Tewas Karena Ditabrak Dan Malah Jadi Tersangka, BEM UI: Bukti Bobroknya Kepolisian

29 Januari 2023, 17:12 WIB
Tewas Karena Ditabrak Dan Malah Jadi Tersangka, BEM UI: Bukti Bobroknya Kepolisian /Tangkap Layar Instagram @bemui_official/

TERAS GORONTALO - Kasus penabrakan Hasya, salah satu mahasiswa UI mencuat ke publik.

Kasus yang dilaporkan sejak tanggal 07 Oktober 2022 itu ramai kembali akibat ditetapkannya korban sebagai tersangka oleh kepolisian.

Hal ini kemudian membuat pihak keluarga dan BEM UI merasa tidak adil.

Dari unggahan di akun Instagram resmi BEM UI @bemui_official, mereka menggugah postingan protes atas keputusan kepolisian terkait kasus Hasya.

Baca Juga: Pamer Kemesraan Agnes Monica dan Bright Aktor Thailand Resmi Pacaran? Netizen: Ini Baru Cocok

Postingan tersebut memuat sampul bertuliskan "#kamibersamahasya, meninggalnya mahasiswa UI dan bukti bobroknya kepolisian".

Postingan tersebut di unggah pada tanggal 28 Januari 2023 kemarin.

Selain itu, BEM UI juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), untuk segera menyelesaikan kasus Hasya dengan seadil-adilnya.

Dalam unggahan tersebut juga BEM UI juga mengecam bebagai upaya memutar balikkan fakta, rekayasa kebenaran dan kesewenang-wenangan aparat kepolisan dalam menghadirkan keadilan bagi Hasya dan keluarganya.

Berikut unggahan BEM UI

Pada Kamis 6 Oktober 2022, di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa telah terjadi kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Mohammad Hasya Athallah Saputra (Hasya), Mahasiswa FISIP UI.

Pada hari itu, Hasya terlindas oleh sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh eks Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono.

Baca Juga: Viral Mahasiswa UI Tewas dan Jadi Tersangka, BEM UI Unggah Postingan Seperti ini Untuk Kasus Hasya

Pada kasus ini, Hasya yang telah meninggal dunia dijadikan sebagai tersangka, dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan dirinya meninggal dunia. 

Selain itu, secara tiba-tiba pada Selasa, 17 Januari 2023 Polres Jakarta Selatan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang pada intinya menyatakan penghentian penyidikan akibat tersangka dalam tindak pidana tersebut telah meninggal dunia.

Pada posisi ini, Hasya yang merupakan korban dalam tindak pidana tersebut dijadikan sebagai tersangka sedangkan terduga pelaku tidak dijadikan tersangka.

Dengan demikian, Polres Jakarta Selatan memposisikan Hasya meninggal dalam Laka tunggal, bahkan terduga pelaku yang secara sadar menolak membantu memberikan pertolongan saat kecelakan terjadi tidak diberikan proses hukum apapun. 

Kronologi Kejadian

Hari Kamis 6 Oktober 2022 , Hasya bersama beberapa temannya mengikuti pertandingan esport bertempat di FISIP UI, dan memenangi pertandingan tersebut.

Setelahnya, Hasya bersama beberapa temannya memutuskan untuk pergi ke indekos salah satu temannya. 

Dikarenakan pintu akses keluar UI melalui kukusan ditutup, maka Hasya bersama temannya menggunakan akses jalan lain yaitu melalui Jalan Srengseng Sawah.

Hasya mengendarai motor dengan posisi beriringan dengan motor temannya. 

Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat.

Secara reflek, Hasya mengelak kemudian mengerem mendadak sehingga motor Hasya jatuh ke sisi kanan. 

Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh Eko Setio Budi Wahono, seorang pensiunan polisi, mantan Kapolsek Cilincing (Terduga Pelaku) pun melintas, dan melindas Hasya. 

Tidak lama setelah kejadian, salah seorang yang berada di TKP mendatangi Terduga Pelaku dan meminta agar Terduga Pelaku membantunya untuk membawa Hasya, ke rumah sakit, namun Terduga Pelaku menolaknya. 

Akibat hal tersebut, Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Tidak lama setelah Hasya tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia. 

Baca Juga: Prahara Build Jakapan Aktor Thailand Film KinnPorsche Terlilit Sejumlah Skandal dengan Sang Penulis Poi

Orangtua Hasya kemudian membawa Hasya ke RS lain untuk dilakukan visum, dan membayar sebesar hampir Rp. 3.000.000,(tiga juta rupiah).

Namun, pihak rumah sakit tidak mau memberi kwitansi atas pembayaran biaya visum tersebut.

Hingga hari ini, hasil visum juga tidak diberikan ke keluarga meski visum dilaksanakan atas permintaan keluarga. 

Hari Jumat 7 Oktober 2022 orangtua Hasya mendatangi Polres Jaksel, yang kemudian memperoleh informasi sudah ada LP yang dibuat atas inisiatif polisi yaitu Nomor: LP/A/585/ X/2022/SPKT SATLANTAS POLRES METRO Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022 (LP 585). 

Namun, orang tua Hasya tetap ingin membuat laporan polisi tersendiri, yang kemudian diterima dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan No. 1497.X/2022/LLJS (LP 1497). 

Namun, hingga saat ini, LP 1497 tersebut tidak ditindaklanjuti Polisi.

Sebaliknya, terhadap LP 585 telah ditindaklanjuti oleh pihak Polres Jaksel meski terdapat beberapa hal yang dilaksanakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Dikarenakan terdapat beberapa kejanggalan dalam proses Penyelidikan Polisi di Polres Jaksel, Tim Kuasa Hukum Keluarga Hasya mengirimkan surat Gelar Perkara Khusus tanggal 13 Januari 2023, yang diterima oleh Polres Jaksel di hari Senin 16 Januari 2023.

Selanjutnya, tiba-tiba pada Selasa 17 Januari 2023, dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), perkara Kecelakaan Lalu Lintas No.

B/42/1/2023/LLJS, tanggal 16 Januari 2023, yang di dalamnya dilampirkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No.

B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023, pada intinya menyatakan penghentian LP 585 dihentikan karena tersangka dalam tindak pidana tersebut telah meninggal dunia. 

Hari Selasa (17/1/2023) malam, Polres Jaksel kembali mengirimkan SP2HP kepada keluarga Hasya. Perbedaannya adalah, SP2HP yang diterima di sore hari oleh keluarga belum terdapat stempel Satlantas Polres Jaksel.

Sementara yang malam hari, SP2HP itu sudah dibubuhi stempel Satlantas Polres Jaksel. 

Kasus ini kembali menggambarkan bagaimana Institusi POLRI kembali merobohkan sistem hukum yang ada secara sewenan-wenang.

Berdasarkan Pasal 77 KUHP, memang kewenangan menuntut pidana dapat dihapus jika yang tertuduh meninggal dunia.

Namun hal ini bukan berarti dapat ditetapkan status tersangka pada korban yang telah meninggal dunia, apalagi untuk dapat menerbitkan SP3.

Belum lagi, ada dugaan bahwa kebusukan ini dirangkai sedemikian rupa oleh karena berkaitan dengan fungsionaris POLRI. 

Sudah banyak contoh, bahwa kasus yang beririsan dengan Institusi POLRI selalu ditutup-tutupi, korban maupun keluarganya mengalami intimidasi, hingga penyelesaiannya yang semau mereka sendiri.

Mulai dari kasus Sambo, Tragedi Kanjuruhan, dan masih banyak lagi.

Hal ini juga kembali terjadi pada kasus Alm. Hasya, mulai dari diajak untuk berdamai dengan alasan “posisi Alm. Hasya lemah" dalam kasus, orang tua Hasya yang sempat dilarang didampingi oleh kuasa hukum, hingga dugaan adanya intimidasi. 

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Marcus Priyo Gunarto turut menanggapi perihal peristiwa tersebut

"Masalah tidak dipidananya pengendara mobil adalah masalah lain, karena harus berdasarkan pada kesalahan, yaitu  kepatutan pengendara mobil saat kejadian, apakah sudah berhati-hati  dalam mengendarai mobil dalam kondisi hujan, jalan licin, keadaan gelap, lampu penerangan yang cukup, kecepatan wajar dan fungsi rem berjalan baik"kata Marcus dilansir dari Tribrata News.

Oleh sebab itu, Prof Marcus menjelaskan bahwa SP3 yang diterbitkan Ditlantas Polda Metro Jaya terhadap pengemudi mobil.  "Karena tidak cukup bukti sebetulnya tidak masalah. Karena tujuan SP3 adalah memberikan kepastian hukum,"kata dia.

Sebelumnya  Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menyebut tewasnya mahasiswa UI, Muhammad Hasya Atallah Saputra karena kelalaiannya sendiri bukan orang lain.

Artinya polisi memastikan bahwa kematian Hasya bukan karena pengemudi mobil yang merupakan pensiunan Polri.

"Karena kelalaiannya korban dalam mengendarai sepeda motor sehingga nyawanya hilang sendiri. Jadi yang menghilangkan nyawa nya karena kelalaiannya sendiri bukan kelalaian pak Eko (pensiunan Polri pengendara Pajero)," ujarnya kepada wartawan, Jumat, 27 Januari 2023.

Latif menjelaskan berdasarkan hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi, saat itu Hasya mengemudikan sepeda motornya dengan kecepatan 60 kilometer per jam.

Lalu ada kendaraan didepannya yang tiba-tiba belok ke kanan mendadak.

Hal tersebut membuat Hasya tidak bisa mengendalikan kendaraannya dan terjatuh ke kanan jalan.

"Bersamaan dengan itu ada kendaraan yang dinaiki saksi yaitu Pak Eko. Pak Eko sudah tidak bisa menghindar," tuturnya.

Menurutnya saat itu Eko yang memang berada di jalurnya sudah tidak mungkin menghindar meski sudah membanting stir ke kiri.

"Dengan jarak yang kita hitung tidak bisa pak eko dengan refleks itu menghindar. Meskipun pak Eko katanya sempat banting ke kiri tapi tak ada cukup ruang untuk menghindari kecelakaan," ucapnya.***



Editor: Viko Karinda

Tags

Terkini

Terpopuler