Buntut Beri Keterangan Berbelit-belit, 2 ART Sambo Terancam Pidana, Tersangka Kasus Brigadir J Bakal Nambah?

- 12 November 2022, 21:32 WIB
 Buntut Beri Keterangan Berbelit-belit, 2 ART Sambo Terancam Pidana, Tersangka Kasus Brigadir J Bakal Nambah?
Buntut Beri Keterangan Berbelit-belit, 2 ART Sambo Terancam Pidana, Tersangka Kasus Brigadir J Bakal Nambah? /Kolase foto Twitter @JokoHar68301204 & AMP_Stories/

TERAS GORONTALO – Dua orang ART Ferdy Sambo terancam jadi tersangka, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Diryanto, alias Kodir, yang sudah lama bekerja untuk Ferdy Sambo, sebagai ART terancam menjadi tersangka setelah memberi jawaban yang berbelit-belit.

Ada juga Susi, ART Ferdy Sambo lainnya, sebelumnya sudah mendapat ancaman pidana, tidak hanya dari Hakim, namun juga oleh pengacara terdakwa Bharada E, akibat diduga memberikan keterangan palsu.

Baik Kodir maupun Susi, saat memberikan kesaksian mereka, sama-sama memberikan keterangan yang sulit untuk diterima akal sehat.

Pengakuan Kodir

Dalam persidangan, Kodir memberikan pengakuan bahwa dirinya diperintah sang majikan, untuk memanggil tetangganya, yakni AKBP Ridwan Soplanit.

Ketika itu, Ridwan Soplanit ini masih menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

Akan tetapi, apa yang diceritakan oleh Kodir itu, ternyata jauh berbeda dengan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah dia buat sebelumnya. 

Dalam BAP, ART yang kala itu hadir mengenakan kemeja berwarna krem ini menyebutkan bahwa Prayogi-lah, orang mendapat perintah untuk memanggil Ridwan Soplanit.

Selain Jaksa, Kodir juga dicecar oleh majelis Hakim, perihal benda paling krusial dalam kasus pembunuhan berencana ini, yaitu CCTV.

Karena sejak awal telah dikatakan jika CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo saat itu sedang rusak, dan hal tersebut diketahui saat pengecekkan dilakukan pada tanggal 15 Juni 2022.

Selain membenarkan perihal CCTV yang rusak, dalam pernyataannya Kodir seolah-olah melemparkan semua kesalahan kepada Brigadir J, yang menurutnya sengaja menunda dilakukannya perbaikan, sampai akhirnya ditemukan tewas di rumah itu.

Tak hanya itu, dia mengklaim sebagai orang yang diminta untuk membersihkan bekas darah Brigadir J, namun sayangnya, dia mengaku tidak ingat siapa orang yang telah memerintahnya itu.

Di sisi lain, masih terkait BAP yang dibuat oleh Kodir, dia menyebutkan bahwa dirinya mendapat perintah dari suami Putri Candrawathi itu, untuk menghubungi Polres Metro Jakarta Selatan, serta memanggil ambulans.

“Saudara mengatakan, saudara menghubungi sopir Kasat (Ridwan Soplanit), saudara kan tidak diperintahkan, yang diperintahkan itu kan Yogi (ajudan Ferdy Sambo, Prayogi Iktara Wikaton) itu pun untuk menghubungi ambulans dan Polres Jakarta Selatan kenapa tiba-tiba saudara ke rumah Kasat itu?” tanya Jaksa.

“Seingat saya, diperintah,” jawab Kodir.

Mendapat jawaban seperti itu, emosi Jaksa seolah tersulut.

“Yang benar ini atau yang mana? Kan saudara jelasin yang diperintah Ferdy Sambo (di BAP) Yogi, itu pun yang diperintah bukan Kasat Serse, Reskrim, tapi ambulans dan Polres Jakarta Selatan,” ucap Jaksa.

Jaksa pun kembali mengingatkan bahwa Kodir saat ini berada dalam sumpah, untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya.

Sehingga dia meminta agar ART Ferdy Sambo itu berhati-hati dengan ucapannya, supaya tidak dimakan oleh sumpahnya sendiri.

“Saudara tidak diperintah Ferdy Sambo untuk menghubungi Kasat Reskrim. Tapi keterangan saudara tadi mengatakan saya diperintahkan untuk menghubungi Kasat Reskrim, yang di samping rumah Ferdy Sambo, kan? Menjadi supirnya. Di sini yang diperintahkan Yogi. Atas inisiatif siapa saudara menghubungi Kasat Reskrim itu melalui supirnya?” cecar Jaksa.

“Seingat saya bertiga, pak,” tutur Kodir.

“Bertiga. Kan Saudara hanya mendengar,” ucap Jaksa.

Jaksa kemudian memperagakan saat Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Yogi, untuk menghubungi ambulans dan Kapolres Jakarta Selatan.

“’Diryanto, hubungi Kasat Reskrim’. Ada begitu omongannya (Ferdy Sambo)?” tanya Jaksa lagi.

“Seingat saya seperti itu,” jawab Kodir.

“Kenapa nggak saudara jelaskan di BAP seperti itu? Saudara ini seenaknya aja. Ini keteranganmu. Ambulans dan Kapolres dan Polres Jakarta Selatan. Tiba-tiba saudara menghubungi supirnya Kasat Reskrim. Ini nih yang nggak nyambung. Belum nyambung ini. Yogi. Saudara baca, kan?” jelas Jaksa, sambil menahan emosinya.

“Siap,” ucap Kodir.

“Disumpah, kan?” imbuh Jaksa.

“Siap,” jawab Kodir singkat.

Perbedaan pernyataan yang disampaikan oleh Kodir ini, membuat kesabaran Jaksa makin menipis.

Hingga akhirnya terlontar dalam ucapan Jaksa, agar yang bersangkutan dipertimbangkan untuk menjadi tersangka.

“Saudara Majelis Hakim. Kami melihat dan menilai saksi ini, sudah berbelit-belit dan berbohong. Supaya kiranya, Majelis Hakim mengeluarkan penetapan untuk menjadikan saksi ini jadi tersangka. Kalau diminta. Dicatat oleh panitera, mohon izin,” tegas Jaksa.

Kesaksian Susi

Jauh sebelumnya, ART Ferdy Sambo yang lain Susi, sudah pernah mendapatkan ancaman pidana serupa, akibat diduga memberikan keterangan palsu di pengadilan. 

Selain keterangan yang berubah, cerita atau kronologi yang dibeberkan oleh ART Susi, juga dinilai janggal, bahkan terkesan dipenuhi kebohongan.

Salah satu cerita yang dianggap janggal oleh Majelis Hakim, JPU hingga penasehat hukum adalah terkait aksi Yosua yang mengangkat Putri Candrawathi.

ART itu mengklaim jika saat peristiwa itu terjadi, dia tengah berada di dapur, untuk membuatkan wedang yang diminta oleh Putri Candrawathi.

Kemudian istri Ferdy Sambo menanyakan perihal keberadaan Kuat Ma’ruf, ketika Susi membawakan wedang pesanannya.

Dari penuturannya juga diketahui bahwa lokasi antara dapur dan ruang tengah cukup dekat, sehingga diperkirakan setiap obrolan bisa terdengar.

Karena dicari Putri Candrawathi, maka Susi pun lantas memanggil Kuat Ma’ruf, yang disebut-sebut berada di garasi tengah bersama Brigadir J.

“Terus datang si Josua ke arah ibu (Putri Candrawathi), ingin mengangkat ibu,” ucap Susi menjelaskan peristiwa tersebut.

Ucapan Susi itu langsung diinterupsi oleh Majelis Hakim, yang lantas mengundang pertanyaan, karena sang ART sudah lebih dulu menjelaskan, padahal belum ada yang menanyakan.

“Ini yang kadang-kadang yang ketua majelis tadi omongin. Belum ditanyain sudah menjelaskan ke situ. Sementara posisimu waktu itu sedang di dapur. Bagaimana caranya tahu kalau dia mau mengangkat atau tidak mengangkat?” jelas Hakim.

“Apakah hanya kamu bayangkan, atau hanya kamu pikirkan, atau pernah mendengar cerita tentang angkat-mengangkat itu?” imbuh Hakim, menambahkan pernyataan sebelumnya.

Tidak jelasnya keterangan yang diberikan oleh Susi, semakin membuat Hakim mencecarnya dengan berbagai pernyataan lain.

Karena menurut Hakim, cerita yang disampaikan Susi tidak masuk di akal.

Apalagi dia tidak bisa membuktikan apakah melihat langsung atau tidak, aksi bopong-membopong itu.

“Kamu lihat atau tidak?” tanya Hakim lagi.

“Melihat,” jawab Susi.

“Kamu lihat langsung?” ujar Hakim, untuk memastikan keterangan yang diberikan. 

“Kalau melihat langsung saya tidak tahu, tapi om Josua berdiri di sana. Terus om Kuat berkata, 'om jangan ngangkat-ngangkat ibu',” jelas Susi, yang sebelumnya sempat terdiam beberapa saat sebelum menjawab.

Pernyataan janggal Susi ini kemudian mendapat sorotan tajam dari Hakim, karena dianggap mustahil seseorang dapat mengatakan ada kejadian mengangkat atau tidak, tanpa melihatnya secara langsung.

“Terus bagaimana caranya kamu bisa mengatakan bahwa mengangkat atau tidak mengangkat, sementara kamu tidak melihat?” tanya Hakim untuk kesekian kalinya.

Ketika dicecar Hakim apakah dia benar-benar melihat dengan mata kepalanya sendiri sewaktu Joshua mengangkat Putri Candrawathi.

Seolah didikte, Susi lagi-lagi memberikan jawaban yang sama, dengan kalimat yang serupa, bahwa almarhum terlihat ‘ingin’ membopong istri atasannya.

“Saya melihat om Josua mau mengangkat ibu, tapi dilarang sama Om Kuat,” kata Susi.

Majelis Hakim lalu memberikan sindiran pedas, yang membuat Susi sempat diam tak berkutik dan sulit untuk berkata apa-apa.

“Berarti di dapur kamu balik kanan dan kamu melihat ke belakang? Atau bagaimana? Atau ada spionnya? Bisa melihat ke belakang? Kamu di dapur itu membelakangi posisi ibu PC (Putri Candrawathi) di sofa atau tidak? Bisa kamu jelaskan itu?” cecar Hakim yang membuat Susi terdiam seribu bahasa.

Majelis Hakim bahkan tidak segan-segan menyebutkan jika Susi memang telah membohongi persidangan, akibat pernyataan yang berbelit-belit dan kerap berubah.

“Bohongnya enggak keterlaluan kamu ini? Berarti saudara Richard ngeliat enggak? Terdakwa ini ngeliat enggak, pada saat Josua mengangkat tubuh PC?” tanya Hakim.

“Abis itu kan om Josua manggil Richard, buat ngangkat ibu,” ujar Susi.

“Pertanyaan saya, apakah terdakwa (Bharada E) melihat saudara Josua mengangkat tubuh Putri?”

“Belum sempat mengangkat,” jawab Susi.

“Melihat (atau) tidak pertanyaan saya?” ucap Hakim menegaskan.

“Melihat, masih ada di sana,” terang Susi.

Dari keterangan Susi ini kemudian diketahui jika Richard Eliezer juga berada di lokasi yang sama dengan Brigadir J, ketika dugaan aksi bopong-membopong itu terjadi.

Kendati demikian, walau sebelumnya sempat berbelit-belit dan berputar-putar saat memberikan jawaban, namun dari keterangan Susi akhirnya terungkap jika Brigadir J tidak pernah mengangkat atau membopong Putri Candrawathi.

“Terus jadi dia diangkat, apa enggak? Jadi diangkat?” tanya Hakim, lagi dan lagi.

“Tidak bapak. Tidak diangkat,” jawab Susi.

“Jadi gimana?” ucap Hakim, penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh Susi.

“Ya ibu masih di sofa. Enggak lamaan om Kuat manggil Bibi, kan Bibi di dapur. ‘Sus, tolong pindahin ibu, papah ke atas.” Saya memapah ibu sama om Kuat ke atas,” jelas ART yang kini berhijab itu.

Hakim kemudian menegaskan kembali bahwa apa yang disampaikan oleh Susi itu adalah benar peristiwa yang terjadi di tanggal 4 Juli 2022.

Karena sebelumnya, dalam BAP, sangat berbanding terbalik dengan pernyataan yang dia berikan di persidangan.

“Tadi itu tanggal 4 (Juli), ya? Berarti enggak jadi diangkat, walaupun di dalam BAP penyidik kamu bilang diangkat, oleh Joshua,” ungkap Hakim.

“Itu sempat, sempat enggak ngangkat, om. Joshua enggak ngangkat,” timpal Susi, memotong ucapan Hakim.

“Iya, tapi di BAP penyidik, keteranganmu itu diangkat, gitu lho. Ini hal penting. Yang benarnya yang ini, sekarang? Kenapa kamu rubah? Enggak segampang itu merubah keterangan” tegas Hakim.

Ketika ditanya seperti itu, Susi menjadikan gugup karena dipanggil polisi sebagai alasan, sehingga dirinya kerap mengubah pernyataan, hingga akhirnya menjadi sangat berbeda dengan apa yang dia tuliskan dalam BAP.

“Enggak bisa kami terima alasan seperti itu. Maaf cakap, ya, untuk ART kamu itu sebenarnya pintar. Semua tau ceritanya, kok, sampai ajudan segala macam itu. Tiba-tiba kalau kita bertanya yang agak ini, kamu bilang lupa, gugup,” pungkas Hakim.

Tidak konsistennya keterangan yang diberikan ART Ferdy Sambo itu, membuat Hakim Ketua mengeluarkan peringatan kepadanya.

Menurut Hakim, jika dia terus-menerus mempertahankan kebohongan tersebut, maka seharusnya dia bukan duduk di kursi saksi, melainkan duduk bergabung dengan para tersangka lainnya.

Bahkan, jika kebohongan yang dia lakukan ternyata sangat keterlaluan, Hakim mengizinkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memproses pidana Susi, dengan ancaman hukuman mencapai 7 tahun.

Tak hanya Hakim, kuasa hukum Bharada E sendiri justru dengan tegas meminta agar Susi dikenakan dengan pasal 174 KUHAP, dengan ancaman hukuman sesuai dalam Pasal 242 KUHP.

“Ijin majelis, ini kan terkait aturan main di persidangan. Sesuai Pasal 3 KUHAP. Kami memohon agar saksi dikenakan pasal 174 tentang kesaksian palsu, dengan ancaman 242 KUHP, 7 tahun. Mohon dicatat,” tegas Ronny Talapessy.***



Editor: Viko Karinda

Sumber: YouTube PN Jaksel


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah