Buku Merah Trending Lagi di Twitter, 4 Fakta Ini Kuatkan Dugaan Kaitan Kasus Novel Baswedan dan Tito Karnavian

17 November 2022, 13:49 WIB
Buku Merah Trending Lagi di Twitter, 4 Fakta Ini Kuatkan Dugaan Kaitan Kasus Novel Baswedan dan Tito Karnavian /Kolase tangkapan layar YouTube Pesantren Ojolali dan Twitter @LagiBeTeAjj / Edit by Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO – Belum juga desas-desus perang bintang di tubuh Polri surut, kini skandal buku merah bergaung kencang di media sosial.

Buku merah yang pernah menyeret nama mantan Kapolri Tito Karnavian, kembali jadi perbincangan hangat publik.

Pasalnya, sampai saat ini, buku merah yang melibatkan Tito Karnavian itu, masih menjadi gunung es, dalam rangkaian kasus tak terpecahkan di tanah air.

Belum lagi banyak informasi yang menyebutkan jika keberadaan buku merah itu, ada kaitannya dengan penyiraman air keras kepada Novel Baswedan.

Baca Juga: Viral, Sosok 3 Wasit Wanita di Piala Dunia 2022 Qatar

Insiden penyerangan yang menimpa mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, telah menimbulkan bekas luka yang begitu dalam dan sulit untuk dihapuskan, pada mata kirinya. 

Sudah 5 tahun berlalu sejak insiden penyiraman air keras dialami Novel Baswedan, usai menunaikan ibadah sholat subuh di Mesjid.

Serangan yang terjadi pada 11 April 2017 silam, nyaris membuat mantan polisi yang berani mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap itu, buta permanen.

Dikutip dari kanal YouTube Pesantren Ojolali, Indonesialeaks pernah menemukan sebuah bukti rekaman CCTV, yang diduga akan sangat membantu dalam pengungkapan kasus tersebut.

Sebelumnya pada tanggal 17 Juli 2019, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh Tito Karnavian sebagai Kapolri di masa itu, telah merampungkan tugasnya.

Sayangnya, mereka ternyata tidak berhasil untuk menemukan pelaku, yang telah begitu berani melakukan penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Mereka justru menyimpulkan fakta bahwa penyerangan tersebut terjadi, sebagai buntut dari keterlibatan sang penyidik nomor satu KPK itu, di beberapa kasus besar.

Kala itu, ada 6 kasus yang diduga menjadi penyebab insiden penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan, yaitu :

1.Kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)

2.Kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar

3.Kasus mantan Sekjen MA, Nurhadi

4.Kasus korupsi Mantan Bupati Buol, Amran Batalipu

5.Kasus korupsi Wisma Atlet

6.Kasus penembakan pelaku pencurian sarang Burung Walet di Bengkulu

Kemudian, temuan TGPF ini ditelusuri oleh tim teknisi, yang berada di bawah pengawasan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, yang saat itu masih dijabat oleh Komjen Pol Idham Azis.

Baca Juga: Viral! Manchester United Copot Gambar Raksasa Ronaldo di Old Traford

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi sempat menyoroti kejanggalan dari temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Pasalnya, ada satu kasus besar yang sama sekali tidak disebutkan dalam kesimpulan kerja tim, padahal mungkin saja ada kaitannya dengan penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Kasus yang dimaksud adalah skandal buku merah, yang merupakan alat bukti penting dalam kasus suap Uji Materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang sedang disidik KPK.

“Apa yang disampaikan TGPF, tentang kasus-kasus yang pernah ditangani Novel, justru ada beberapa kasus penting yang tidak disebut. Termasuk kasus impor daging sapi, di mana ada dugaan penghilangan catatan dalam buku merah,” tulis pernyataan Zaenur Rahman, dari Pusat Kajian Anti Korupsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Beberapa fakta di bawah ini, semakin menguatkan dugaan adanya kaitan antara skandal buku merah, penyerangan terhadap Novel Baswedan, dan aliran dana ke Tito Karnavian.

1.Temuan Rekaman CCTV di Ruang Kolaborasi KPK.

Sebelumnya telah beredar rekaman CCTV, yang memperlihatkan detik-detik ketika penyidik KPK sedang merusak barang bukti buku merah tersebut.

Dalam video berdurasi 1 jam 48 menit itu, terlihat penyidik KPK Rufriyanto, Harun, Roland Ronaldy, dan 2 orang lainnya, tengah berada dalam sebuah ruangan.

Aksi yang terekam kamera CCTV di ruang kolaborasi tersebut terjadi tepatnya pada 7 April 2017.

Sebanyak 2 orang penyidik KPK dari unsur kepolisian, diduga berkomplot untuk merusak buku merah.

Roland Ronaldy dan Harun yang saat itu masih berstatus sebagai penyidik KPK, diduga sengaja mencoret beberapa bagian buku dengan tipp-ex, karena menuliskan nama Tito Karnavian.

Tak hanya mencoret, mereka juga merobek halaman dari buku merah, yang diduga tertulis nama dari Jenderal bintang empat itu.

Menurut informasi yang diungkapkan Indonesialeaks, buku merah itu berisi catatan keluar-masuknya uang, dari kasus dugaan suap yang dilakukan oleh pengusaha daging impor, Basuki Hariman, kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar.

Suap tersebut diduga ada kaitannya dengan Uji Materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Karena undang-undang tersebut akan menjadi penentu nasib dari para pengusaha importir daging, seperti Basuki Hariman.

Lebih jelasnya lagi, buku merah itu berisi catatan keuangan perusahaan milik Basuki Hariman, yang ditulis oleh staf keuangannya bernama Kumala Dewi.

Di buku tersebut, Kumala Dewi membuat rangkuman seluruh aliran dana dari CV. Sumber Laut Perkasa, kepada sejumlah pihak, termasuk pejabat publik.

Diduga, salah satu nama pejabat publik yang tercatat sebagai penerima aliran dana, adalah Jenderal Tito Karnavian, ketika masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. 

Indonesialeaks sudah pernah mencoba untuk mengonfirmasi perihal informasi tersebut kepada terduga yang bersangkutan, Tito Karnavian, pada tanggal 15 Agustus 2018.

Namun dirinya enggan untuk memberikan komentar, dan berkali-kali menyebutkan jika apa yang ditanyakan tersebut sudah dijawab oleh pihak Humas Polri.

Usai dirilisnya laporan yang dibuat oleh Indonesialeaks, pihak kepolisian lalu menyita buku merah itu, namun akhirnya kasus tersebut hingga kini tidak lagi ditelusuri lebih lanjut.

Oleh karena itu, saat TGPF membuat kesimpulan yang tidak mengaitkan antara buku merah dengan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, justru menjadi pertanyaan banyak pihak.

TGPF diduga sengaja mengabaikan hal tersebut, meski pihak korban, yakni Novel Baswedan, sudah pernah menyinggungnya secara terang-terangan, saat diperiksa oleh mereka.

Dari pihak Novel Baswedan sendiri menyebutkan bahwa, meski telah dilakukan penyelidikan selama 6 bulan, tim TGPF tidak menemukan satupun bukti baru yang dapat mendukung temuan tersebut.

Jadi, apa sebenarnya motif dari tim TGPF hingga memilih untuk mengabaikan temuan tersebut?

“Ketika saya membaca atau mendengarkan rilis, disampaikan 6 kasus yang mereka katakan bahwa itu terkait dengan penyerangan kepada diri saya, maka saya katakan itulah conflict of interest. Kenapa? Karena tadi yang saya katakan bahwa tim ini kan terafiliasi dengan Polri sendiri, dan yang memeriksa adalah pak Kapolri (Tito Karnavian),” ucap Novel Baswedan, dikutip Teras Gorontalo dari kanal YouTube Pesantren Ojolali, Kamis 10 November 2022.

Jika menilik dari apa yang dikatakan oleh mantan penyidik terbaik KPK ini, maka dugaan adanya benturan kepentingan dalam pengungkapan skandal buku merah, makin menguat.

Apalagi kemudian upaya pengungkapan skandal terhenti, setelah alat bukti disita oleh kepolisian, berdasarkan surat ketetapan dari pengadilan.

2.Novel Baswedan Bertemu Tito Karnavian Sebelum Disiram Air Keras

Selain dugaan keterkaitan nama besar Tito Karnavian dalam skandal buku merah, ada juga fakta lain yang menguatkan tudingan tersebut. 

Di mana, adanya pertemuan yang terjadi antara pria yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri itu, dengan Novel Baswedan.

Berdasarkan temuan fakta, seminggu sebelum Novel Baswedan diserang dengan menggunakan air keras, dia sempat bertemu dengan Tito Karnavian.

Pertemuan tersebut terjadi pada tanggal 4 April 2017, di rumah dinas Tito Karnavian, yang merupakan inisiatif dari Novel Baswedan sendiri.

Tujuan kedatangannya adalah untuk menjelaskan posisi KPK dalam investigasi skandal buku merah, kepada sang Jenderal, dan dilakukan sudah atas izin dari pimpinannya.

“Ya memang sebelum saya diserang, saya pernah bertemu dengan pak Kapolri, dan ada beberapa orang lain di sana. Pertemuan itu lebih untuk mengklarifikasilah, karena pada dasarnya kan di KPK bekerja dengan objektif dan lain-lain. Tidak ada hal yang sifatnya men-target orang dan lain-lain,” ungkap Novel Baswedan.

“Cuma memang ada orang tertentu di oknum Polri, yang menghembuskan isu, bahwa seolah-olah saya sedang memimpin suatu Satgas, untuk men-target pak Tito,” sambungnya.

Menurut Novel Baswedan, isu tersebut sengaja dihembuskan dan sepertinya Tito Karnavian sendiri sempat mempercayai hal tersebut.

“Saya kira kan itu ngawur, ya. Saya rasa ngawur. Cuma itu jadi dagangan dalam pembicaraan. Dan saya meyakini waktu itu pak Tito mengira itu benar. Oleh karena itu, bisa jadi itu menjadi salah satu motif, ya. Cuma sekali lagi, saya tidak tertarik untuk bicara motif, ya,” jelas Novel Baswedan.

Selain itu, dia juga ternyata diketahui bukan merupakan bagian dari tim yang menyelidiki perihal buku merah tersebut.

3.Laptop Berisi Dokumen Buku Merah Dicuri

Lebih lanjut lagi, fakta ketiga yang semakin menguatkan keterkaitan antara skandal buku merah dengan penyerangan terhadap Novel Baswedan, adalah perampasan alat bukti lain.

Di hari yang sama saat Novel Baswedan bertemu dengan Tito Karnavian, seorang penyidik KPK bernama Surya Tarmiani mendapat musibah.

Dia dijambret, saat turun dari sebuah taksi yang ditumpanginya, di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan.

Di mana barang-barang yang hilang dari tas yang diambil adalah laptop, ponsel, serta identitas diri.

Laptop yang raib itu sendiri ternyata berisi dokumen penting terkait kasus suap Uji Materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta buku merah yang tengah diselidikinya.

Kemudian 2 tahun setelahnya, tepatnya tanggal 9 April 2019, penyidik Roland Ronaldy membuat Berita Acara Pemeriksan (BAP), dengan cara memanggil Kumala Dewi, terkait buku merah.

Padahal sebelumnya, Surya Tarmiani sudah selesai melakukan penyidikan terhadap yang bersangkutan.

Dalam BAP Surya, diketahui ada sebanyak 68 aliran dana, yang tercatat dengan sangat jelas di buku merah tersebut, dan 9 di antaranya diduga mengalir kepada Tito Karnavian.

Sementara di sisi lain, setelah dilakukan penyidikan ulang oleh Roland Ronaldy, BAP terkait 68 aliran dana tersebut, tidak disebutkan.

Bahkan setelah persidangan dilangsungkan pun, BAP pertama hasil pemeriksaan Surya Tarmiani ini tidak dihadirkan dalam persidangan.

Pun perihal kasus perusakan barang bukti, juga tidak pernah diangkat selama persidangan berlangsung.

4.Surat Kaleng untuk Pimpinan KPK

Sebuah surat kaleng sempat dilayangkan untuk Pimpinan KPK, yang mengungkapkan insiden kasus perusakan barang bukti buku merah, oleh penyidik KPK dari unsur kepolisian. 

Dari salinan digital yang diterima oleh Indonesialeaks, terlihat setidaknya ada 15 halaman buku merah yang sudah dirobek.

Halaman-halaman dari buku tersebut tak lagi berurutan, dan ada beberapa tulisan dalam buku yang seolah-olah telah di tipp-ex sebelumnya.

Atas tindakan perusakan barang bukti yang dilakukan oleh Roland Ronaldy dan Harun, keduanya mendapat sanksi tegas, yaitu diberhentikan dari KPK dan dikembalikan ke Institusi Polri, terhitung mulai 13 Oktober 2017.

Kasus perusakan buku merah tersebut lalu ditangani oleh polisi, namun sayangnya menurut hasil penyidikan, kedua anggota polisi itu dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan pelanggaran.

Alih-alih mendapatkan sanksi dari Mabes Polri, keduanya justru malah dipromosikan.

Roland Ronaldy naik jabatan menjadi Kapolres Cirebon, sementara Harun mendapat kesempatan untuk mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah Polri.***



Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube Pesantren Ojolali

Tags

Terkini

Terpopuler