Heboh Surat Divpropam Sebut Kabareskrim Terima Suap Rp 6 Miliar, Refly Harun : Ada Taktik Saling Sandera

- 19 November 2022, 06:05 WIB
Heboh Surat Divpropam Sebut Kabareskrim Terima Suap Rp 6 Miliar, Refly Harun : Ada Taktik Saling Sandera
Heboh Surat Divpropam Sebut Kabareskrim Terima Suap Rp 6 Miliar, Refly Harun : Ada Taktik Saling Sandera /Kolase foto Twitter @Mduniverse2, @JohnDamanik0408, @fl0werbe4n_ dan @HambaAllah_411 / Edit by Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO – Baru-baru ini, media sosial digemparkan dengan kemunculan Surat Divpropam, tentang kasus dugaan suap Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.

Surat tersebut merupakan hasil penyelidikan dari Divpropam Polri terhadap Kabareskrim Agus Andrianto, dalam dugaan penerimaan suap.

Tak tanggung-tanggung, isi surat itu menyebutkan Kabareskrim telah menerima uang sejumlah Rp 2 miliar mulai dari bulan Oktober, November dan Desember 2021, dalam bentuk dollar Amerika.

Uang tersebut diketahui berasal dari hasil pengepulan batubara atau penambangan batubara secara ilegal.

Sebelumnya, publik memang sempat dihebohkan dengan informasi yang terlontar dari mulut Ismail Bolong, terkait dugaan suap senilai Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Polri.

Tak hanya menyeret nama Agus Andrianto, namun Ismail Bolong juga turut menyebutkan nama mantan Karo Paminal Div Propam Polri, Hendra Kurniawan.

Usai membuat heboh publik dengan mengatakan telah menyuap Kabareskrim Polri, Ismail Bolong kemudian membuat lagi video baru, yang berisi klarifikasi.

Dalam video klarifikasi tersebut, mantan anggota Polri dengan pangkat Aipda itu mengatakan jika dirinya diancam oleh Hendra Kurniawan, agar membuat pernyataan terkait aliran dana sejumlah Rp 6 miliar, kepada Agus Andrianto.

Selain menyebutkan jika dirinya diancam, Ismail Bolong juga menyampaikan permintaan maafnya karena telah mencemarkan nama Kabareskrim Polri.

Pun dia juga mengklaim bahwa dirinya sama sekali tidak mengenal, siapa Kabareskrim Polri yang masih menjabat sampai saat ini.

Sikap Ismail Bolong itu tentu tidak serta merta membuat publik percaya bahwa video pertama yang viral itu ternyata hasil rekayasa semata.

Karena hingga saat ini, publik masih menggaungkan pemeriksaan agar dapat dilakukan terhadap informasi sekecil apapun, terutama jika terkait dugaan suap oleh pejabat publik.

Dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, belum juga reda kehebohan publik akibat informasi dari Ismail Bolong, kini sebuah surat dari Divpropam Polri, kembali membuat bumi Indonesia terguncang.

Surat laporan hasil penyelidikan Divpropam Polri itu bernomor : R/1253/IV/WAS.2.4/2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022, yang menyebut nama Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto tersebut, ternyata ditujukan untuk Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Dapat dilihat jika surat laporan hasil penyelidikan dari Divpropam itu, dilengkapi dengan kop resmi milik Mabes Polri, dan ditandatangani oleh Ferdy Sambo, yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Surat yang secara terang-terangan mencantumkan nama Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto itu, diawali dengan laporan informasi bernomor : RILI-5/l/2022/Ropaminal tanggal 24 Januari 2022.

Dari laporan informasi itulah, baru kemudian Kadiv Propam Polri menerbitkan Surat Perintah, dengan nomor : Sprin/246/l/Huk.6.6/2022, tanggal 24 Januari 2022.

Untuk selanjutnya, berdasarkan Surat Perintah, dilakukan penyelidikan, dalam rangka memeriksa laporan informasi yang diterima sebelumya.

“Sehubungan dengan rujukan di atas, disampaikan kepada Jenderal bahwa Divpropam Polri telah melaksanakan penyelidikan adanya penambangan batubara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur yang diduga dibekingi dan dikoordinir oleh oknum anggota Polri dan Pejabat Utama Polda Kaltim,” demikian bunyi surat laporan hasil penyelidikan.

Dalam surat itu, juga disebutkan jika Divpropam mendapatkan temuan terkait pelanggaran atau penyimpangan, yang dilakukan oleh oknum anggota Polri dan Pejabat Utama di Polda Kaltim.

Selain itu, surat tersebut juga memaparkan sejumlah fakta, terkait keberadaan tambang ilegal, di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur.

Nama Ismail Bolong pun turut tercantum di surat yang sama, di mana saat itu masih bertugas sebagai anggota Polri dengan pangkat Aiptu.

Dituliskan dalam surat itu bahwa Ismail Bolong telah memberikan uang ke Bareskrim Polri, sebagai bentuk koordinasi atas aktivitas ilegal yang dia lakukan.

Uang tersebut diduga diserahkan lewat Kombes Pol Budhi Haryanto, yang ketika itu masih menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter.

“Uang diserahkan sebanyak 3 kali. Yaitu pada Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp 3.000.000.999 setiap bulan, untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim Polri. Selain itu juga, memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Agus Andrianto, selaku Kabareskrim Polri secara langsung, di ruang kerja Kabareskrim Polri, dalam bentuk USD (Dollar AS) sebanyak 3 kali. Yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 senilai Rp. 2.000.000.000 setiap bulannya,” tulis isi surat tersebut.

Dijelaskan pula bahwa Kombes Pol Budhi Haryanto yang saat ini menjabat sebagai Kapolrestabes Makassar itu, ternyata mengenal para pengusaha tambang ilegal, yang berada di wilayah hukum Polda Kaltim itu.

Selain itu, ada juga uang koordinasi yang diperuntukan dalam memenuhi kebutuhan operasional setiap bulan, di antaranya senilai Rp 800 juta digunakan saat ada kunjungan dari pimpinan besar.

“Dari Ismail Bolong menerima uang koordinasi antara Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 700.000.000 setiap bulan. Total uang diterima sekitar Rp.3.000.000.000 sampai dengan Rp.5.000.000.000. Serta pernah menghadapkan Aiptu Ismail Bolong kepada Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri sebanyak 3 kali,” bunyi tulisan dalam laporan penyelidikan tersebut.

Lebih lanjut lagi, dalam surat itu juga dijelaskan bahwa selama menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter, Budhi Haryanto tidak pernah turun langsung melakukan penindakan terhadap penambangan batubara ilegal, di provinsi Kaltim.

Alasannya sendiri adalah karena ada kebijakan dari atas, atau dalam hal ini Dirtipidter Bareskrim Polri.

“Brigjen Pol Pipit Rismanto, Dirtipidter Bareskrim Polri mengenal Aiptu Ismail Bolong dari adanya surat Dumas (Pengaduan Masyarakat, Red) yang diduga bekerja di wilayah kawasan hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya. (Aiptu Ismail Bolong bukan pemilik PKP2B dan tidak ada kerjasama). Tidak melakukan penindakan dikarenakan mendapat informasi dari Kombes Pol Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Pol Agus Andrianto Kabareskrim Polri,” jelas isi surat laporan hasil penyelidikan Divpropam tersebut.

Sebelumnya dalam sebuah video yang menjadi viral di media sosial, Ismail Bolong menyebutkan perihal setoran dari tambang ilegal kepada pejabat tinggi Polri.

Dalam video tersebut, dia menjelaskan bahwa dia telah melakukan koordinasi dengan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, terkait aktivitas tambang ilegal yang dia lakukan.

Dari penambangan tersebut, dia pun mendapatkan keuntungan mulai dari Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar, tiap bulannya.

Selain itu, dari hasil tambang ilegal, dia pun kemudian menyetorkan sejumlah uang kepada Kabareskrim Polri, Agus Andrianto.

Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.

Akibat 'nyanyian' yang dilantunkan Ismail Bolong, isu perang bintang di tubuh Polri mulai mencuat.

Nama Ferdy Sambo pun ikut terseret dalam kaitannya pada kasus tambang ilegal, sebagai buntut isu perang bintang di tubuh Polri.

Akan tetapi tak lama kemudian Ismail Bolong mencabut testimoninya sendiri.

Dia lalu membuat video klarifikasi, yang berisi permintaan maaf kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, atas berita yang beredar.

Selain itu dalam video yang sama, Ismail Bolong juga menyebutkan bahwa dirinya tidak mengenal siapa Kabareskrim Polri.

Jangankan memberikan uang miliaran rupiah, dia sendiri justru tidak pernah sekalipun menjalin komunikasi dengan Agus Andrianto.

Yang lebih mengejutkan lagi, dia lantas mengaku jika dirinya mendapat tekanan dari Hendra Kurniawan, yang adalah mantan Karo Paminal Divpropam Polri.

Namun belakangan, muncul informasi yang menyebutkan jika orang yang telah menekan Ismail Bolong diduga adalah Kombes berinisial YU.

Menko Polhukam Mahfud MD sendiri juga sempat menyebutkan bahwa isu perang bintang telah merebak, usai viralnya pengakuan Ismail Bolong.

Menurutnya, para petinggi berpangkat bintang, satu per satu mulai membuka kartu truf yang mereka miliki.

Sehingga akan lebih baik jika hal tersebut segera dituntaskan, tentunya dengan cara mencari tahu akar pokok masalahnya. 

Mabes Polri Punya Agenda Bahas Tambang Ilegal.

Usai KTT G20, Benny Mamoto selaku Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebutkan jika Mabes Polri telah menyusun agenda untuk membahas soal tambang ilegal.

Apalagi kali ini, ada nama baik dari Kabareskrim Polri, yakni Komjen Pol Agus Andrianto, yang menjadi sorotan, akibat ucapan Ismail Bolong.

Benny Mamoto menjelaskan bahwa pihaknya telah menggenggam Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divpropam Polri, terkait kasus tambang ilegal di Kaltim,  yang diduga menyeret sejumlah perwira polisi.

Kendati demikian, dia menegaskan bahwa Kompolnas masih dalam proses pendalaman dan tetap melakukan koordinasi dengan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri serta Divpropam.

Perang Bintang Tak Ada, Hanya Sistem yang Rusak

Dikutip dari kanal YouTube Tongkat Militer, sebelumnya Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Mahesa, sempat menjelaskan soal awal menyeruaknya isu perang bintang di tubuh Polri.

Dia mengatakan bahwa isu perang bintang itu muncul, usai pertemuan antara mantan Kapolri, dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu.

Menurutnya, kegaduhan isu perang bintang di tubuh Polri, tidak terlepas dari peran mantan Kapolri Tito Karnavian dan Idham Azis.

Dia menilai bahwa sebenarnya perang bintang di tubuh Polri itu tidak ada, dan yang sebenarnya terjadi adalah kerusakan sistem.

“Menurut saya, perang bintang tidak ada, cuma sistem ini rusak,” ucap Desmond Mahesa.

Lebih lanjut lagi, Desmond Mahesa kemudian menyinggung perihal pertemuan antara para mantan Kapolri, dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 27 Oktober 2022 lalu.

Menurutnya, alasan ketidakhadiran 2 orang mantan Kapolri, yakni Tito Karnavian dan Idham Azis sudah jelas, karena keduanya adalah sumber yang menyebabkan isu perang bintang merebak.

“Kalau kita baca, kenapa para Kapolri, para mantan Kapolri tidak ngajak dua mantan kapolri lain? Berarti udah jelas dong, dua mantan kapolri yang tidak ikut adalah sumber masalahnya,” ungkap Desmond Mahesa.

Dia menambahkan bahwa kerusakan sistem di tubuh Polri saat ini, semuanya disebabkan oleh 2 eks Kapolri yang tak hadir dalam pertemuan saat itu. 

Tak hanya itu, dia pun menyebutkan perihal pembentukan Satgassus Merah Putih yang sebelum dibubarkan, sempat dipimpin oleh Ferdy Sambo. 

Politisi dari Partai Gerindra ini mengatakan bahwa yang membuat Satgassus Merah Putih itu adalah Tito Karnavian dan Idham Azis.

“Kalau kita telusuri Sambo, Sambo itu Satgassus. Siapa yang bikin satgassus? Ya Tito ya Idham. Kerusakan yang terjadi hari ini disebabkan dua kapolri yang nggak bagus itu loh. Yang mantan-mantan kapolri nggak mau ngajak mereka,” pungkas Desmond Mahesa.

Terkait pemberitaan tersebut, dalam kanal YouTube miliknya, Refly Harun menyinggung soal asas praduga tak bersalah yang menurutnya tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.

Dia menilai, kasus seperti ini harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan sampai tuntas, tidak boleh dibiarkan berlalu bersama hembusan angin.

Dia menyebutkan bahwa harusnya kepolisian melakukan pengusutan terhadap kasu-kasus besar seperti ini, bukan menangani kasus sepele.

“Kasus-kasus besar yang seperti ini yang ditindaklanjuti. Jangan kasus ecek-ecek. Orang ngadulah, pencemaran nama baik, inilah, itulah, termasuk pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Alvin Lim,” ucap Refly Harun.

Pakar hukum tata negara ini menambahkan bahwa yang benar itu, hal-hal kecil jangan diperbesar masalahnya. 

Sebaliknya, masalah yang besar, justru tak boleh sampai ‘dikecilkan’.

“Soal isu suap kepada Kabareskrim itu isu yang besar, jangan dikecilkan. Justru kasihan Kabareskrimnya. Kalau benar, negara ini yang kasihan. Tapi kalau tidak benar, Kabareskrimnya yang kasihan. Karena itu, tidak boleh berlalu bersama angin,” ujar Refly Harun.

Pria berusia 52 tahun ini mengatakan, boleh saja kita membela orang yang benar, namun jangan sampai kita justru membenarkan yang salah apapun jabatannya.

Jika hal ini dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat, kata Refly Harun, mayoritas masyarakat justru mempercayai isu tersebut.

Karena menurutnya, tak mungkin akan ada asap kalau tidak ada api.

Namun yang menjadi pertanyaan di sini adalah, kenapa baru terkuak sekarang?

“Ya itulah tadi, taktik untuk saling ‘menyandera’. Jadi barangkali di Polri itu, ada kelompok-kelompok. Jadi kelompok bintang tiga ini pasti tidak sejalan dengan kelompoknya Sambo plus Kapolri. Barangkali, ya. Sehingga gimana caranya ini disingkirkan, diganti dan lain sebagainya,” tutur Refly Harun.

“Jangan-jangan Sambo pengen jadi bintang tiga. Jangan-jangan. Pengen jadi Kabareskrim. Kan gitu kira-kira. Mungkin. Tetapi sekali lagi, dengan mengkapitalisasi, dengan mengintip kelemahan orang. Dan kelemahan itu bisa iya bisa tidak,” jelasnya menambahkan.

Mantan Staf Ahli Presiden ini menjelaskan bahwa politik saling ‘sandera’ sangat mungkin terjadi di institusi Polri, yang ditengarai banyak melakukan praktik ilegal.

“Jadi illegal activities dan juga illegal money. Aktivitasnya ilegal, misalnya beking tambang-tambang ilegal, perjudian, narkoba, kemudian perdagangan orang, dan juga beredarnya uang-uang haram tersebut, kepada pejabat-pejabat maupun katakanlah mereka yang di Mabes itu,” terang Refly Harun.***



Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube Refly Harun YouTube Tongkat Militer


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah