Pelecehan Bukan Motif Utama Pembunuhan Brigadir J, Tindakan Ferdy Sambo 'Murni' Pembunuhan Berencana

19 Desember 2022, 21:25 WIB
Pelecehan Bukan Motif Utama Pembunuhan Brigadir J, Tindakan Ferdy Sambo 'Murni' Pembunuhan Berencana /Tangkapan layar PMJ/edited Teras Gorontalo/

TERAS GORONTALO -Ahli kriminologi Universitas Indonesia yakni Muhammad Mustofa dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan seluruh terdakwa pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan.

Dalam persidangan, Ahli kriminologi menyebut peristiwa tewasnya Brigadir J merupakan kasus pembunuhan berencana.

Pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ini berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacanya pemberian dari penyidik.

Baca Juga: Prediksi Skor Barito Putera vs Bhayangkara FC di BRI Liga 1, Cek Link Live Streaming dan Head to Head Disini!

Jaksa awalnya menerangkan kronologi singkat peristiwa yang menyebutkan Bripka RR yang dipanggil oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J, namun ditolaknya. 

Kemudian Ferdy Sambo memanggil Richard Eliezer alias Bharada E menanyakan apakah dirinya siap menembak Brigadir J.

“Kemudian untuk lokasi penembakannya itu di Duren Tiga 46 dalam hal ini, terus kemudian untuk berangkat ke sana terdakwa Putri Candrawathi mengajak Kuat Ma’ruf, Bripka RR mengajak Bharada E dan mengajak korban dalam hal ini Brigadir J,” ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 19 Desember 2022.

“Menurut Ahli kriminologi, bisa saudara ahli jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?,” tanya jaksa ke ahli kriminologi, Mustofa.

Baca Juga: Misteri Tewasnya Brigadir J Dipastikan Terkuak di Tangan Bharada E, Doa Ling Ling Ternyata Turut Menyertai

“Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan,” jawab Mustofa.

Lalu Mustofa menyebut alasan Bharada E melakukan penembakan lantaran pangkat dia yang paling rendah, sementara Ferdy Sambo yang merupakan pemberi perintah memiliki pangkat yang tinggi.

“Mengapa Richard (Bharada E) bersedia melakukan, karena dalam institusi hubungan kerja itu, dia paling bawah, bhayangkara dua pangkat paling rendah, sementara yang memerintahkan amat sangat tinggi,” ucap Mustofa.

“Kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil, apalagi dia masih baru menjadi anggota polisi takut kehilangan pekerjaan dan seterusnya, itu barangkali yang berpengaruh dan memang ada perencanaan,” tambahnya.

Mustofa juga mengatakan, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, terdapat aktor intelektual yang menyusun dan membagi peran serta rencana untuk menutup fakta yang sebenarnya.

Baca Juga: Uang Rp 100 Triliun Milik Ferdy Sambo di Rekening Brigadir J, Pakar Hukum TPPU: Iya Ada

“Dia akan melakukan pembagian kerja membuat skenario apa saja harus dilakukan, oleh siapa, mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut,” ungkap Ahli kriminologi tersebut.

“Setelah itu agar supaya peristiwa tadi tidak terlihat, teridentifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana, dan itu perencanaan tadi kelihatan sekali di dalam kronologi,” jelasnya.

Lebih menariknya, Mustofa menilai peristiwa pelecehan seksual yang disebut terjadi kepada Putri Candrawathi tidak bisa menjadi motif dalam perkara tersebut karena bukti pendukung yang tidak kuat.

Awalnya Mustofa mengatakan, sepanjang bukti-bukti yang dihadirkan mencukupi, pelecehan seksual bisa menjadi motif.

"Bisa tidak pelecehan seksual itu jadi motif dalam perkara ini, yang utama?,” tanya jaksa ke Mustofa, dilansir Teras Gorontalo dari PMJ pada Senin 19 Desember 2022.

“Bisa sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah hanya pengakuan dari nyonya Ferdy Sambo,” jawab Mustofa.

Ahli kriminologi ini menjelaskan, Ferdy Sambo yang saat itu merupakan seorang perwira tinggi polisi seharusnya mengetahui jika peristiwa pemerkosaan membutuhkan saksi dan bukti, termasuk hasil visum. Namun Ferdy Sambo tidak melakukannya.

“Bagi seorang perwira tinggi polisi, dia tau kalau peristiwa pemerkosaan itu membutuhkan saksi dan bukti. Satu barang bukti tidak cukup, dan harus ada visum. Dan tindakan itu tidak dilakukan, meminta kepada Putri untuk melakukan visum, agar kalau melapor ke polisi alat buktinya cukup,” papar Mustofa.

Oleh karenanya, lantaran tidak ada bukti yang cukup, peristiwa pelecehan tidak bisa menjadi motif dalam penembakan Brigadir J.

“Artinya kalau tidak ada bukti tidak bisa jadi motif?,” tanya jaksa.

“Tidak bisa,” jawab Mustofa.

“Dalam hal ini tidak ada motif seperti itu? Tidak ada bukti?,” tanya jaksa.

“Tidak ada,” kata Mustofa.

Menurutnya, motif penembakan jika dikaitkan dengan peristiwa pelecehan yang disebut terjadi di Magelang karena baru sebatas klaim dari Putri Candrawathi, serta kemarahan dari Ferdy Sambo, yang juga dikatakan Mustofa tidak jelas.

“Adanya kemarahan yang dialami oleh pelaku yang berhubungan di Magelang. Tapi tidak jelas,” kata Mustofa.

“Tidak jelas. Artinya tidak ada alat bukti ke arah situ? Artinya tidak bisa jadi motif?,” tanya jaksa.

“Tidak bisa,” jawab Mustofa. ***



Editor: Viko Karinda

Tags

Terkini

Terpopuler