Cerpen: Kisah Mesin Tik Tua yang Jatuh Cinta Kepada Pemiliknya

- 16 Juni 2022, 16:59 WIB
Ilustrasi -  Cerpen: Kisah Mesin Tik Tua yang Jatuh Cinta Kepada Pemiliknya.
Ilustrasi - Cerpen: Kisah Mesin Tik Tua yang Jatuh Cinta Kepada Pemiliknya. /Pixabay/Mema

TERAS GORONTALO – Cerita pendek (Cerpen) merupakan suatu bentuk karya sastra yang paling banyak diminati oleh para penulis pemula.

Menurut HB Jarsin, Cerpen adalah suatu bentuk karangan yang cukup lengkap, terdiri dari 3 bagian, yaitu perkenalan – pertikaian– penyelesaian.

Kali ini, Teras Gorontalo membagikan sebuah Cerpen yang menceritakan tentang kisah mesin tik tua, yang jatuh cinta kepada pemiliknya.

Kisah Sang Mesin Tik Tua

Tubuh yang ringkih.. Jari-jemari yang lentik menari dengan gemulai di atasnya.. Secangkir kopi hangat.. Harapan.

Senang rasanya ketika aku bisa kembali menemani sepasang tangan gemulai ini berayun lincah di atas setiap tuts. Meski harus risih dengan buku-buku panduan yang berserakan di segala penjuru meja, termasuk di atas tubuhku.

Tak dapatku hitung berapa banyak gumpalan kertas yang sudah dilemparkan ke dalam tong sampah. Jam demi jam berlalu, namun baru 1 tugas yang rampung. Masih ada beberapa lagi yang mengantri disampingku.

Baca Juga: Cerpen: Hana si Teratai di Tengah Lumpur

Perlahan mata itu mulai mengatup rapat, tapi kemudian ditepis oleh punggung tangannya yang halus. Diapun beranjak pergi, membawa cangkir kosong untuk diisi kembali. Harum aroma latte kembali semerbak memenuhi ruangan kecil ini.

Wanita itu kembali duduk dihadapanku, tangannya yang lembut meraih buku yang begitu tebal. Membolak-balikkan halaman sambil bergumam. Apa yang sedang dibacanya? Apakah dia sedang mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang ada?

Ingin sekali aku membacakan isi dari buku tersebut, agar dia tak perlu lagi menoleh ke arah lain selain kepadaku. Inginku membolak-balikkan halaman itu, agar jari-jemarinya yang lentik bisa kembali menari di hadapanku.

Suara ketukan halus menghentikan kegiatan membacanya. Dia pun melangkah mendekati arah suara itu. Siapa gerangan yang datang? Apakah orang itu temannya? Perempuan atau lelaki?

Sayup-sayup terdengar suara obrolan dari arah pintu. Penasaran. Ingin sekali aku ikut dalam obrolan mereka. Tapi apalah dayaku. Tubuh ini tidak bisa bergerak dengan leluasa. Tangan dan kakiku saja terasa seberat batu karang di lautan. Jadi aku hanya bisa duduk diam membisu, menjadi pendengar setia yang baik dari sudut meja ini.

Seketika suara dibalik pintu itu pun lenyap. Mungkin pembicaraan diantara mereka sudah selesai. Kembali hanya aku dan wanita itu di dalam kamar. Lagi-lagi mulutnya bergumam, sambil sesekali menyesap secangkir kopi, mencari setitik kehangatan dalam udara malam yang begitu dingin, menusuk kalbu.

Tangan lembut nan lentik itu akhirnya kembali mendatangiku. Jari-jemarinya menari lincah di setiap tuts yang ada. Jawaban yang dicari sudah ditemukan. Lembar demi lembar kertas mulai terisi tinta hitam, tertumpuk rapi memenuhi sudut meja. Sesekali mata jernih itu melirik jam beker di atas meja, mencari tahu berapa lama lagi waktu yang tersisa untuknya.

Tuhan… Jangan biarkan waktu ini berakhir. Aku masih ingin menemani dia, menyelesaikan semua tugas yang ada. Mendengarkan setiap cerita tentang kesehariannya. Melihat tatapan sayu matanya kepadaku, dengan mulut mungil yang berkomat-kamit setiap kali dia membaca buku.

Tidak... Bukan hanya itu... Aku juga ingin selalu bersamanya, Tuhan... Menjadi “alat tempurnya” ketika tugas-tugas itu memanggil. Memberikan semangat untuk dia agar dapat menyelesaikan semuanya tepat waktu.

Mata indah itupun terlihat semakin sayu. Rasa kantuk kembali datang tanpa diminta. Aku berusaha bertahan semampuku, meski lelah datang mendera dan raga yang meronta, ingin diistirahatkan. Karena aku ingin dia tetap berjuang menyelesaikan tanggung jawabnya.

Kulirik tumpukan kertas disampingku, tinggal 1 lagi rupanya. Buku-buku panduan yang tadi wanita itu gunakan ternyata sudah kembali tersusun rapi pada tempatnya. Kukuatkan hati ini agar bisa bertahan sedikit lebih lama lagi, menemani sang wanita sampai pada detik penghabisan.

Tangan itu sudah tidak selincah sebelumnya. Sang wanita tidak kuasa lagi menahan letih dan kantuk yang bertubi-tubi datang menyerang. Meski demikian, dia masih tetap bertahan, berusaha sekuat tenaga mengusir rasa kantuk itu.

Entah sudah berapa cangkir kopi yang dia habiskan dan bungkusan makanan yang berserakan. Sesekali dia pergi ke kamar mandi sekedar untuk membasuh muka. Tak jarang juga dia melakukan stretching di hadapanku. Tekadnya sudah bulat, harus bisa menyelesaikan semua tugas malam ini juga.

Detik demi detik berlalu. Dapat kulihat senyum indah tersungging di bibir mungilnya. Berakhir sudah tugasku. Wanita itu telah menyelesaikan semua tanggung jawabnya malam ini.

Hati ini begitu puas, bisa menemani sang wanita dalam perjuangannya. Ada rasa bangga terselip dalam diriku karena bisa bertahan, meski dengan tubuh ringkih yang kelelahan. Ingin rasanya kupeluk wanita itu, merayakan kesuksesan ini bersama. Tapi apa dayaku yang hanya dapat duduk diam terpaku. Menatap dia yang kini tertidur pulas di atas kasur empuknya.

Suara nafasnya yang teratur menjadi lagu pengantar tidurku. Sedih juga harus melihat dia berjuang semalam-suntuk, demi menyelesaikan semua tugas itu sendirian. Hatiku tak rela jika dia harus seperti ini di setiap malam selama masa study-nya.

Baru kusadari, aku telah jatuh cinta. Ya… Jatuh cinta kepada pemilik sepasang tangan yang lembut itu. Tangan yang menggenggam erat diriku kemanapun kakinya melangkah.

Tangan yang selalu sabar menghadapiku, meski aku tak dapat melakukan tugasku dengan baik. Aku jatuh cinta pada pemilik tangan itu, yang jari-jemarinya begitu telaten merawatku, sebuah mesin tik tua warisan sang ayah.***

 

Editor: Sutrisno Tola


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x