Kumpul Kebo di RKUHP Hanya Berlaku Pada Pasangan Lawan Jenis, Lalu Bagaimana dengan LGBT ?

7 Desember 2022, 09:16 WIB
Kumpul Kebo di RKUHP Hanya Berlaku Pada Pasangan Lawan Jenis, Lalu Bagaimana dengan LGBT ? /Ilustrasi: Pixabay/

TERAS GORONTALO – RKUHP telah resmi disahkan lewat rapat Paripurna yang digelar DPR RI pada Selasa, 6 Desember 2022.

Meski telah disahkan secara resmi oleh DPR RI namun masih ada beberapa rumusan pasal yang dianggap sebagai pasal karet.

Salah satu dari beberapa pasal dalam RKUHP yang baru, yang dianggap sebagai pasal karet adalah rumusan pasal kohabitasi atau kumpul kebo.

Baca Juga: BUSET! KTM Rilis Motor Sport Memiliki Teknologi MoGP Pabrikan Produksi 200 Unit, Intip Harganya

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia tidak mengenal gender ketiga.

Jika rumusan pasal kohabitasi hanya berlaku pada kaum heteroseksual, lantas bagaimana dengan LGBT?

Rumusan pasal kohabitasi hanya mampu menjerat pasangan yang memiliki jenis kelamin berbeda.

Namun di Indonesia, meskipun undang-undang tidak mengakui adanya gender ketiga, namun tak sedikit juga kaum LGBT.

Bagaimana jika yang kumpul kebo sama-sama laki-laki atau sama-sama perempuan?

“RKUHP itu dalam konteks pasal perzinakan dan kohabitasi itu netral terhadap gender,” jawab Albert Aries selaku Tim Sosialisasi RKUHP Kementerian Hukum dan HAM RI, seperti yang dikutip Teras Gorontalo dari siaran kanal YouTube ILC.

Baca Juga: Banting Harga! Naked Bike Bajaj Pulsar 200NS 2023 Dipasarkan Rp20 Juta? Pabrikan India Beri Kejutan

Albert menerangkan bahwa konteks daripada rumusan pasal kohabitasi ini adalah antara perempuan dan laki-laki.

“Selebihnya kalau konteks itu dilakukan terhadap anak (meski sesama jenis), itu jelas kejahatan,” tambahnya.

Albert menyampaikan bahwa dalam pidana agar jangan menggunakan analogi.

“Ngak usah bikin asumsi yang tidak-tidak,” ucapnya.

Albert mengatakan jika itu untuk bersimulasi dan menafsirkan boleh , asal jangan beranalogi.

“Pasal itu ga ada kaitannya sama LGBT,” jelas Albert.

 Sementara Natalius Pigai, Mantan Komisioner Komnas HAM RI, menilai jika rumusan pasal kohabitasi ini adalah bentuk diskriminatif terhadap kaum heteroseksual.

Hal itu karena dalam rumusan RKUHP yang baru, Batasan antar hubungan laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama diluar ikatan pernikahan diatur.

Baca Juga: Ketika Ferdy Sambo Makin Terpojok, Bharada E Bongkar Fakta Baru, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf Berbohong?

Sementara larangan kumpul kebo antara sesama laki-laki atau sesama perempuan tidak diatur sama sekali.

“Artinya apa, artinya apa? Negara membolehkan (kumpul kebo kaum LGBT),” ucap Natalius.

Menanggapi hal itu, Albert Aries kemudian membantah dengan tegas apa yang disampaikan oleh Natalis Pigai.

“Dalam pasal perzinahan atau pasal kohabitasi, itu merujuk pada UU 1 tahun 74,” tutur Albert.

Albert lebih menegaskan dalam merujuk UU no 1 tahun 74 itu, sebagaimana adagium juga bahwa hukum pidana itu harus berhenti seketika diruang private (kamar).

“Kecuali kalau ada yang keberatan ya itu, suami atau istri atau orang tua dan anak,” jelasnya.

Baca Juga: Akhirnya Pengakuan Ferdy Sambo Soal Si Cantik, Perempuan Menangis yang Disebut Bharada E di Sidang Terkuak

Albert mengatakan agar jangan berasumsi.

Hukum pidana tidak diatur di ruang private, akan tetapi diatur diruang public, oleh karena itu rumusan pasal kohabitasi atau kumpul kebo ini dijadikan delik aduan.

Yang dimana suami atau istri yang merasa dirugikan dengan perbuatan perzinahan ini bisa membuat aduan pidana.

“Itukan tujuan untuk melindungi Lembaga perkawinan yang memang dihormati oleh agama,” jelasnya.

Oleh karena itu Albert menegaskan bahwa rumusan pasal kohabitasi dalam RKUHP ini netral dari LGBT karena merujuk pada UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Yang dimana kita ketahui bersama bahwa dalam aturan perundang-undangan, Indonesia tidak mengenal gender ketiga.***

Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube ILC

Tags

Terkini

Terpopuler