Cerbung (Cerita Bersambung) - Cinta Dua Benua Eps. 2

- 2 Juli 2022, 20:10 WIB
Cerbung (Cerita Bersambung) - Cinta Dua Benua Eps. 2
Cerbung (Cerita Bersambung) - Cinta Dua Benua Eps. 2 /

TERAS GORONTALO – Ketika sebuah hubungan berjalan tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan, maka jalan satu-satunya adalah memilih tetap bertahan dalam ketidakpastian, atau pergi untuk selamanya.

Hal inilah yang telah dilakukan oleh Ayah Micha, yang tetap bertahan dalam hubungan cinta semu dan kosong, demi melihat senyuman di wajah kedua putrinya.

Kisah nyata cinta Dua Benua telah memasuki episode kedua. Kali ini Micha berhasil memulai langkah awalnya untuk menemukan sumber kebahagiaan Ayahnya.

Lantas apakah Micha berhasil menghubungi wanita itu? 

Baca Juga: Siap-siap! Dalam Waktu Dekat, Gunakan Fasilitas Umum Wajib Vaksin Booster

Ataukah dia harus dihadapkan pada kenyataan lain yang lebih menyakitkan?

Simak kelanjutannya dalam cerita bersambung berikut ini…


CINTA DUA BENUA EPS. 2
LANGKAH AWAL

Sudah 1 bulan berlalu sejak obrolan terakhirku dengan Ayah. Sampai hari ini pun aku masih belum bisa menemukan keberadaan wanita itu.

Pernah sekali secara sembunyi-sembunyi aku mencoba membongkar isi handphone milik Ayah, berharap beliau masih menyimpan nomor telepon miliknya, tapi nihil.

Entah karena Ayah yang sudah menghapusnya atau memang sengaja menyembunyikannya dari kami.

Ingin sekali diri ini bertanya, tapi aku yakin Ayah pasti tidak ingin membahasnya.

Jalan satu-satunya adalah mencoba membongkar kembali surat-surat dalam kotak itu. Tapi bagaimana caranya?

Sejak hari itu, Ayah memilih untuk memindahkan tempat penyimpanan kotak tersebut.

Feelingku mengatakan jika kotak itu disimpan dalam brankas di kamarnya.

Itu artinya aku harus menunggu waktu yang tepat untuk membukanya.

Yah, waktu dimana Ayah tidak berada di rumah.

“Micha, hari ini Ayah mungkin pulang terlambat. Soalnya ada perayaan di sekolah tempat Ayah bekerja. Kamu tidak perlu menunggu, karena Ayah sudah bawa kunci rumah sendiri,” sebuah suara bass yang lembut membuyarkan anganku.

“Ehh… I-iya Ayah. Micha juga nanti ada urusan di galeri, mungkin malam baru selesai. Ayah silahkan bersenang-senang dengan rekan-rekan kerja, yah. Gak usah khawatirin Micha di sini,” jawabku sedikit tergagap, namun tak dapat menyembunyikan senyum.

Yes… Akhirnya waktu yang kutunggu-tunggu tiba. Aku bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membongkar semua surat itu.

Beberapa menit setelah bus yang membawa Ayah pergi berlalu, aku pun mengendap-ngendap masuk ke dalam kamarnya.

Ayah memang tidak pernah mengunci kamar ini, karena percaya aku tidak akan berbuat macam-macam.

Tapi kali ini, aku harus melanggar privasi miliknya. Jika bukan demi kebahagiaannya, aku sudah pasti tidak ingin melakukan hal ini.

Sambil berusaha menajamkan telingaku supaya tetap waspada, aku berjalan mendekati tempat brankas diletakkan.

Tidak besar memang, tapi sudah pasti tingkat keamanannya sangat tinggi. Aku harus bisa menebak-nebak password yang Ayah gunakan.

Tanggal lahirku sudah dipastikan gagal. Tanggal lahir Athene, adikku juga sama, nihil.

Lantas tanggal apa sebenarnya yang Ayah gunakan?

Aku berusaha untuk mengingat-ngingat. Sampai akhirnya ingatanku tertumbuk pada sebuah tanggal yang pernah kubaca dalam surat itu.

Yah, mungkin itu tanggalnya. Aku mencoba memeras ingatanku dan kemudian mencoba memasukkan tanggal itu.

Yes, berhasil. Ternyata Ayah menggunakan tanggal pertemuan mereka sebagai password.

Perlahan tapi pasti kubuka pintu brankas ini. Cukup berat juga ternyata. Isinya pun bukan hanya barang berharga atau uang saja, tapi surat-surat berharga pun ada di sini.

Termasuk kotak biru usang itu.

Bingo. Akhirnya yang kucari-cari selama ini ketemu juga.

Tanpa berpikir lama kutarik kotak itu dari persembunyiannya. Kemudian melanjutkan membongkar isi di dalamnya.

Berusaha mencari petunjuk apapun yang dapat memudahkan pencarianku terhadap wanita itu.

Alamat pengirim sudah kucatat dengan lengkap. Beberapa lembar foto yang masih tersimpan rapi dalam amplop sudah kufoto juga dengan kamera handphoneku. Tapi rasanya masih ada yang kurang.

Menit demi menit berlalu tanpa terasa. Mungkin sudah 2 jam berlalu, tapi aku masih terperangkap di antara surat-surat ini.

Jumlahnya yang begitu banyak membuatku harus berhati-hati saat mengecek isinya.

Apalagi Ayah ternyata sudah menyusunnya sesuai dengan tanggal surat itu dikirim, jadi aku tidak boleh sampai mengubah apapun jika tidak ingin Ayah tahu perbuatanku.

Ketika diri ini sudah nyaris putus asa melakukan pencarian, mataku tertumbuk pada sederet nomor yang tertera pada lembar surat terakhir.

Apa mungkin ini nomor telepon wanita itu?

Sebaiknya kucatat saja. Setidaknya sudah ada nomor telepon yang diperoleh untuk memudahkan penyelidikanku nanti.

Akhirnya semua data yang diperlukan terkumpul. Aku pun mengembalikan kembali kotak itu ke tempatnya semula.

Aku juga tidak lupa untuk mengecek jika ada sesuatu yang tertinggal di luar brankas atau mungkin tidak sengaja kupindahkan.

Setelah yakin semua sudah aman, kututup kembali brankas ini sebelum Ayah tiba-tiba pulang.

Di ruang tamu, aku kembali mengecek semua data-data yang telah berhasil kukumpulkan. Rasanya cukup.

Aku pun kemudian menghubungi sahabatku yang ahli dalam penyelidikan orang hilang. Berharap dia dapat membantuku mencari keberadaan wanita dalam foto-foto ini.

“Eric, apa kamu lagi sibuk?” sapaku ketika mendengarkan suara di seberang.

“Aku lagi santai kok, Micha. Ada apa?” tanya suara itu.

“Aku mau minta tolong sama kamu untuk carikan tanteku yang hilang.” jawabku, sedikit berbohong.

“Lho, tantemu yang mana? Kok bisa hilang?”

“Ceritanya panjang, Eric. Nanti aja aku jelaskan. Sekarang aku mau kirim ke kamu foto-foto dari tanteku itu. Nomor WA kamu masih sama kan?”

“Iya masih sama. Yaudah, kirim aja. Biar bisa cepat diproses.”

“Oke. Terima kasih yah. Maaf mendadak ngerepotin.”

“Sama-sama Micha. Tenang aja, aku gak merasa direpotin kok.”

Setelah yakin semua foto yang tadi kukumpulkan telah terkirim dan diterima Eric, aku kemudian beralih mengecek sederet angka yang kini tersimpan rapi dalam kontak handphoneku.

Nomor ini sengaja tidak kuberikan kepada Eric, karena aku ingin menghubunginya sendiri.

Sebab jika memang betul nomornya masih aktif dan memang milik dari wanita itu, aku ingin menjadi orang pertama yang berbicara dengannya.

Aku ingin menyampaikan langsung kepadanya bagaimana kabar Ayah selama dia menghilang.

“Assalamu’alaikum… Maaf ini siapa yah?” sapa sebuah suara yang lembut di seberang. Yah, suara seorang wanita yang begitu halus dan merdu.

“Wa-Wa’alaikumsalam… A-apa benar ini dengan tante Salsa?” tanyaku balik dengan tergagap.

Tak kusangka yang menjawab telepon ini adalah seorang wanita.

Detak jantungku berdebar tak karuan. Tanganku bahkan terasa dingin.

Besar harapanku jika yang menjawab telepon ini adalah orang yang kucari.

S.H.E
~ Manado, 07 Januari 2020 ~ 

***

Editor: Gian Limbanadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x