Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah', di 'Serang' Netizen, Ada apa ya?

- 3 Oktober 2021, 17:17 WIB
Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah
Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah /Tangkap layar facebook/Funco Tanipu/

"Dalam konteks itu, seorang pemimpin sebagai "wakil" wajib menjaga alam dan segala apa yang ada kaitannya dengan sepenuh hati. Marah adalah salah satu sifat untuk menegakkan kebenaran. Itu termaktub dalam kalimat adati hulo-hulo'a to Syara'a, Syara'a hulo-hulo'a to Quruani (adat bersendikan syara', syara bersendikan Qur'an). Artinya, ada ruang dan kewajiban menegakkan amal ma'ruf dan nahi munkar," ungkapnya.

"Pertanyaan kemudian, apakah perilaku marahnya Risma itu bisa menyelesaikan sesuatu atau membuat tata kelola pemerintahan menjadi lebih baik? Risma telah mencontohkan kebiasaan marahnya telah membuat Surabaya meraih 322 penghargaan baik nasional maupun internasional. Di level internasional, Risma mendapatkan penghargaan sebagai Walikota Terbaik Dunia dari citymayors.com. Risma juga dianugerahi walikota ketiga terbaik dunia dari World Mayor Project hingga ia menjadi tokoh urutan ke 24 dari 50 tokoh dunia versi Fortune."

"Di wilayah Asean, Risma pernah menjadi Ketua Asean Mayors Forum, yang saya menjadi saksi bagaimana Risma bisa menjadi pusat perhatian saat Asean Mayors Forum di Bangkok tahun 2019 silam.
Maksud saya menulis ini untuk menjernihkan persoalan, bahwa marahnya Risma tidak bisa dilihat dari satu perspektif, tapi multi perspektif."

Selanjutnya Funco Tanipu melalui tulisannya mengungkapkan, harusnya Risma sebagai pemimpin ada sifat penyayang.

"Memang banyak yang menginginkan harusnya Risma sebagai pemimpin ada sifat "toliango" atau kasih sayang. Tapi, makna toliango tidak bisa ditafsirkan satu jenis saja yakni sayang saja, marah pun adalah bagian dari toliango."

"Coba kita perhatikan orang-orang tua kita, sering marah pada kita. Itu bukan "yingo" tapi "toliango". Jadi "toliango" harus didudukkan secara lebih proporsional."

Dijelaskannya, yingo dan toliango dalam konteks Gorontalo adalah sesuatu yang melekat dan terpadu satu sama lain.

"Tidak bisa dipisahkan. Karena bisa saja, misalnya jika kita lihat pada kakek dan nenek kita yang begitu sayang pada cucunya dengan cara "hepopohidiyo liyo" maka banyak contoh jika anak tersebut kelak akan jadi "jamodungohe" dan bahkan "kapala angi" dalam konteks negatif. Karena kasih sayang yang berlebihan."

Terakhir Funco Tanipu, mengajak agar semua pihak lebih proporsional dalam melihat peristiwa yang terjadi.

"...Problem inti sebenarnya bukan soal marah, tapi soal ketidakberesan manajemen data yang memang amburadul. Tapi jika dalam beberapa waktu kedepan misalnya hal ini tetap tidak beres dan tidak ada perubahan, maka Risma bisa saja kita sematkan "yingo ma'o-yingo ma'o" atau "moyingo jato tambati liyo". Sebab, dia juga bertanggung jawab sepenuhnya atas manajemen data yang buruk, walaupun ia mewarisi hal yang buruk itu saat ia baru beberapa bulan masuk ke lingkungan kementrian yang ia pimpin, maka dia harus menunjukkan efekifitas marah yang ia terapkan saat di Surabaya lalu." akhir paragraf tulisan Funco Tanipu.

Halaman:

Editor: Usman Anapia

Sumber: Facebook/Funco Tanipu


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x