"Ayah, terkadang takdir bisa juga mempermainkan nasib seseorang. Kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan menyerahkan segalanya. Kita juga perlu untuk berusaha meraih apa yang menjadi impian kita."
"Ayah tau, nak. Tapi seperti inilah kami. Sama-sama memiliki "keyakinan" yang gila, bahwa suatu saat takdir akan mempertemukan kami. Jujur, Ayah menyesali semua itu sekarang. Sebab setelah semua hal yang Ayah lakukan, tetap saja Ayah masih belum bisa bertemu dengannya."
"See... Itu maksud Micha. Tidak selamanya takdir akan baik kepada kita, Ayah. Harus ada perjuangan juga untuk bisa meraihnya."
"Iya, nak. Ayah baru sadari itu sekarang. Tapi rasanya sudah terlambat jika harus memulai lagi. Saat ini, Ayah ingin hidup tenang meski hanya ditemani kenangan."
Miris rasanya mendengarkan pernyataan terakhir Ayah itu.
Hatiku teriris saat membayangkan kehidupan yang harus Ayah jalani di masa tuanya.
Airmataku menggenang. Tak mampu lagi aku mengungkapkan apa yang ada dalam pikiranku saat ini.
Aku tak ingin menambah beban Ayah dengan semua usaha pencarian yang kulakukan.
Aku tidak ingin memberikan harapan selama belum ada titik terang akan keberadaan wanita itu.
"Kamu kenapa, nak? Kenapa matamu basah begitu? Apa kamu menangis?"