RKUHP SEGERA SAH, Ini Alasan Perumusan Pasal Kohabitasi, Natalius Pigai: Kumpul Kebo!

2 Desember 2022, 06:49 WIB
RKUHP SEGERA SAH, Ini Alasan Perumusan Pasal Kohabitasi, Natalius Pigai: Kumpul Kebo! /Tangkapan layar YouTube ILC/edited Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO – Rumusan RKUHP yang baru akan segera di sahkan, Pasal kohabitasi masih tetap dipertahankan dalam rumusan.

Hal itu kemudian kembali ditegaskan oleh Albert Aries selaku Tim Sosialisasi RKUHP Kemenkumham RI ketika menjadi narasumber di Indonesia Lawyers Club.

Mantan Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigai lantas menyebut jika pasal kohabitasi ini sebenarnya adalah kumpul kebo.

Baca Juga: TERUNGKAP! Berikut Daftar Nama Mahasiswa Unila Diduga Titipan Pejabat Negara ke Rektor

“Orang kampung kalau anda survey, itu 95 persen termasuk kami yang ada didalam sini, tidak mengerti ap aitu yang dimaksud dengan kohabitasi,” ucap Natalius Pigai seperti yang dikutip Teras Gorontalo dari kanal YouTube ILC pada 1 Desember 2022.

Natalius Pigai menyebut jika kohabitasi ini adalah kumpul kebo, yang dimana laki-laki dan perempuan tinggal serumah dan hidup layaknya suami istri tanpa ikatan perkawinan.

Apa yang dimaksud dengan kohabitasi?

Albert Aries sebagai Tim Sosialisasi RKUHP Kemenkumham RI kemudian menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud dengan kohabitasi dan bagaimana itu dirumuskan dalam RKUHP yang baru.

“Perumusan pasal yang digunakan dalam kohabitasi itu adalah hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan,” jelas Albert.

Baca Juga: LINK Video Film Horor Qorin FULL HD yang Viral di TikTok

RKUHP akan segera disahkan, namun tak sedikit yang masih menentang terkait perumusan pasal kohabitasi.

“Kohabitasi itu menjadi suatu yang tercela disebagian kalangan masyarakat tertentu,” ucap Albert.

Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam, memang dikaruniai oleh tuhan yang maha esa yang dimana setiap daerah memiliki katakteristik yang berbeda-beda.

“nah oleh karena itu, jalan tengahnya adalah, kita menjadikan itu sebagai delik aduan,” lanjut Albert.

Albert juga melanjutkan bahwa dalam penjelasan bahwa dengan berlakunya pasal kohabitasi ini maka semua peraturan perundang-undangan di bawah KUHP yang berkaitan dengan kohabitasi atau yang mengatur perbuatan yang sama, dinyatakan tidak berlaku.

“Kalau tidak ada pengaduan, tidak ada lagi orang punya alasan untuk mengerebek karena itu konteksnya delik aduan,” ucapnya.

Hal ini dirumuskan denga tujuan agar tidak ada pihak yang nantinya bisa main hakim sendiri.

Selanjutnya aduan itu berlaku bagi mereka yang terikat dalam perkawiman, dalam hal ini suami istri.

Sedangkan bagi mereka yang tidak terikan dalam perkawinan, yang bisa melapor adalah keluarga dekat yang ikut merasa dirugikan seperti misalnya orang tua atau pun anak.

Baca Juga: Satu Nakama Luffy Akan Mati Saat Bertarung Melawan Teach, Siapa ?

“Ini adalah jalan tengah,” tutur Albert menanggapi.

Albert sendiri mengaku tidak mudah untuk menyusun RKUHP di negeri yang multi religi, multi etnis dan multi kultur.

“Tetapi jika ini dihilangkan

Ketika Prof. Musni Umar menganggap pasal kohabitasi dianggap rumusan yang tak masuk akal, Albert selaku Tim Sosialisasi RKUHP Kemenkumham RI kembali menegaskan jika perumusan pasal kohabitasi ini adalah jalan tengah.

Musni Umar mengatakan jika pasal kohabitasi ini berbahaya karena bisa menimbulkan keresahan sehingga orang bisa main hakim sendiri karena kohabitasi atau kumpul kebo seakan dibolehkan undang-undang.

Albert kemudian menegaskan bahwa rumusan pasal kohabitasi ini sama sekali tidak membolehkan kumpul kebo, akan tetapi pasal kohabitasi ini justru melarang adanya kumpul kebo.

“Tetapi hak untuk menuntut proses hukum, itu dibatasi undang-undang,”

Albert menegaskan, soal respon masyarakat terhadap kohabitasi atau kumpul kebo ini sangat berbeda dengan perumusan dalam pasalnya.

“Tolong jangan dicampur adukkan,” tutur Albert.

Menurutnya respon masyarakat dan tujuan perumusan pasal kohabitasi ini adalah dua hal yang sangat berbeda.

Albert kembali menegaskan bahwa perumusan pasal ini adalah jalan tengah.

Sebelumnya diketahui bahwa larangan hubungan diluar penikahan menjadi salah satu yang sangat menyita perhatian.

Pasalnya banyak kalangan yang merasa bahwa aturan yang ada dalam RKUHP sebelumnya telah banyak membatasi HAM seseorang.

Sementara dalam kehidupan bermasyarakat yang multi kultur seperti Indonesia ini, ada beberapa golongan yang berbeda, faktanya juga memiliki respon yang berbeda.

Sehingga perumusan pasal kohabitasi ini menjadi jalan tengah, bukan untuk membolehkan kumpuol kebo, akan tetapi Albert menjelaskan perumusan ini justru untuk menekan angka kriminalitas dengan main hakim sendiri dan juga hak pelapor yang masuk dalam kategori pemilik delik juga terarah dan dijamin oleh konstitusi.***

 

Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube ILC

Tags

Terkini

Terpopuler