Pertama dalam Sejarah, Hakim Agung Ditangkap KPK, Ternyata Kekayaan Sudrajad Dimyati Tak Bisa Diremehkan

- 25 September 2022, 19:26 WIB
Pertama dalam Sejarah Hakim Agung Ditangkap KPK, Ternyata Kekayaan Sudrajad Dimyati Tak Bisa Diremehkan
Pertama dalam Sejarah Hakim Agung Ditangkap KPK, Ternyata Kekayaan Sudrajad Dimyati Tak Bisa Diremehkan / Tangkapan layar YouTube Auto Populer/

TERAS GORONTALO – Nama Sudrajad Dimyati yang menjabat sebagai Hakim Agung, menuai sorotan tajam publik.

Sudrajad Dimyati, sang Hakim Agung di Mahkamah Agung, kini menjadi sorotan setelah terjerat dalam kasus suap.

Hakim Agung Sudrajad Dimyati, menjadi 1 di antara setidaknya 51 orang yang mengemban amanah penting, yang pertama kali ditangkap oleh KPK.

Baca Juga: Hendra Kurniawan Bakal 'Nyanyi' pada Sidang Kode Etik? Terkait Skenario Ferdy Sambo, Saksi Kunci Sakit Parah

Sepanjang sejarah setelah KPK terbentuk, baru kali ini seorang Hakim Agung ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), akibat ketahuan menerima suap.

Meski memang sebelumnya, sudah banyak pejabat-pejabat dalam Mahkamah Agung yang pernah terjerat kasus serupa, baik itu suap ataupun gratifikasi.

Entah ini sudah yang keberapa kalinya, nama pejabat-pejabat yang harusnya mengabdikan diri pada negara, justru malah terjerat dalam kasus rasuah.

Seolah-olah tindakan tidak terpuji itu, sudah menjadi suatu hal yang lumrah, bagi para kalangan pejabat elit di pemerintahan.

Kini, Sudrajad Dimyati harus rela melepaskan jubah kebesarannya sebagai seorang Hakim Agung, untuk kemudian digantikan dengan baju orang bertuliskan ‘Tahanan KPK’.

Ini yang kemudian membuat publik Indonesia semakin penasaran, tentang sosok hakim bertampang ramah itu.

Baca Juga: Makin Panas, Kritik Pedas Nikita Mirzani Terhadap Presenter Najwa Shihab!

Bagaimana tidak, nama Sudrajad Dimyati seolah telah menggoreskan sejarah kelabu bagi institusi hukum paling tinggi di Indonesia, sebagai Hakim Agung pertama yang tersangkut kasus hukum.

Itupun dia terlibat dalam kasus suap, yang tentunya akan membuat banyaknya cibiran datang menghampiri.

Tentunya itu menjadi hal yang sangat mengherankan, jika mengingat dirinya adalah orang yang sangat paham akan hukum.

Dilansir dari kanal YouTube Auto Populer, Sudrajad Dimyati memiliki latar belakang hukum yang kuat, usai menyelesaikan pendidikan di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Di sana, alumni dari SMA 3 Yogyakarta ini, menimba ilmu di bidang Hukum Tata Negara, baik dalam Program Sarjana (S1), maupun Magister (S2).

Jauh sebelum menduduki posisinya sebagai seorang Hakim Agung, Sudrajad Dimyati terlebih dulu meniti karirnya sebagaimana lulusan hukum yang terpelajar pada umumnya.

Baca Juga: Inilah Pengakuan Susi Soal Putri Candrawathi Dibalik Misteri Pembunuhan Brigadir J

Berbagai penempatan tugas telah dia jalani, termasuk ketika memimpin Pengadilan Negeri Kabupaten Wonogiri, pada rentang tahun 2001-2003.

Karirnya terus menanjak, terutama ketika ditunjuk untuk menjadi salah satu hakim di Pengadilan Jakarta Utara, pada tahun 2008 silam.

Pengalaman panjangnya mengurusi peradilan di ibukota, membuatnya kemudian diminta untuk mengisi posisi di Pengadilan Tinggi Maluku Utara, empat tahun setelahnya.

Tak butuh waktu lama bagi dirinya untuk kemudian ditunjuk sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Maluku Utara.

Belum lama mengemban tugas di salah satu pulau di Indonesia Timur itu, Sudrajad Dimyati kemudian dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat, satu tahun berselang.

Kali ini dia masih mengemban amanah yang sama, yaitu sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap Asal Mula Hasnaeni Moein Dijuliki Wanita Emas, Histeris saat Ditetapkan Tersangka Korupsi

Di periode ini juga pertama kalinya nama Sudrajad Dimyati tersiar luas ke publik.

Sayangnya bukan karena prestasi atas penegakkan hukum untuk kasus besar, melainkan karena isu miring yang menerpanya, saat mendaftar sebagai Hakim Agung untuk pertama kalinya.

Seperti diketahui, sebelum resmi menduduki jabatan penting sebagai seorang Hakim Agung, setiap orang yang diusulkan diwajibkan untuk menjalani fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) di hadapan Komisi III DPR RI.

Di tahapan inilah Sudrajad Dimyati diisukan bertemu dan bernegosiasi dengan salah seorang anggota Komisi III DPR RI, Bachruddin Nashori di dalam toilet.

Isu ini dilempar oleh seorang jurnalis, yang mengaku melihat sebuah transaksi, dan sontak mengguncang pemberitaan.

Meski pria asal Yogyakarta ini sempat diperiksa oleh Komisi Yudisial, namun tuduhan tersebut dinilai tidak terbukti.

Tapi itu tidak berarti langkahnya menuju posisi yang dia inginkan menjadi mulus.

Sebab saat itu, Komisi III DPR RI memutuskan bahwa Sudrajad Dimyati tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan.

Untuk itu, dia kemudian harus menunggu satu tahun lamanya baru kemudian harus mendaftar kembali, dan akhirnya dinyatakan lulus.

Jabatan sudah digenggam, fasilitas, tunjangan, hingga tahta dan sebagainya, pasti telah dia rengkuh selama tujuh tahun lebih, menjabat sebagai Hakim Agung Kamar Perdata.

Apesnya, dia terjerat kasus suap mengenai kasasi yang diajukan oleh debitur sebuah Koperasi Simpan Pinjam.

Dana sebesar Rp 800 juta berhasil diamankan penyidik KPK dalam kasus ini.

Nominalnya cukup mengagetkan, apakah memang seorang hakim di Mahkamah Agung bisa tergiur dengan nilai tersebut?

Karena menurut logika, pastinya akan terbagi lagi kepada orang-orang yang turut menjadi perpanjangan tangan, saat menerima aliran dana ilegal tersebut.

Kasus ini juga turut melibatkan beberapa pejabat penting, di tubuh Mahkamah Agung.

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan Sudrajad Dimyati pada 31 Desember 2021 lalu itu, nominal hartanya bisa dibilang cukup tinggi.

Dalam dokumen tersebut, pria kelahiran 27 Oktober 1957 ini, hanya memiliki dua unit kendaraan bermotor.

Salah satunya adalah sebuah kendaraan roda empat dari Honda, yang diproduksi pada tahun 2017.

Sayangnya, tidak disebutkan secara jelas tipe mobil yang dimiliki Sudrajad Dimyati ini, karena hanya tertulis Honda MPV, yang ditaksir memiliki nilai Rp 200 juta.

Jika ditelusuri Honda Prospek Motor sebagai ATPM Honda di Indonesia, hanya menjual dua tipe MPV di tanah air, pada tahun tersebut.

Satu di antaranya adalah Honda Odyssey sliding door MPV yang memiliki tingkat kenyamanan di atas rata-rata, tapi masih terasa cukup menyenangkan jika dikendarai sendiri.

Namun jika melihat taksiran harganya yang hanya bernilai Rp 200 juta, rasanya mustahil jika mobil yang dimaksud adalah Honda Odyssey, karena harga bekasnya saja masih di atas Rp 500 juta rupiah saat ini.

Kemungkinan kedua adalah Honda Mobilio, low MPV pertama dari pabrikan berlogo huruf ‘H’ tegak ini, diproduksi di rentang tahun 2014 hingga sekarang.

Populasinya juga cukup besar, karena merupakan saingan utama dari Toyota Avanza, sebelum hadirnya penantang yang lebih kuat.

Meskipun harga bekasnya berada di angka Rp 180 juta, namun inilah opsi yang paling masuk akal.

Karena untuk jenis Honda Freed yang kini harga berkisar di angka Rp 200 juta, seperti dalam taksiran dokumen LHKPN milik Sudrajad Dimyati, hanya diproduksi hingga tahun 2015.

Selanjutnya kendaraan bermotor lain yang dimilikinya adalah sebuah sepeda motor Honda Vario produksi tahun 2011, yang ditaksir bernilai Rp 9 juta.

Akan tetapi, total harta kekayaan miliknya, justru didominasi oleh kepemilikan aset berupa tanah dan bangunan, yang terhitung ada sebanyak 9 buah aset properti.

Masing-masing tersebar di Bantul, Sleman, Yogyakarta, dan Jakarta Timur, di mana total kesembilan aset properti ini bernilai Rp 2,4 miliar.

Meski demikian, ternyata ada lagi nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan aset dan properti tersebut.

Itu adalah kas dan setara kas, yang ternyata nilainya mencapai Rp 8 miliar lebih, dan sekaligus menjadi sektor tertinggi yang mendominasi harta kekayaan Sudrajad Dimyati.

Selain itu masih ada juga kekayaan berupa harta bergerak lainnya, sebesar Rp 40 juta.

Ini berarti, keseluruhan total kekayaan milik Hakim Agung Sudrajad Dimyati ini, bernilai Rp 10,7 miliar.

Apa mungkin nilai kekayaan yang sudah dimilikinya itu, masih dirasa kurang oleh Sudrajad Dimyati, sehingga dia nekat menukar integritasnya sebagai seorang Hakim Agung, demi uang sebesar Rp 800 juta?

Sementara itu di sisi lain, Novel Baswedan, selaku mantan penyidik terbaik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengunggah sebuah ucapan terima kasih atas keberhasilan mereka dalam operasi OTT.

Novel Baswedan menyebutkan, meski tidak mudah dan di tengah pimpinan KPK yang dinilai tidak antusias dalam memberantas korupsi, namun mereka tetap berhasil melakukan penangkapan tersebut.

Kurang lebih isi dari unggahan Novel Baswedan dalam akun Twitter miliknya @nazaqistsha, adalah sebagai berikut:

“Selamat atas keberhasilan kawan2 penyelidik KPK melakukan OTT thd Hakim Agung. Saya tahu ini tdk mudah, apalagi ditengah pimpinan KPK yg tampak tdk antusias memberantas korupsi. Semoga penindakan ini bisa berdampak baik dan menjadi jalan perbaikan.”

Sebelumnya telah diberitakan jika Hakim Agung, Sudrajad Dimyati, ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus suap.

Disebutkan sejumlah uang asing juga ditemukan dalam operasi senyap itu, namun untuk saat ini, jumlah totalnya belum akan dibeberkan ke publik.

Diduga, mereka yang menjadi tersangka karena telah menerima suap ini adalah Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY), PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie (MH), PNS MA Redi (RD), dan PNS MA Albasri (AB).

Untuk keenam tersangka penerima suap ini, disangkakan dengan pelanggaran sesuai Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun para tersangka yang diduga sebagai pemberi suap, antara lain adalah Yosep Parera (YP) selaku pengacara, Eko Suparno (ES) selaku pengacara pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT), dan pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Keempat orang tersangka pemberi suap ini, disangkakan dengan pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***

Editor: Siti Nurjanah

Sumber: Twitter @nazaqistsha Youtube Auto Populer


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x