Rekam Jejak dan Kekayaan Mahfud MD, Mantan Ketua MK Sebut Ferdy Sambo Jenderal Bintang Dua Rasa Bintang Lima

29 Agustus 2022, 16:19 WIB
Rekam Jejak dan Kekayaan Mahfud MD, Mantan Ketua MK Sebut Ferdy Sambo Jenderal Bintang Dua Rasa Bintang Lima /Tangkapan layar YouTube @Auto Populer

TERAS GORONTALO – Di tengah kabar kasus Ferdy Sambo yang belum juga menemukan titik terang, nama Menkopolhukam Mahfud MD juga ramai menjadi sorotan publik.

Dalam tragedi tewasnya Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Ferdy sambo tersebut, Mahfud MD sudah menjadi sosok yang paling vokal mengawasi proses hukum kasus yang telah mencoreng citra Institusi Polri ini.

Hal serupa juga nampak ketika Mahfud MD terlibat perdebatan panjang, saat memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan oleh Komisi III DPR RI.

Dalam RDP tersebut, dia sempat melontarkan pernyataan tak terduga, terkait seorang Jenderal bintang tiga yang berkata akan mengundurkan diri jika Ferdy Sambo tidak dijadikan tersangka.

Pernyataan tersebut sontak saja mendapatkan sorotan serius dalam RDP Komisi III DPR RI, pada hari Senin, 22 Agustus 2022 lalu.

Baca Juga: Sepak Terjang dan Kekayaan Hengki Haryadi, Bawahan Fadil Imran, Terduga Pelanggar Kode Etik Kasus Brigadir J

Tidak sedikit anggota Komisi III DPR RI yang berusaha mencecarnya dengan mempertanyakan siapa sosok Jenderal bintang tiga yang disebut-sebut akan mengundurkan diri ini.

Namun Menkopolhukam yang juga menjabat sebagai Ketua Kompolnas tersebut enggan untuk membeberkan siapa sebenarnya sosok Jenderal bintang tiga yang dimaksud.

Lantas, seperti apa sebenarnya sosok Mahfud MD yang begitu lantang meneriakkan keadilan dalam kasus Brigadir J ini?

Benarkah dia pernah duduk dalam jajaran kursi menteri sebanyak tiga kali?

Dilansir dari laman IKA UII (Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia) pria kelahiran Sampang, Madura, 13 Mei 1957 ini, adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.

Baca Juga: Aryanto Sutadi Bicara Motif Putri Candrawathi, Kamaruddin : Dilecehkan Kok Kecentilan Foto Brigadir J?

Kedua orang tuanya bernama Mahmodin dan Siti Khadijah.

Mahfud MD dilahirkan saat ayahnya masih bertugas sebagai pegawai di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.

Ketika masih berusia dua bulan, keluarganya pindah ke Pamekasan, yang merupakan daerah asalnya.

Di sana, tepatnya di Kecamatan Waru, Mahfud MD menghabiskan masa kecilnya, sambil belajar agama Islam di surau dan Madrasah Diniyyah.

Menginjak usia tujuh tahun, dia kemudian mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Negeri.

Baca Juga: Ferdy Sambo Bisa Lolos Dari Ancaman Hukuman Mati Kasus Pembunuhan Brigadir J? Begini Kata Hotman Paris

Namun sore harinya, dia melanjutkan menuntut ilmu di Madrasah Ibtida’iyyah, dan pada malam sampai pagi hari, dia belajar agama di surau.

Mahfud MD lalu dikirim ke pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok, untuk mendalami agama, saat duduk di bangku kelas 5 SD.

Meski berhail menamatkan pendidikannya di pondok pesantren Somber Lagah dengan nilai yang baik, hal ini tidak lantas membuatnya dapat masuk ke SMPN favorit.

Sebab, kedua orang tua Mahfud MD justru memasukkannya ke Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan.

Di sinilah awal mula penggunaan inisial MD pada akhir namanya, karena ternyata di sekolah tersebut, ada 3 orang lagi yang memiliki nama yang persis sepertinya.

Untuk membedakan, maka jadilah inisial MD ini ditambahkan di belakang namanya, namun secara tak sengaja, itu juga tertera dalam ijazah miliknya dan berlanjut hingga saat ini.

Setelah menyelesaikan pendidikan di PGA selama empat tahun, di tahun 1974 Mahfud MD terpilih untuk melanjutkan sekolah ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).

PHIN ini merupakan sekolah unggulan milik Departemen Agama di Yogyakarta, yang biasa merekrut lulusan terbaik PGA dan Madrasah Tsanawiyah seluruh Indonesia.

Beberapa pejabat petinggi di Indonesia seperti mantan Menteri Koperasi Zarkasih Noer, mantan Menteri Sekretaris Negara Djohan Effendi, toko Majelis Ulama Indonesia Amidhan, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, merupakan alumninya.

Saat ini PHIN telah berubah nama menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN).

Tidak banyak yang tahu bahwa di balik sepak terjang Mahfud MD di kasus Brigadir J ini dan sebelum menduduki posisi sebegai menteri, pria yang dijuluki “peluru tak terkendali” tersebut pernah mengenyam pendidikan di dua perguruan tinggi berbeda dalam waktu bersamaan

Yang pertama adalah jurusan Sastra Arab Universitas Gajah Mada, dan yang kedua adalah jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia.

Padahal, ketika itu ayahnya sudah pensiun. Sehingga untuk membiayai dua kuliahnya, diaaktif menulis di surat kabar umum seperti Kedaulatan Rakyat agar mendapat honorarium.

Tak hanya itu, Mahfud MD juga sibuk berburu beasiswa dan sebagai mahasiswa terbaik, dia berhasil mengantongi beasiswa Rektor UII, beasiswa Yayasan Dharma Siswa Madura, juga beasiswa Yayasan Supersemar.

Lulus dari Fakultas Hukum pada 1983 Mahfud bekerja sebagai dosen di almamaternya dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Namun siapa yang menyangka, dia kemudian mendapatkan beasiswa penuh dari UII untuk melanjutkan pendidikan program pasca sarjana (S2) di UGM, di mana kala itu, dia mengambil jurusan ilmu politik.

Selain itu, berbekal beasiswa dari Yayasan Supersemar dan dari Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dia kembali melanjutkan sekolah ke jenjang S3, dan mendalami ilmu hukum tata Negara di UGM.

Dilansir dari kanal YouTube Auto Populer, puncak karirnya di dunia pendidikan pada tahun 2000, tepat saat usianya menginjak 43 tahun, berhasil dia raih dengan menjabat sebagai Guru Besar Politik Hukum.

Setelah itu, nama Mahfud MD pun mulai melejit dan atas kiprahnya di dunia hukum yang terbilang mentereng, almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menunjuknya sebagai Menteri Pertahanan, sekaligus merangkap jabatan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM.

Ini juga yang menjadi langkah awal bagi karirnya di dunia politik tanah air.

Selepas menjalankan tugas sebagai menteri, dia juga sempat maju dan akhirnya terpilih dalam pemilihan legislatif, lewat partai pengusungnya saat itu, PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), untuk periode tahun 2004-2009.

Belum selesai masa jabatannya sebagai anggota dewan, suami dari Zaizatun Nihayati ini, kemudian turut serta dalam uji kelayakan calon hakim Mahkamah Konstitusi.

Hingga akhirnya dia pun terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, untuk periode 2009-2013.

Di bawah kepemimpinan Mahfud MD, dia berhasil membawa tren yang positif untuk lembaga yudikatif tersebut, yang juga turut mengangkat popularitasnya secara pribadi.

Masuk ke era pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua, mantan Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam ini, kembali mendapat jabatan strategis sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, yang masih dia emban hingga saat berita ini diturunkan.

Bahkan sebelumnya, dia sempat digadang-gadang sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Presiden Jokowi.

Sebagai pejabat negara yang taat undang-undang, Mahfud MD juga turut melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) miliknya di tahun 2020, di mana tercatat total harta yang dimilikinya adalah sebesar Rp 27,1 miliar.

Dalam rincian LHKPN tersebut, terdapat beberapa jenis kendaraan bermotor yang berasal dari berbagai produsen ternama dunia.

Mulai dari kepemilikan atas satu unit mobil MPV kelas premium, Toyota Alphard, keluaran tahun 2018, dengan harga jualnya saat baru dirilis adalah senilai Rp 900 juta.

Selain itu, masih ada lagi mobil lain yang terparkir di rumahnya, dan masih berasal dari produsen yang sama, yakni Toyota Camry, rilisan tahun 2017, di mana harga jual dalam kondisi barunya kala itu sekitar Rp 500 juta.

Mobil lain yang biasa juga digunakan oleh Mahfud MD untuk menunjang segala aktivitasnya adalah jenis Honda CRV keluaran tahun 2008, yang saat ini untuk harga jual bekasnya sendiri ditaksir berkisar pada angka lebih dari Rp 100 juta.

Tidak cukup sampai disitu, mantan Wakil Ketua Umum Dewan DPP Partai Kebangkitan Bangsa ini juga menambah koleksi kendaraan miliknya, dengan memilih mobil Honda Jazz, rakitan tahun 2012.

Dalam kondisi bekas, mobil Honda Jazz ini sendiri masih dibanderol dengan harga antara Rp 120 juta hingga Rp 150 juta-an.

Koleksi mobil ayah tiga orang anak ini juga dilengkapi dengan keberadaan Suzuki Baleno, produksi tahun 2005, dengan harga pasaran saat ini dalam kondisi bekasnya, berkisar pada harga Rp 60 juta hingga Rp 80 juta, tergantung kondisi.

Seolah masih kurang, Mahfud MD juga diketahui memiliki satu unit mobil yang cukup merakyat, yakni Nissan Terano rilisan tahun 2006, yang harga jual dalam kondisi bekasnya, dimulai pada angka Rp 80 juta.

Koleksi terakhir miliknya adalah sebuah mobil Toyota Avanza Veloz, produksi tahun 2012, juga turut menambah koleksi kendaraan pada garasi miliknya, dengan harga jual bekasnya senilai Rp 120 juta.

Selain mengoleksi berbagai jenis kendaraan, investasi besar-besaran juga turut dilakukan olehnya, dengan cara membeli aset di sektor properti.

Dalam laporan LHKPN miliknya, Mahfud MD diketahui memiliki sebanyak 16 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa kota besar, dengan nilai mencapai Rp 12 miliar.

Salah satunya adalah kediaman pribadinya di kawasan Jakarta Selatan, yang bergaya klasik modern, dengan halaman yang cukup asri.

Di dalam rumah tersebut, juga disediakan satu ruangan khusus untuk koleksi buku yang menjadi ruangan favoritnya.

Sedangkan untuk kekayaan berupa kas dan setara kas di tahun 2020, juga memiliki nominal yang fantastis, karena mencapai angka kurang lebih Rp 13,3 miliar.

Terakhir, berkat kesuksesannya di dunia pendidikan hingga politik, Mahfud MD juga mengantongi kepemilikan atas harta bergerak lainnya senilai Rp 180,5 juta.

Sebelumnya sempat terungkap dalam perbincangan antara Menkopolhukam Mahfud MD dengan Akbar Faizal pada kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored soal adanya ‘kerajaan’ Ferdy Sambo dalam internal Polri.

“Tidak bisa dipungkiri, ada kelompok Sambo sendiri yang seperti menjadi ‘kerajaan’ Polri sendiri di dalamnya. Seperti ‘Sub-Mabes’ yang sangat berkuasa,” ungkap Mahfud MD, seperti yang dikutip langsung oleh Teras Gorontalo dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Rabu, 17 Agustus 2022.

Mereka inilah yang termasuk dalam 31 orang yang diduga terlibat pelanggaran kode etik, saat menangani kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menggolongkan kasus yang melibatkan Ferdy Sambo ini ke dalam tiga cluster, yaitu:

• Pelaku, yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Ini yang menyebabkan disangkakannya Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

• Obstruction of Justice, mereka adalah orang-orang yang tidak ikut dalam ekselusi, tapi karena yang terlibat adalah Ferdy Sambo, mereka lantas bekerja untuk menghalangi keadilan.

Mulai dari membuat rilis palsu, merusak serta menghilangkan barang bukti, mengganti kunci, memanipulasi hasil otopsi, dan lain sebagainya.

Mereka ini juga, kata Mahfud MD, tidak bisa jika tidak diberikan hukuman pidana, karena telah dengan sengaja menghalangi proses hukum yang tengah berlangsung.

• Pelanggaran Etik, yaitu orang yang hanya ikut-ikutan, bisa jadi karena mereka bertugas di tempat di mana tersangka berada, atau menjadi penjaga di lokasi TKP, membuat surat, mengantarkan laporan (yang isinya padahal tidak benar).

Intinya, mereka yang masuk ke dalam kelompok ini adalah orang-orang yang hanya melaksanakan perintah atasannya.

Untuk kelompok ketiga ini, Mahfud MD mengatakan bahwa cukup diberikan hukuman disiplin saja, bukan pidana.

Mantan Mendagri periode 2020 ini juga menjelaskan, sebagai seorang Kadiv Propam, Ferdy Sambo diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam menentukan nasib seorang anggota Polri.

“Karena Div Propam itu, ada direktorat-direktorat atau deputi yang semua di bawah kuasanya (Ferdy Sambo-red). Yang menyelidiki, yang memeriksa, yang memerintah dan menghukum, yang mengeksekusi, yang memindah orang, yang memecat orang, semuanya harus persetujuan pak Sambo,” ungkap Mahfud MD.

“Pada akhirnya, mulai dari memeriksa, menghukum, mengadili, memindah, menaikkan di situ, memberi fasilitas apa, itu ada di Kepala Divisi ini. Ada di Kadiv (Ferdy Sambo-red),” tambahnya.

Menurutnya, inilah yang menyebabkan Divisi Propam itu, meskipun hanya berpangkat Jenderal bintang dua, tapi bisa seperti seorang Jenderal bintang lima.

“Itu yang menyebabkan kemudian Div Propam itu meskipun hanya bintang dua, tapi itu bisa bintang lima, karena yang dibawahnya itu ada di dia semua. Maka semua agak takut,” ungkap Mahfud MD, dikutip langsung oleh Teras Gorontalo dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Rabu, 17 Agustus 2022.

Oleh karena itu, dia berencana akan mengusulkan agar keputusan tertinggi tidak lagi berada di tangan seorang Kadiv Propam, melainkan diserahkan kepada pihak lain yang setara jabatannya.***

Editor: Abdul Imran Aslaw

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler