Cerpen Inspiratif Berjudul The Little Hero, Kisah Seorang Anak Kecil yang Mampu Mengamalkan Tolong-menolong

- 16 Juni 2022, 17:30 WIB
Cerpen Inspiratif Berjudul The Little Hero, Kisah Seorang Anak Kecil yang Mampu Mengamalkan Tolong-menolong.
Cerpen Inspiratif Berjudul The Little Hero, Kisah Seorang Anak Kecil yang Mampu Mengamalkan Tolong-menolong. /Pixabay/Sasin Tipchai

TERAS GORONTALO – Ketika merasa bosan akan rutinitas harian, cobalah untuk mencari hiburan sesaat, contohnya dengan membaca Cerpen.

Cerpen atau cerita pendek ini menurut Edgar Allan Poe adalah sebuah cerita yang selesai dibaca hanya dalam sekali duduk. Kira-kira kisaran antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang tidak mungkin untuk dilakukan jika membaca novel.

Teras Gorontalo kembali hadir mengusung Cerpen inspiratif yang mungkin bisa menjadi bahan didikan untuk anak Anda.

Karena Cerpen kali ini mengisahkan tentang seorang anak kecil yang sudah mampu untuk mengamalkan tolong-menolong kepada sesama.

Baca Juga: Cerpen: Kisah Mesin Tik Tua yang Jatuh Cinta Kepada Pemiliknya

The Little Hero

"Baiklah murid-murid, sampai di sini dulu pelajaran untuk kalian." kata sang guru seni kepada murid-murid di kelas VII.

Beberapa di antara mereka terlihat sibuk mengemas peralatan tulis-menulisnya. Ada juga yang mulai tenggelam dengan games dari gadget yang mereka bawa.

Hanya 1 orang yang tetap terlihat tenang saat mengemasi peralatannya, pun tidak tergoda untuk tenggelam dalam games dari gadget, meski benda itu selalu dia bawa.

"Assalamu'alaikum nak... Maaf, hari ini Bunda belum bisa jemput, karena tiba-tiba ada meeting dengan client. Kamu 'gak apa-apa kan pulang sendiri?"

"Wa'alaikumsalam... Iya Bunda, 'gak apa-apa. Kan rumah dekat, jadi pulangnya bisa jalan kaki."

"Iya, nak. Kamu hati-hati di jalan yah..."

Demikian percakapan yang dilakukan oleh anak itu, saat menerima panggilan telepon. Mungkin itu sebabnya dia tidak terburu-buru dan mengemasi semua perlengkapannya dengan cermat.

Baca Juga: Cerpen: Hana si Teratai di Tengah Lumpur

"Hmm... Bekal dari Bunda belum sempat dimakan semua. Baiknya aku makan dulu sebelum pulang, biar 'gak mubazir." batin sang anak

Saat sedang asyik-asyiknya mengunyah, sang anak merasakan sesuatu menggelitik kakinya. Sang anak pun menghentikan aktifitas makannya, berusaha mencari sumber yang menggelitik kaki itu.

Ternyata seekor anak kucing sedang duduk dengan manis di dekat kaki, sambil sesekali menggosokkan badannya. Sang anak kemudian mencoba meraih kucing tersebut untuk dipeluknya.

Ketika dirinya kembali melanjutkan aktifitas makan, kucing itu tiba-tiba menggeliat, berusaha naik ke meja di mana kotak makanan itu berada.

Sang anak sepertinya menyadari kalau kucing tersebut lapar. Sehingga dia pun mencari selembar kertas bekas untuk dijadikan alas bagi makanan yang akan dia beri.

Tanpa berpikir panjang lagi, sang anak menuangkan semua sisa makanan yang dia miliki, untuk diberikan kepada kucing itu. Toh rumahnya dekat, jadi dia bisa melanjutkan makan siang di sana.

Beberapa saat setelah makanan diberikan, kucing itu tidak langsung menyentuhnya. Dia malah sibuk mengeong sambil mondar-mandir di sekitar makanan.

Sang anak sampai bingung dibuatnya. Kenapa tidak langsung dimakan? Apa mungkin makanan yang dia berikan kurang?

Ternyata bukan itu jawabannya. Ketika sang anak asyik dengan pikirannya, datanglah beberapa ekor anak kucing lain mendekat ke makanan tadi.

Sang anak yang melihat itu hanya bisa tersenyum. Ternyata ini alasannya mengapa kucing itu mengeong. Dia ingin berbagi makanan ini dengan saudara-saudaranya.

Merasa selesai dengan tugasnya, sang anak pun berjalan dengan riang pulang ke rumahnya. Karena cuaca yang cukup terik, di tengah perjalanan anak itu berteduh sebentar.

Kebetulan botol minum yang dibawanya masih berisi 3/4 air. Maka jadilah dia berteduh sambil melepas dahaga di bawah salah satu pohon yang rindang.

Sedang asyiknya menikmati air minum, sudut mata sang anak tiba-tiba menangkap pemandangan yang cukup memilukan.

Seorang Ibu terlihat berjalan tertatih menenteng barang jualan miliknya, sambil menggenggam tangan seorang anak kecil. Beliau datang untuk berteduh di tempat yang sama. Anaknya sendiri terlihat lelah dan haus.

Dari sudut tempatnya berteduh, jelas terlihat jika Ibu itu kebingungan ketika anaknya mulai rewel minta dibelikan air. Mungkin hari ini jualan mereka kurang laku.

Melihat pemandangan itu, sang anak merasa trenyuh. Tadinya dia berencana untuk menghabiskan seluruh air minum dalam botol tersebut. Namun nampaknya ada orang lain yang jauh lebih membutuhkannya.

Maka tanpa basa-basi lagi, sang anak pun datang menghampiri Ibu itu, sambil menyodorkan botol minum miliknya.

"Assalamu'alaikum, Ibu... Sepertinya Ibu kelelahan. Ini silahkan di minum airnya."

"Wa'alaikumsalam. Tidak usah repot-repot, nak. Ibu bisa beli air minumnya nanti. Lagipula botol semahal ini masa diberikan kepada orang asing seperti saya."

"'Gak apa-apa, Bu. Rumah saya dekat dari sini, kok. Jadi air minum ini silahkan Ibu gunakan bersama anak Ibu. Lagipula, botol minum ini juga masih bisa dibeli lagi."

"Tapi, nak, kalau orang tuamu marah, bagaimana?"

"Ibu 'gak usah khawatir. Kalau mereka tahu alasan saya memberikan botol air minum ini, mereka pasti bisa mengerti. Karena saya melakukannya untuk menolong orang yang memerlukan."

"Alhamdulillah... Terima kasih yah, nak."

"Iya, sama-sama, Bu."

Sambil tersenyum, sang anak kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah. Memang sempat terlintas dalam hatinya, mungkin Bunda akan marah jika tahu dia memberikan botol itu secara cuma-cuma.

Tapi jika tujuannya untuk menolong orang, rasanya baik Bunda maupun Ayah tidak akan keberatan dengan apa yang dia lakukan.

Beberapa meter mendekati kompleks perumahannya, sang anak kembali dipertemukan dengan pemandangan yang membuat hatinya trenyuh.

Pasalnya, dia melihat seorang kakek berjalan pincang sambil membawa sekantong penuh kacang. Sepertinya beliau gagal menjual kacang-kacang tersebut, karena nampak dari wajahnya yang terlihat sedih.

"Assalamu'alaikum, kek..."

"Wa'alaikumsalam, nak..."

"Kakek kenapa? Kok wajahnya sedih gitu?"

"Tidak apa-apa, nak. Kakek cuma sedih karena belum berhasil menjual semua kacang ini. Padahal kakek perlu uangnya untuk membeli obat buat istri kakek di rumah."

"Maaf, kalau boleh tau, memangnya mau Kakek jual berapa semua kacang itu?"

"Cuma Rp. 50,000 aja, nak. Tapi susahnya minta ampun supaya bisa terjual."

"Kalau begitu saya beli aja yah, Kek. Ini Rp. 100,000 sebagai bayarannya."

"Lho, ini kebanyakan, nak."

"'Gak apa-apa, Kek. Lebihnya bisa kakek simpan buat beli yang lain. Kebetulan tadi saya dikasih angpao sama paman saya. Jadi 'gak usah khawatir."

"Alhamdulillah... Terima kasih banyak yah, nak."

"Sama-sama, Kek."

Dan sang anak itupun berlalu sambil menenteng sekantong besar penuh kacang. Lumayan berat juga, tapi untungnya satpam penjaga kompleks datang membantunya.

Sebenarnya uang yang dia berikan tadi itu adalah hasil tabungannya sendiri. Uang itu tadinya diniatkan oleh sang anak untuk membeli serial terbaru dari komik kesayangannya.

Tapi berhubung Bunda tidak bisa menjemput, jadi rencana itupun ikut batal. Mungkin memang belum rejekinya untuk membeli komik saat ini.

Sesampainya di rumah, sang anak pun langsung melakukan rutinitas wajib sebelum makan siang. Suara dari dapur membuatnya terkejut.

Lho, katanya Bunda ada meeting sama client, kok jam segini sudah ada di rumah? Saking girangnya, sang anak pun berlari menghampiri Bundanya masih dalam keadaan terbalut handuk mandi.

Dia begitu antusias ingin menceritakan pengalamannya hari ini. Sang Bunda yang sangat peduli, mendengarkan setiap detail cerita anaknya. Sesekali nampak beliau tersenyum saat mengetahui apa yang dilakukan anaknya hari ini.

"Jadi kamu terlambat pulang ke rumah, karena harus kasih makan kucing dulu, terus botol air minum hadiah ultahmu juga kamu berikan cuma-cuma untuk orang asing yang kehausan. Dan terakhir, kamu beli sekantong besar kacang dengan uang untuk membeli komikmu, nak?"

"Iya, Bunda. Karena kupikir, semua itu masih bisa kudapatkan di rumah. Aku masih bisa makan dan minum di rumah. Botol minum punyaku juga masih banyak. Buat beli komik pun, aku bisa nabung lagi dari uang jajan yang Bunda dan Ayah berikan."

"Alhamdulillah, anak Bunda sudah tahu bagaimana caranya untuk berbagi dengan mereka yang kekurangan. Padahal Bunda 'gak ngajarin secara langsung, tapi ternyata kamu bisa memahami semuanya."

"Kan Bunda sendiri yang selalu bilang, jika kita punya kelebihan, entah itu makanan, pakaian, atau materi, kita harus bisa membaginya dengan mereka yang kekurangan di luar sana. Karena sebagian rejeki yang kita miliki, itu adalah hak mereka. Benar kan, Bunda?"

"Iya sayang, benar. Ya sudah, kamu sekarang ganti baju dulu gih. Setelah itu baru kita makan siang sama-sama."

Dan sang anak pun kembali beranjak ke kamarnya. Tapi langkahnya terhenti. Sudut matanya kembali menangkap sebuah bungkusan dari kotak kecil yang dihiasi pita biru.

"Bunda, ini apa?"

"Ohh iya, Bunda hampir lupa. Itu hadiah buatmu, nak. Tadi Bunda 'gak sengaja ketemu sama tante Hana. Beliau nitip ini buat kamu. Katanya ini hadiah ultahmu."

"Lho, ultahku kan udah lewat 1 minggu yang lalu."

"Iya, kan tante Hana sama anaknya Leon 'gak sempat hadir karena lagi mudik. Jadi hadiahnya baru bisa diberikan sekarang."

"Alhamdulillah... Makasih yah, Bunda."

"Bukan sama Bunda, nak. Tapi bilang makasihnya sama tante Hana."

"Iya Bunda."

Rasa penasaran membuatnya buru-buru merobek bungkusan itu. Dan isinya, cukup membuat sang anak terpekik kaget.

Pasalnya isi bungkusan tersebut ternyata adalah komik yang dia idam-idamkan selama ini.

Ternyata meski harus kelaparan, kehilangan botol air minum dan uang tabungan demi membantu orang lain, dia tetap bisa mendapatkan hadiah terindah.

Satu hal yang pasti akan selalu sang anak itu ingat, bahwa untuk berbuat baik tidak boleh pilih-pilih, apalagi jika di dalamnya terselip niat supaya bisa mendapatkan balasan yang lebih.

Sebab bukan orang lain yang akan membalas kebaikan kita, tapi Sang Pemilik Alam Semesta-lah yang berhak.***

Editor: Sutrisno Tola


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x