Film Dokumenter Dirty Vote ungkap Fakta Kecurangan Pemilu Demi Kekuasaan

- 11 Februari 2024, 21:05 WIB
Poster film Dirty Vote (kiri) dan ilustrasi Jokowi (kanan).
Poster film Dirty Vote (kiri) dan ilustrasi Jokowi (kanan). /Kolase foto X @idbaruid dan Pikiran Rakyat/Fian Afandi/



TERAS GORONTALO - Jelang hari pemilihan pada 14 Februari 2024, sebuah film dokumenter yang mengangkat desain kecurangan pemilu digagas oleh masyarakat sipil saat tahapan kampanye pemilu telah berakhir.

Film tersebut diberi judul"Dirty Vote" yang disiarkan di kanal YouTube pada Minggu, 11 Februari 2024, yang bertepatan dengan masa tenang pemilu 2024 pada pukul 11.00 WIB dengan momentum 11.11.

Dalam film ini, sang sutradara menghadirkan sejumlah fakta yang bersumber dari video dan berita dari sumber yang kredibel.

Film dokumenter eksplanatori berjudul "Dirty Vote" ini dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Dikutip dari Jambi Pikiran Rakyat https://jambi.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-3467704445/film-dokumenter-dandhy-dwi-laksono-tentang-pemilu-dirty-vote-diluncurkan-ini-link-nonton, para ahli tersebut menguraikan bagaimana memenangkan pemilu dengan menggunakan instrumen kekuasaan meskipun prosesnya melanggar bahkan merusak tatanan dalam berdemokrasi.

Dikatakan, dengan memanfaatkan kuatnya kekuasaan serta hebatnya infrastruktur, secara terbuka diperlihatkan dipublik demi mempertahankan status quo.

Mengacu pada fakta dan data, penjelasan tiga ahli hukum tata negara ini disampaikan jenis-jenis kecurangan berdasarkan analisa hukum tata negara.

Alat Peraga Kampanye Masih Bertebaran Sederhananya menurut Bivitri Susanti, dalam film ini menyajikan rekaman sejarah tercederainya demokrasi dibangsa ini suatu saat. Pasalnya, secara terang-terangan kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang dipilih dijalan demokrasi itu.

“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam siaran pers yang diterima Jambian.ID, Minggu (11/2/2024).

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini. Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?

Halaman:

Editor: Budyanto Hamjah

Sumber: JAMBI PIKIRAN RAKYAT


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x