari Ini

Karena itu, Refly Harun mempertanyakan sikap kepolisian yang menguntit mantan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab sejak berada di rumahnya di Sentul, Jawa Barat.

Padahal, kala itu Habib Rizieq belum berstatus sebagai tersangka dalam kasus tes swab RS UMMI Bogor maupun pelanggaran protokol kesehatan (prokes).

"Soalnya adalah apa alasan untuk menguntit Habib Rizieq, sementara dia bukan pelaku tindak kriminal dan masih berstatus sebagai saksi," ujarnya.

"Kalaupun kemudian dijadikan tersangka, itu hanya terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan yang ancaman hukumannya cuma setahun," lanjutnya.

Mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi itu juga mempertanyakan mengapa Habib Rizieq kemudian dijerat dengan Pasal 160 KUHP.

"Walaupun kemudian dikenakan Pasal 160, Rocky Gerung mengatakan ini logikanya dimana, logikanya sakit," tuturnya.

"Masa Habib Rizieq itu menghasut habib untuk menghadiri (perayaan) Maulid Nabi dan dikatakan itu menghasut untuk melakukan tindak pidana," kata Refly Harun menambahkan.

Ia memaparkan, ancaman hukuman bagi tindakan penghasutan hanya 1 tahun penjara.

Karena itu, ia mempertanyakan bagaimana bisa pelakunya diancam dengan hukuman 6 tahun penjara.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap Sosok 'Polisi Suci' Dimaksud Rocky Gerung untuk Diperiksa, Minta Usut Harta Kekayaannya

Kemudian, Refly kembali menyinggung kehadiran Dudung Abdurachman dalam konferensi pers kasus KM 50.

Menurutnya, hal itu tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seorang Panglima TNI.

"Lalu, yang ditembak ini bukan teroris dan juga kematiannya sampai sekarang masih menjadi misteri," ucapnya, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 18 September 2022.

Lebih lanjut, mantan Komisaris PT Jasa Marga itu mempertanyakan kronologi penembakan yang diungkap oleh Fadil Imran.

Menurutnya, apabila keenam laskar FPI itu memiliki senjata api, maka pakaiannya tidak mungkin akan bisa dilucuti.

Pasalnya, kata Refly Harun, mereka akan terlebih dulu menembak sebelum hal itu bisa terjadi.

"Ternyata faktualnya, menurut kesaksian dari film dokumenter, enam-enamnya masih hidup walaupun dua di antara mereka sudah sekarat karena soal tembak menembak. Tapi empat itu masih hidup dan dilucuti," ungkapnya.

"Jadi ketika mereka dilucuti, sama sekali tidak terlihat kalau ada senjata. Karena kalau ada senjata, mereka gak bisa dilucuti begitu saja, mereka akan balas menembak karena mereka segar bugar," sambungnya.

Karena itu, Refly Harun menilai aneh ketika tidak ada ledakan dari dalam mobil ketika mereka dilucuti.***

Baca Juga: Peran Fadil Imran Masih Tertutup Rapat, Polri Hanya Klarifikasi 2 Kapolda di Kasus Brigadir J: Sampai saat....

Editor: Siti Nurjanah

Sumber: Seputar Tangsel YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler