Susno Duadji Soal Rekomendasi Komnas HAM pada Kasus Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi : Itu Sesat dan Ngawur

4 September 2022, 17:24 WIB
Susno Duadji Soal Rekomendasi Komnas HAM pada Kasus Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi : Itu Sesat dan Ngawur /Kolase foto tangkapan layar instagram Susno Duadji dan ANTARA/

TERAS GORONTALO – Rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM baru-baru ini mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan.

Tidak hanya masyarakat, namun pihak kuasa hukum Brigadir J dan eks Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, turut mengomentari pernyataan Komnas HAM tersebut.

Sebagaimana yang kita ketahui, beberapa hari yang lalu, Komnas HAM membeberkan temuan dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi di Magelang.

Temuan tersebut disampaikan langsung dalam konferensi pers pada hari Kamis, 1 September 2022, oleh komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.

Ini kemudian yang menjadi dasar, hingga pihaknya merekomendasikan kepada Bareskrim Polri, agar melakukan penyelidikan terhadap temuan tersebut.

Dilansir oleh Teras Gorontalo dari kanal YouTube Refly Harun, Susno Duadji angkat bicara terkait temuan lembaga negara tersebut.

Eks Kabareskrim Polri ini menilai bahwa apa yang direkomendasikan oleh Komnas HAM itu sesat, karena didasarkan dari keterangan saksi saja.

Dia kemudian menyarankan penyidik untuk tidak menindaklanjuti rekomendasi tersebut, karena hasilnya akan sia-sia belaka.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Alasan Bharada Tak Bisa Tolak Perintah Ekseskusi dari Ferdy Sambo, Ternyata Karena Hal Ini 

Menurutnya, penyidik itu jauh lebih pintar dibandingkan dengan Komnas HAM yang tidak mengerti hukum.

“Penyidik lebih pintar daripada Komnas HAM. Jadi ini dia (Komnas HAM) termasuk nggak ngerti hukum. Jadi, rekomendasi ini termasuk sesat,” ucapnya.

“Apapun rekomendasi Komnas HAM, Pasal 340 KUHP dan Pasal 338, sudah tidak bergeser. Apalagi sudah direkonstruksi,” sambung Susno Duadji, menambahkan.

Menurutnya, jika ditindaklanjuti juga tidak akan menghasilkan apapun, justru hanya akan menghabiskan waktu saja.

Selain itu, Susno Duadji juga mempertanyakan apa yang menjadi alat bukti hingga Brigadir J terlibat dalam dugaan tindak pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi. 

Karena sesuai dengan sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia, untuk menentukan seseorang itu tersangka, adalah berdasarkan pembuktian keterlibatan yang bersangkutan, sesuai dengan temuan alat bukti.

“Kalau (Brigadir J) nggak terlibat, nggak ada bukti-buktinya sesuai dengan alat bukti Pasal 184 KUHAP, ya sudah, nggak usah dibuktikan tidak terlibat,” jelasnya.

Lebih lanjut lagi, mantan Kapolda Jawa Barat ini menganggap bahwa rekomendasi yang diberikan Komnas HAM hanya berdasarkan keterangan saksi saja.

“Komnas HAM hanya mengutip saksi. Saksi yang jumlahnya berapa, mau seribu atau sejuta, nggak ada gunanya. Sama saja bohong,” imbuhnya.

Menurutnya rekomendasi Komnas HAM yang dibuat hanya berdasarkan keterangan saksi, terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi ini, adalah cara yang salah untuk ditiru.

“Kalau itu (keterangan saksi) yang dimasukkan, yang memperkuat dugaan (pelecehan seksual) Komnas HAM, itu namanya ngawur,” tegas Susno Duadji.

Baca Juga: Sosok Putri Candrawathi, Dokter Gigi Anak Jenderal TNI yang Mengenal Ferdy Sambo di Bangku Sejak SMP

Komentar Pedas Kuasa Hukum Brigadir J

Di sisi lain, kuasa hukum keluarga Brigadir J, yakni Eka Prasetya, turut memberikan komentar pedas, terkait rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.

Dia merasa heran karena isu tersebut seperti kembali “dihidupkan” lagi oleh Putri Candrawathi.

Padahal pihak Bareskrim Polri sendiri telah menyatakan bahwa tidak ada peristiwa pelecehan apapun yang dilakukan oleh Brigadir J, yang sebelumnya sempat disebutkan terjadi di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Tapi kini, Komnas HAM kembali menduga kuat bahwa Brigadir J telah melakukan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo saat masih berada di Magelang.

“Barang itu kan udah mati. Pelecehan itu sudah mati. Bahkan, Polri sendiri bilangnya peristiwa pelecehan seksual itu tidak ada,” ucap Eka Prasetya.

Menurutnya, sebagai institusi terhormat dan menjunjung tinggi HAM, seharusnya Komnas HAM ini juga turut memikirkan perasaan keluarga almarhum.

Karena sudah sangat jelas kalau dalam peristiwa ini, Brigadir J adalah korban yang tewas setelah ditembak oleh Bharada E atau atas perintah Ferdy Sambo kepada Bharada E.

“Terus kenapa sekarang Komnas HAM mau memunculkan itu lagi, untuk menciptakan sengkarut,”. Imbuhnya.

Baca Juga: Surat Ferdy Sambo dari Penjara, Mati-Matian Bela Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Singgung Aset Polri

Selama ini, menurutnya, Komnas HAM terlalu menitikberatkan dalam membela pelaku, padahal seharusnya mereka itu membela Brigadir J sebagai korban.

Apalagi di sini, Putri Candrawathi sendiri telah ditetapkan sebagai salah satu pelaku dalam pembunuhan berencana Brigadir J.

Tapi justru hal tersebut tidak lantas membuat Komnas HAM bersikap adil dalam memberikan pembelaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini, terutama korban.

“Kok getol banget ngebelain si PC yang tukang bohong?” ucap Eka Prasetya, dikutip oleh Teras Gorontalo dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 3 September 2022.

Dia menilai bahwa baik Putri Candrawathi maupun keempat tersangka lainnya telah mengelabui masyarakat se-Indonesia.

Bagaimana tidak disebut sebagai pembohong, kasus yang awalnya diskenariokan Ferdy Sambo sebagai peristiwa tembak-menembak di rumah dinas mantan Kadiv Propam tersebut, belakangan terungkap sebagai sebuah pembunuhan berencana.

Dia bahkan "membubuhkan cap" bahwa para tersangka ini telah dengan sengaja menciptakan prank bagi publik.

“Pelaku yang sudah nge-prank seluruh Indonesia, dan percaya lagi sama itu. Menurut saya, sudah saatnya untuk dievaluasi komisionernya,” tuturnya.

Tindakan Komnas HAM ini, dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Polri oleh kuasa hukum Brigadir J tersebut.

Dia menambahkan bahwa Komnas HAM sepertinya berusaha untuk mengintervensi polisi, karena pihak polisi sebelumnya telah menghentikan laporan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir J kepada istri Ferdy Sambo itu.

“Polisi sudah mengeluarkan SP3, dicoba untuk diintervensi. Tolong selidiki lagi, ini kenapa kok bisa begitu," pungkas Eka Prasetya.

Baca Juga: Ferdy Sambo Diduga Terlibat Penembakan 6 Laskar FPI, Novel Bamukmin: Rapih Menyimpan Bangkai!

Laporan Polisi Dugaan Pelecehan Seksual Telah Dicabut

Dilansir dari kanal YouTube Divisi Humas Polri, direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyatakan tidak ada tindak pelecehan seksual yang telah dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Hal tersebut sudah berdasarkan gelar perkara yang dilakukan pada Jumat, 12 Agustus 2022 siang, yang dipimpin langsung oleh Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.

Kasus dugaan pelecehan seksual ini, sebelumnya telah tertuang dalam laporan polisi (LP) bernomor :

LP:B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan Polda Metro Jaya, tanggal 9 Juli 2022, tentang kejahatan terhadap kesopanan dan/atau perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP dan atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Waktu kejadian dalam laporan itu adalah Jumat, 8 Juli 2022, sekitar pukul 17.00 WIB, dengan lokasi kejadian berada di rumah dinas Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan.

Di mana, pihak pelapor yang juga sekaligus sebagai korban adalah Putri Candrawathi, dan terlapornya yaitu Brigadir J atau Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat.

Selain itu, ada juga laporan lain yang dibuat oleh Briptu Martin Gabe, tentang percobaan pembunuhan terhadap Bharada E, yang diduga dilakukan oleh Brigadir J, sebagaimana dalam Pasal 338 juncto Pasal 53 KUHP.

Tempat Kejadian Perkara dalam laporan kedua ini juga berada di Komplek Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, yang notabene adalah rumah dinas dari Ferdy Sambo.

"Berdasarkan gelar perkara tadi sore, kedua perkara ini, kita hentikan penyidikannya, karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana," ujar Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, dikutip oleh Teras Gorontalo dari siaran langsung konferensi pers pada kanal YouTube Divisi Humas Polri, Jumat 12 Agustus 2022

Kedua laporan polisi tersebut dinilai lulusan Akpol tahun 1991 ini, sebagai upaya obstruction of justice (penghalangan keadilan), dalam kasus pembunuhan Brigadir J, pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.

“Dua laporan ini bagian dari upaya menghalangi kasus Pasal 340. Semua penyidik yang bertanggung jawab terhadap dua laporan ini, sedang dilakukan pemeriksaan khusus oleh Inspektorat Khusus (Irsus),” pungkas Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.

Baca Juga: Ketua Komnas HAM Taufan Damanik Blak-blakan Akui Ferdy Sambo Bos Mafia: Dia Tahu Cara Keluar dari Hukuman

Pernyataan Kontroversial Komnas HAM 

Sebelumnya dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Komnas HAM, mengungkapkan temuan baru terkait dugaan adanya kekerasan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi.

Namun kali ini dikatakan bahwa persitiwa pelecehan seksual tersebut terjadi di Magelang, bukan di lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan, seperti yang selama ini disebutkan, sejak kasus mencuat.

“Berdasarkan temuan faktual, disampaikan terjadi pembunuhan yang merupakan extrajudicial killing, yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual (di Magelang),” ungkap Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dikutip oleh Teras Gorontalo dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 3 September 2022.

Lebih lanjut lagi, dalam pernyataan tersebut, dia mengatakan bahwa detail pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, tidak dapat dijelaskan, akibat banyaknya tindakan obstruction of justice.

“Karena terdapat banyak hambatan, yaitu berbagai tindakan obstruction of justice dari berbagai pihak,” ucapnya.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam kesempatan yang sama, juga turut mengungkapkan bahwa Putri Candrawathi sempat beberapa kali ingin mengakhiri hidupnya, setelah mengalami dugaan pelecehan seksual tersebut.

Dia mengatakan bahwa hal tersebut akibat dari perasaan tertekan yang dirasakan istri Ferdy Sambo ini, dan juga karena dirinya kerap menyalahkan diri sendiri setelah mengalami peristiwa dugaan pelecehan seksual itu.

Pernyataan ingin mengakhiri hidup ini, kata Andy Yentriyani, bahkan diucapkan berkali-kali oleh Putri Candrawathi.

“Dalam kasus ini, posisi sebagai istri dari petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut kepada ancaman dan menyalahkan diri sendiri, sehingga merasa lebih baik mati,” jelasnya.

“Ini disampaikan berkali-kali,” tambah Andy Yentriyani, menyambung pernyataan sebelumnya.

Menurutnya, temuan tersebut tidak cukup untuk menganggap pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi itu tidak terjadi, hanya karena alasan relasi kuasa yang ada di antara keduanya.

“Kita perlu memikir ulang bahwa relasi kuasa antara atasan dan bawahan tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual,” terangnya.

Dia juga menambahkan bahwa pada dasarnya, dokter gigi itu tidak memiliki keinginan untuk melaporkan kasus dugaan pelecehaan seksual yang dialaminya, karena merasa malu dan takut, apalagi dengan statusnya sebagai istri seorang petinggi Polri.

Inilah yang kemudian menjadi alasan hingga Komnas Perempuan mengajukan permintaan, agar kepolisian dapat menindaklanjuti terkait dugaan pelecehan seksual yang telah dialami Putri Candrawathi.***

Editor: Abdul Imran Aslaw

Sumber: YouTube Refly Harun YouTube Divisi Humas Polri

Tags

Terkini

Terpopuler