Bahaya Neo KUHP di Tengah Panasnya Kasus Sambo, Adhie Massardi : Kemarin No Viral No Justice, Sekarang…

- 18 Desember 2022, 16:11 WIB
 Bahaya Neo KUHP di Tengah Panasnya Kasus Sambo, Adhie Massardi : Kemarin No Viral No Justice, Sekarang…
Bahaya Neo KUHP di Tengah Panasnya Kasus Sambo, Adhie Massardi : Kemarin No Viral No Justice, Sekarang… /Tangkapan layar YouTube Refly Harun/

TERAS GORONTALO – Setelah melalui pergumulan panjang, pemerintah akhirnya telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Pengesahan RKUHP ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR RI, Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa, 6 Desember 2022 lalu.

Ini berarti, RKUHP (Neo KUHP) yang baru tersebut, akan menggantikan aturan hukum lama, warisan dari Kolonialisme Belanda pada Indonesia. 

Baca Juga: BERLIN GEMPAR! Akuarium Raksasa Pencetak Rekor Terbesar Dunia Meledak, 1500 Spesies Ikan Tropis Mati Sia-sia

Memang tujuan dibuatnya Neo KUHP ini adalah untuk melindungi rakyat, namun apa jadinya jika justru aturan tersebut memiliki logika terbalik?

Sebagaimana yang dilansir dari kanal YouTube Refly Harun, budayawan Adhie Massardi mengatakan bahwa RKUHP yang baru ini harusnya dibatalkan.

Karena dalam Neo KUHP, logika yang diterapkan berbanding terbalik dengan ketentuan hukum yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.

“Undang-undang itu dibuat memang untuk melindungi rakyat, untuk masyarakatnya. Tapi terkait dengan KUHP ini, Neo KUHP, saya menyebutnya Neo KUHP, logikanya itu terbalik,” sebut Adhie Massardi.

Menurutnya, jabatan kekuasaan umum atau publik, semuanya itu disediakan oleh rakyat.

Dan ketika rakyat menyediakan ‘kursi’ untuk Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD atau lain sebagainya itu mengeluarkan cost sosial yang cukup besar.

Baca Juga: One Piece: Alasan Para Yonko Mau Menjadi Raja Bajak Laut dan Terungkapnya Misi Shanks Untuk Tenryuubito

Maka ‘kursi-kursi’ yang ada di DPR itu adalah sesuatu yang suci, sehingga orang-orang yang duduk di situ pun harus memiliki integritas dan sanggup menjaga etika serta moral yang dimilikinya.

Adhie Massardi menjelaskan, tugas rakyat sebagai orang yang memberikan ‘kursi’ tersebut adalah sebagai pengawas, yang siap untuk mengingatkan.

Sayangnya, dengan disahkannya Neo KUHP, rakyat sebagai pemilik tertinggi ‘kursi’ yang diduduki oleh pemerintah, justru saat ini terancam dengan hukuman penjara.

Padahal sudah merupakan tugas dan tanggung jawab rakyat untuk tidak hanya mengawasi, tapi juga mengingatkan, agar orang yang mereka pilih tidak menyimpang dari kewenangan mereka.

“Oleh sebab itu, yang duduk di situ (pejabat negara), kalau melakukan pencemaran, mengingkari jabatannya, mengingkari tugasnya, hukumannya yang harus diperberat, bukan kita (rakyat) yang mengingatkan,” tukas Adhie Massardi.

Dalam penjelasannya, dia pun memberikan perumpamaan tentang bagaimana jika Neo KUHP ini sudah diberlakukan saat kasus Sambo mencuat ke publik.

Di awal kasus muncul, semua masih berupa dugaan yang belum terbukti kebenarannya.

Seandainya saja Neo KUHP saat itu sudah berlaku, mungkin saat ini sudah banyak orang yang ditangkap atas dasar melakukan penghinaan terhadap institusi Polri.

Bayangkan saja kalau Neo KUHP ini sudah berlaku, saat kasus Ferdy Sambo misalnya, karena pada mulanya kan semua masih bersifat dugaan semata.

Nah, semua dugaan yang terlontar itu bisa saja akan dikategorikan sebagai penghinaan terhadap institusi Polri.

“Waktu itu kalau undang-undang ini (Neo KUHP) sudah berlaku, Ferdy Sambo dengan Satgassusnya bisa menangkap semua orang, dengan tuduhan menghina,” terang Adhie Massardi.

Sama halnya dengan kasus-kasus korupsi yang menimpa pejabat publik lainnya, selalunya pasti dimulai dari dugaan.

Bahkan dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan oleh KPK, pastinya bermula dari dugaan dulu, baru kemudian disiapkan ‘perangkap’ untuk menangkap para terduga tersebut.

Nah, jika kemudian mereka yang menduga tersebut dilaporkan atau dipenjarakan, karena pihak terduga merasa terhina, lantas kapan kasus korupsi bisa terungkap?

Aturan dalam Neo KUHP inilah yang dinilai Adhi Massardi sebagai suatu hal yang sudah melampaui tata cara bernegara yang baik.

“Karena itu saya sih ingin mengajak teman-teman, saudara sekalian untuk berusaha berjuang membatalkan undang-undang ini. Daripada kita harus banyak hati-hati sementara kita tahu moralitas, etika pejabat kita hari ini seperti itu,” ujar Adhie Massardi.

Lebih lanjut lagi, eks Ketua Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) ini menyebutkan bahwa sebenarnya keterlibatan publik sangat penting.

Seperti dalam kasus Sambo baru-baru ini, di mana seorang Menko Polhukam, Mahfud MD, yang adalah teman dari Adhie Massardi secara blak-blakan bicara kepadanya.

“Keterlibatan publik itu penting. Mahfud MD, temen saya, Menko Polhukam itu, secara terbuka ngomong bahwa dia memang mengangkat kasus Sambo ini untuk melibatkan publik, mencari dukungan publik, agar dapat bisa menekan polisi, agar ada tindakan hukum,” ungkap Adhie Massardi.

Dari hal tersebut seharusnya kita sudah bisa menilai seberapa pentingnya people power itu, jika berurusan dengan pelanggaran hukum di negeri ini.

Karena sudah terbukti dari beberapa kasus yang terjadi, terutama apa yang menimpa seorang ajudan Jenderal polisi, yang akhirnya diusut dan sekarang tengah dalam proses peradilan, setelah publik membuat ‘keributan’.

“Kemarin itu kan ‘No Viral No Justice’, sekarang ‘Makin Viral, Makin Bahaya Buat Kita’. Karena itu menurut saya, sih, nggak bisa ini (Neo KUHP) dibiarkan,” tegas Adhie Massardi.***



Editor: Viko Karinda

Sumber: Youtube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah