Tak Hanya G30S dan Munir, Ini Sederet Pelanggaran HAM Yang Terjadi di Bulan September

22 September 2022, 21:54 WIB
Jejak Kelam Bulan Septemper Tak Hanya G30S, Ini Pelanggaran HAM  /Kolase Instagram lbh_padang dan auriga_id/

 

TERAS GORONTALO - Tak hanya G30S dan Munir, ternyata ada sederet pelanggaran HAM yang terjadi dibulan September. 

Sederet peristiwa pelanggaran HAM pernah terjadi di bulan September. Diantaranya, G30S serta yang baru baru ini disinggung oleh Hacker Bjorka dalang intelekual pembunuhannya, kasus Munir. 

Kasus kasus pelanggaran HAM yang terjadi dibulan September ini, sebagian besar belum terungkap dan beberapa dianggap perlu pengusutan kembali seperti kasus Munir.

Oleh Komnas HAM dan penggiat kemanusiaan seperti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), rangkuman tragedi HAM dibulan september sebagai September Hitam.

Peristiwa HAM apa saja yang terjadi dibulan September? Berikut pembahasannya yang dilansir dari kanal YouTube Nat Geo Indonesia. 

Kasus Munir

7 September 2004 saat Munir Said Thalib hendak melanjutkan studinya di Ultrech, Munir diracun dalam penerbangan menuju Belanda. 

Penyelidikan kematian Munir melibatkan pihak keamanan Indonesia dan Belanda untuk mengumpulkan beberapa faktor bukti dan orang yang terkait dengan pembunuhan Munir. 

Beberapa orang terseret ke pengadilan akibat kasus ini termasuk mantan pilot Pollycarpus Bidihari Priyanto yang ditahan pada 2005. 

Akan tetapi karena penyelidikan kasus tidak transparan ada banyak kejanggalan dalam investigasi kematian Munir. 

Para pegiat hukum menduga ada sesuatu yang lebih besar di balik motif kematian Munir yang sebenarnya melibatkan penguasa.

Munir adalah aktivis HAM yang sangat aktif. Paska reformasi dia dikenal mengurus kasus kasus kemanusiaan besar.

Seperti yang terjadi di Aceh dan Timor Timur bahkan korban penghilangan paksa yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Pembunuhan Munir diduga sebagai pembungkaman atas penyelesaian kasus yang sedang dikerjakan Munir. 

Peristiwa Tanjung Priuk

Awal 1980-an Soeharto sebagai presiden Indonesia membuat regulasi yang mengatur semua organisasi masyarakat harus berlandaskan ideologi Pancasila.

Sebenarnya Tujuan dari peraturan itu adalah untuk mencegah kekuasaan komunisme dan politik Islam.

Regulasi itu ditentang oleh Amir Biki pengurus Masjid As-sa'adah. Amor melakukan aksi pada 12 September 1984 dengan melibatkan Ribuan Orang yang bergerak untuk protes ke kantor Kodim Jakarta.

Aksi itu juga dipicu oleh Kejadian 2 hari sebelumnya, dimana beberapa jamaah ditangkap karena membuat brosur mengkritik pemerintah.

Protes itu akhirnya membuahkan kerusuhan karena massa tidak berhasil membebaskan tahanan.Pihak militer bahkan menembak massa yang mengepung komando militer.

Komnas HAM mencatat ada 24 orang yang tewas dalam peristiwa itu. Sementara pihak keluarga menyebut ada sekitar 400 orang.

Beberapa tokoh militer penting diduga terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM itu. 

Pengadilan dilakukan tahun 2003 hingga 2004 membuat beberapa aktor militer divonis bersalah sementara tokoh militer penting dibebaskan dari tuntutan.

Sampai saat ini belum ada kejelasan terkait kompensasi yang dituntut oleh keluarga dan para korban.

Tragedi Semanggi II

Umur reformasi baru 1 tahun pada september 1999 akan tetapi mahasiswa kembali ke jalanan di beberapa kota seperti medan lampung dan Jakarta. 

Mereka menuntut untuk mencabut peran dwifungsi ABRI di sistem pemerintahan yang bermasalah selama masa Orde Baru. 

Di Jakarta aksi diadakan di Semanggi tidak jauh dari kantor DPR, berlangsung dari 24 hingga 28 September 1999.

Selama aksi aparat melakukan kekerasan kepada massa yang mengakibatkan 6 orang tewas.

Diantaranya Yap Yun Hab dari Universitas Indonesia dan Yusuf Rizal dari Universitas Lampung.

Meski membuahkan korban nyawa bersamaan dengan tragedi Semanggi 1 yang terjadi pada November 1998, kedua kasus itu dianggap bukan pelanggaran HAM berat.

Walau demikian beberapa LSM hukum, aktivis dan orang tua korban masih berjuang demi keadilan sampai saat ini.

Sumarsih Ibu dari Wawan korban Semanggi I bersama Ho Kim Ngo ibu dari Yap Yun Hap masih menunggu penyelesaiannya di depan Istana Merdeka setiap Kamis dan terkenal dengan nama aksi kamisan. 

Salim Kancil

Salim Kancil adalah warga Lumajang yang menolak tambang pasir di daerahnya. Salim tewas pada 26 September 2015.

Salim bersama kawan-kawannya sebenarnya sudah mendapat ancaman sejak 9 September. ancaman itu berupa premanisme yang dibentuk oleh Kepala Desa Selok awar-awar tempat tinggal Salim.

Salim dan Tosan rekannya dijemput paksa pada hari kejadian oleh preman.

Salim dan Tosan dianiaya dengan benda tumpul. Salim bahkan diseret ke pemakaman dan dihujani pukulan batu di kepala hingga Salim menghembuskan nafas terakhir

Akibat dari kasus ini Kepala Desa Selok awar-awar dan seorang preman disidangkan 

Reformasi Dikorupsi 

Dari 24 sampai 29 September 2019  berbagai elemen masyarakat seperti buruh dan mahasiswa melakukan protes di beberapa kota di Indonesia.

Mereka membawa 7 tuntutan seperti penolakan RKUHP, RUU KPK, menuntaskan HAM dan mendesak mengesahkan RUU pencegahan kekerasan seksual.

Pihak keamanan melakukan kekerasan pada masa aksi di beberapa kota.

Dilaporkan ada 5 orang tewas yakni bagus Putra Mahendra, Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah, Randy dan Yusuf qardhawi.

Disaat yang bersamaan terjadi aksi kekerasan di Wamena dan Jayapura Papua.

Pada 23 September kekerasan terjadi saat masyarakat protes atas ucapan rasisme seorang guru di SMA PGRI Wamena dan seorang aparat di Jawa Timur.

Insiden ini menyebabkan 32 orang tewas di Wamena dan 4 orang di Jayapura.

Gerakan 30 September

Peristiwa Gerakan 30 September tidak hanya sekedar tewasnya beberapa Jenderal militer di tahun 1965.

Gerakan 30 September memicu reaksi terhadap hari-hari setelahnya dengan pembantaian massal.

Pembantaian ditodongkan kepada masyarakat yang diduga simpatisan PKI Gerwani dan yang kerap mengkritik pemerintah.

Banyak buku dan penelitian sejarah yang membahas tragedi ini termasuk Soe Tjen Marching dalam karyanya berjudul dari dalam kubur.

Soe menggambarkan tragedi HAM ini sebagai pembantaian penculikan pemerkosaan dan rasialisme.

Ada ribuan korban yang angkanya berbeda beda setiap lembaga.

Kendati demikian pemerintah hingga saat ini belum menuntaskan pelanggaran HAM terbesar ini.

Atas kejadian ini para korban dan keluarga masih membawa kasus ini bahkan sampai ke internasional people tribunal's di Den Haag Belanda.

Itulah daftar pelanggaran HAM yang terjadi di bulan September. 

Mungkinkah kelak Indonesia bisa bersih dari pelanggaran HAM?***

Editor: Agung H. Dondo

Sumber: YouTube Nat Geo Indonesia

Tags

Terkini

Terpopuler