Kapolri Buka Suara Soal Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal, Susno Duadji : Salah Siapa? Salah Pemerintah

26 November 2022, 05:58 WIB
Kapolri Buka Suara Soal Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal, Susno Duadji : Salah Siapa? Salah Pemerintah /Tangkap layar YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data/

TERAS GORONTALO – Drama kasus aliran dana tambang ilegal yang menyeret nama salah seorang petinggi Polri, belum juga berakhir.

Kehebohan yang ditimbulkan Ismail Bolong lewat video testimoni terkait aliran dana tambang ilegal, membuat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo angkat suara.

Di hadapan wartawan, Kapolri menyebutkan bahwa dirinya telah memberikan perintah penangkapan terhadap Ismail Bolong.

Baca Juga: Spoiler One Piece 1068: Vegapunk Adalah Anggota Kesepuluh Bajak Laut Topi Jerami

Perintah penangkapan terhadap eks anggota Satuan Intel dan Keamanan Polres Samarinda, Ismail Bolong, dilakukan Kapolri agar dapat menjalankan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

Benar atau tidaknya apa yang disampaikan oleh mantan anggota Polri berpangkat Aiptu itu, menurut Kapolri masih akan dilakukan pendalaman lebih lanjut.

Terkait hal ini, eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji turut bicara di hadapan publik.

Sebagaimana yang dilansir Teras Gorontalo dari kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Susno Duadji menyebutkan bahwa hal ini sebenarnya merupakan ‘umpan’ baik yang bisa dimanfaatkan.

Karena tak perlu lagi bersusah payah untuk mengusut dugaan adanya permainan tambang ilegal oleh oknum Polri, dari titik nol.

Informasi ini seharusnya bisa menjadi langkah awal untuk melakukan pengusutan dan pembuktian, apakah hal tersebut benar adanya atau hanya tudingan semata.

Baca Juga: Bukti Akainu Lebih Kuat Dari Luffy, Sakazuki Bisa Hancurkan Pulau Raftel

“Suratnya sudah beredar juga kan, laporannya. Dan laporan itu palsu apa tidak? Saya mengatakan 90% laporan itu benar. Tinggal periksa ulang,” ucap Susno Duadji

Cara untuk memeriksa ulang itu pun tidak susah, apakah laporan yang dibuat pada bulan April itu sudah diterima Kapolri atau belum. 

“Laporan itu bulan April, sampai nggak ke Kapolri? Kalau sampai ke Kapolri, disposisi Pak Kapolri apa dan siapa yang menerima disposisi itu? Yang menerima disposisi Pak Kapolri menindaklanjuti atau mendiamkan? Itu yang pertama,” kata Susno Duadji.

“Yang kedua, bisa saja laporan itu dibuat tapi tidak disampaikan ke Kapolri. Didiamkan gitu. ‘Tunggu ini senjata saya, nanti saya sampaikan next time’. Laporan bulan April baru disampaikan November,” lanjutnya menambahkan. 

Mantan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan, apapun itu, mau laporan itu senjata yang disembunyikan ataukah memang telah disampaikan, patutnya memang harus ditindaklanjuti.

Karena hal tersebut sudah masuk ke dalam ranah pidana, sehingga wajib untuk dilakukan penelusuran.

“Pidananya di mana? Kalau benar terbukti menerima duit koordinasi, itu kan suap namanya. Suap, menjual jabatan, menjual kewenangan. Masuk tindak pidana korupsi. Yang menerima kena, yang memberi kena,” jelas Susno Duadji.

“Siapa yang menerima? Ya yang disebutkan disitu. Kalau benar, ya, Pak Kabareskrim-nya, kemudian staff-nya, Kapolda-nya, kemudian direktur-direkturnya, bahkan sampai ke Kapolsek. Itu tindak pidana korupsi. Termasuk Ismail Bolong, tidak lolos karena dia yang memberikan,” sambungnya menambahkan.

Baca Juga: Pengaruh Besar! Vegapunk Akhirnya 'Bergabung' dengan Kelompok Topi Jerami

Nah, lantas bagaimana untuk membuktikan apakah materi tersebut benar?

Susno Duadji menyebutkan bahwa semua dapat dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap isi dari surat laporan penyelidikan.

Karena semuanya sudah disebutkan secara lengkap dan mendetail, siapa yang melakukan penambangan liar, dan siapa yang mengkoordinir.

“Ada 8 apa 7 nama tambang itu, kan, Yang koordinir Ismail Bolong. Ya tinggal diperiksa ulang, dan saya yakin mereka sudah diperiksa, tinggal dicari berkasnya,” imbuh Susno Duadji.

Karena masalah tambang ini tidak hanya menyangkut luas tanah 1x2 meter saja, namun ratusan bahkan ribuan hektar.

“Kan lobangnya masih ada, alat beratnya ada, orang yang nambang ilegal itu ada, masa berbulan-bulan bahkan belasan tahun nambang, nggak ketahuan. Itu pasti ketahuan. Ya tinggal periksa aja, apakah mereka nambang berijin atau nambang tak berijin,” tutur Susno Duadji.

Jika memang ternyata setelah diperiksa terbukti bahwa tambang tersebut ilegal, maka penelusuran dapat dilanjutkan untuk mencari tahu siapa yang terlibat memberikan izin. 

Menurut pria yang pernah mengikuti pelatihan Antiteror di Universitas Louisiana ini, mereka yang terlibat tidak hanya dari Polri saja, namun hampir semua aparat keamanan dapat.

Termasuk aparat sipil, hingga preman pun mendapatkan bagian dalam aktivitas ilegal ini.

Lebih lanjut lagi Susno Duadji mengatakan, seandainya ternyata di kemudian hari hal tersebut terbukti tidak benar, maka ini juga termasuk dalam ranah pidana.

Siapa orang yang kena pidana?

Orang yang dimaksud tentu saja Ismail Bolong, karena dia bisa dianggap telah menyebarkan berita bohong.

“Ismail Bolong itu memfitnah Institusi Polri, kemudian memfitnah pejabat-pejabat Polri. Karena dia telah menuduh dan telah menyebarkan di dalam video itu, bahwa Jenderal ini terima sekian. 3 kali saya setor. Kapolda terima sekian, Kapolres, direktur, dan sebagainya,” beber Susno Duadji. 

Apabila ternyata setelah dilakukan penyelidikan terbukti perkataan tersebut tidak benar, maka Ismail Bolong sudah dapat dikategorikan melakukan fitnah.

Semua pilihan sebenarnya ada di tangan Ismail Bolong, apakah akan tetap pada pendiriannya atau benar-benar membongkar semuanya secara gambling.

“Mau jadi tukang fitnah ya dia masuk. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, ya. Atau dia buka terus terang memang benar adanya. Kalau benar adanya bisa jadi ya diringankan, karena apa namanya, kayak Bharada E-lah, membongkar kejahatan yang dia ikut serta di dalamnya,” terang Susno Duadji.

Dia menambahkan bahwa, apapun langkah yang diambil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat ini sudah benar dan pastinya akan didukung oleh banyak pihak.

Karena jika hal ini tidak ditindaklanjuti dengan sebagaimana mestinya, justru posisi Polri yang akan semakin sulit.

Belum lagi jika ditambahkan dengan penilaian publik yang semakin hari semakin menurun, dan membuat posisi Institusi Polri semakin tersandera.

“Masyarakat sudah memberikan labeling kepada Polri selaku institusi, bahwa petinggi-petingginya menjadi pelindung tambang liar, pelindung judi, narkoba, tukang rekayasa kasus,” sebut Susno Duadji.

Pria yang kini berprofesi sebagai petani itu menjelaskan, jika Kapolri benar-benar tegas dalam menindaklanjuti kasus ini, tidak butuh waktu lama untuk selesai.

Mungkin dalam kurun waktu seminggu bisa selesai, asalkan proses yang dilakukan ada di jalur yang benar.

“Ya langsung saja. Langsung dinonaktifkan, diperiksa, dan kalau tidak terbukti yang dinonaktifkan tadi aktifkan lagi, kan. Tapi untuk gampang meriksanya dinonaktifkan,” ujar Susno Duadji.

Bila nanti setelah dilakukan pemeriksaan, yang bersangkutan terbukti terlibat, maka bisa langsung dikenakan sanksi etik.

Selain sanksi etik, tentu saja akibat lain yang akan diterima adalah sanksi pidana.

“Saya kira Polri bisa nyidiknya. Kan ada KPK, bisa dimintain bantuannya. Jadi ini harus dituntaskan,” tegas Susno Duadji.

Menurutnya, dengan dituntaskannya penyelidikan ini, nama Institusi Polri tidak akan jatuh.

Justru ini akan menjadi cara meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Polri.

“Masyarakat akan percaya, ‘oh Kapolri nggak main-main’. Kapolri itu simbol institusi, lho. Jadi kalau masyarakat percaya sama Kapolri, maka kepercayaan pada Polri akan meningkat. Masyarakat akan menilai Kapolri tidak main-main,” ucap Susno Duadji.

Akan tetapi, jika pemeriksaan sengaja diulur-ulur waktunya, maka otomatis kepercayaan tersebut akan semakin meredup.

Jadi sebenarnya ini adalah hal yang mudah, tidak ada lagi kesulitan jika akan dilakukan penyelidikan lebih mendalam.

Susno Duadji mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya berlaku pada batubara semata, namun di semua aspek.

Sebagai contoh di Sumatera Selatan, di mana tambang-tambang bekas Pertamina ditambang lagi secara liar.

Selain itu, hal yang sama pun ada di Pulau Bangka, di mana tambang ilegal juga terdapat di sama.

Hampir di berbagai tempat di Indonesia, pasti ada yang namanya tambang ilegal, baik itu batubara, emas, pasir, batu dan lain sebagainya.

“Mengapa sih 12 tahun, bahkan 20 tahun nggak tuntas? Yang salah siapa? Ya yang salah adalah pemerintah. Kenapa saya berkata begitu? Karena saya ini kan mantan Kabareskrim. Saya tahu. Mengapa? Ini karena berlindung dibalik Undang-Undang Pertambangan,” ungkap Susno Duadji, dikutip Teras Gorontalo dari kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa, 22 November 2022.

“Di situ ada klausa tambang rakyat. Tetapi itu hanya permen manis untuk rakyat, yang tidak mungkin dilaksanakan,” jelasnya menambahkan.

Susno Duadji menjelaskan, hal tersebut sulit untuk dilaksanakan karena orang-orang pintar di Kementerian membuat aturan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh tambang rakyat.

Aturan-aturan tersebut antara lain :

1.Tambang rakyat hanya berkisar pada 1-5 hektar saja, sesuai dengan isi dari PP Nomor 96 Tahun 2021

2.Izinnya harus dikeluarkan oleh menteri

3.Persyaratannya yang sulit untuk dipenuhi antara lain, harus ada Analisis Dampak Lingkungan, Peta Topografi, pengajuan lewat Gubernur baru kemudian dilimpahkan ke Kementerian.

“Rakyat di desa itu buta huruf, kebanyakan. Kalaupun sekolah mungkin SD. Disuruh ngurus yang kayak gitu. Ya makanya sampai sekarang itu hampir tak ada tambang-tambang rakyat. Rakyat dijadikan penonton. Sementara pemodal menambang secara legal, berijin, di lahan dia yang diganti rugi secara murah,” tutur Susno Duadji.

Belum lagi jika ada cukong atau pemodal yang masuk, membuka tambang dengan mengatasnamakan rakyat, tapi ilegal.

Rakyat disuruh nambang, yang digunakan juga lahannya rakyat, tapi yang menikmati hasilnya justru si pemberi modal.

Nah, si pemodal ini sebenarnya sudah sering muncul di beberapa media, hanya saja tidak terlalu terekspos seperti saat ini.

“Makanya ada yang berasumsi kerugian negara ratusan miliar bahkan sampai triliun. Iya, karena tidak lagi satu hektar. Ratusan hektar. Pakai alat berat. Kemudian mereka tidak bayar pajak, tidak bayar retribusi, tidak juga membayar dana reklamasi,” kata Susno Duadji.

Beda halnya dengan tambang legal yang akan terkena potongan dana reklamasi di setiap ton penjualan batubara, yang masuk ke dalam akun pemerintah dan pemilik tambang, atau akun escrow.

Sehingga jika lobang bekas tambang tidak ditutup kembali, maka yang rugi justru penambang atau pemodalnya sendiri.

Karena uang yang ada dalam akun escrow itu baru bisa dicairkan apabila lobang bekas tambang tersebut sudah ditimbun.

Jadi sebenarnya pemilik tambang masih akan dapat keuntungan, meski harus mengeluarkan dana untuk menutup lobang bekas tambang tersebut.

Padahal sudah berpuluh-puluh tahun hal ini berlangsung, namun masih saja tidak ada penyelesaian yang berarti.

Ini dikarenakan oleh aturan yang mereka buat sendiri, hingga menutup jalur yang seharusnya bisa memudahkan rakyat untuk membuka tambangnya sendiri.

“Coba baca di Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2020, yang turunannya adalah PP Nomor 96 Tahun 2021. Sangat sulit rakyat untuk nambang,” imbuh Susno Duadji.

Sudah tanahnya digali, tambangnya dibeli murah, batubaranya diambil, hingga tidak ada sedikitpun hasil yang bisa mereka nikmati.

Menurutnya, inilah yang menjadi dasar dilakukannya kongkalikong dengan penyandang dana.

Kemudian penyandang dana menjalin kerjasama dengan aparat, entah itu Kementerian, penegak hukum, keamanan, preman, dan lain sebagainya.

Wajar jika kongkalikong ini terjadi, karena meski ilegal, namun aktivitas yang dilakukan di dalamnya itu adalah hal yang besar.

Terakhir dia mengatakan, solusi tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan cara mengubah aturan yang dibuat tersebut.

“Pak DPR, Pak Menteri, ya rubahlah aturan itu, supaya rakyat, bisa ikut nambang, Yang tadinya bodoh-bodoh, bisa menikmati hasil tambang. Anaknya bisa sekolah, bisa pintar, dan bisa menjadi Menteri Pertambangan, nantinya,” beber Susno Duadji.

Jadi langkah terbaik untuk menghilangkan tambang liar adalah dengan cara merevisi aturan yang telah dibuat sebelumnya.

Biarkan rakyat ikut menambang, namun tentu saja aturan tetap harus ditaati, seperti membayar pajak, retribusi, dan reklamasi.

Izinnya pun tidak usah tinggi-tinggi sampai ke Kementerian.

“Janganlah buat aturan itu yang di atas angin. Buatlah aturan yang membumi, supaya tambang-tambang ilegal jadi legal, yang menikmati betul-betul rakyat, betul-betul pemilik tanah,” pungkas Susno Duadji.***

Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data

Tags

Terkini

Terpopuler