Paling tidak lanjutnya, sebelum Brigadir J meninggal, ada penyiksaan, ada kekerasan psikis minimal yang terjadi.
"Kalau dari jarak dekat, ada komunikasi antara dibunuh dan membunuh, itu jelas ada penyiksaan dalam perspektif HAM," ucalnya.
Itu harus dipahami paling tidak ada kekerasan psikologi.
"Kalau sebelumnya misalnya dimarah-marahin dulu, dibentak-bentak dulu, disuruh mengaku dulu, dijambak rambutnya misalnya, maka itu termasuk penyiksaan dalam perspektif HAM," jelasnya.
Hal itu juga ikut dikomentari oleh ahli hukum tatanegara Refly Harun.
"Kalau misalnya dijambak, itu juga penyiksaan. Beda dengan orang yang katakanlah berkelahi kemudian dari perkelahian yang seimbang itu, kemudian ada yang mati. Itu tidak bisa kita katakan penyiksaan, karena mereka sedang berkelahi dan duel. Atau mungkin katakanlah pembunuhan dengan cepat, dari belakang dan lain sebagainya," jelasnya.
Jadi lanjutnya, tidak harus penyiksaan itu berupa laporan forensik yang mengatakan ada benturan benda tajam atau benda tumpul diluar penembakan.
"Dan dari Haris Azhar ini, perspektif yang belum dikemukakan. Kira-kira ini kan belum pernah dikemukakan pihak-pihak lain. Bahkan dia (Haris Azhar) berani berdebat dengan siapa saja, untuk menunjukkan bahwa teori tentang penyiksaan itu, bukan teori yang sekedar mengada-ada, tetapi berasal dari perspektif Hak Asasi Manusia," kata Refly.