Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah', di 'Serang' Netizen, Ada apa ya?

- 3 Oktober 2021, 17:17 WIB
Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah
Tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah /Tangkap layar facebook/Funco Tanipu/

TERAS GORONTALO - Belum lama ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini, marah-marah saat rapat pemadanan data bersama pemerintah provinsi Gorontalo dan kabupaten kota.

Dalam rapat tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini sempat emosi dan menunjuk-nunjuk seseorang, Kamis 30 September 2021.

Aksi Mensos itu sempat direkam dan viral di berbagai media sosial, dan buat heboh warga Gorontalo.

Informasi dihimpun media ini, Amarah Mensos Risma ini dipicu setelah adanya perbedaan laporan antara Program Keluarga Harapan (PKH) setempat dengan data yang disampaikan pejabat Kemensos.

Data tersebut terkait dicoretnya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Sementara pejabat Kemensos yang hadir dalam rapat tersebut memaparkan bahwa pihak Kemensos tidak pernah mencoret data KPM PKH.

Baca Juga: Meski Dimarah dan di Tunjuk-tunjuk, kepada Gubernur Gorontalo Fajar Mengaku Sudah Memaafkan Mensos Risma

Atas aksi viralnya video yang menujukan kemarahan Menteri Sosial Tri Rismahar ini, mengundang banyak tanggapan.

Di Wilayah Gorontalo, dari pantauan terasgorontalo Minggu 3 Oktober 2021, salah satu yang menanggapi viralnya video Menteri Sosial Tri Rismaharini yang marah-marah itu, adalah Funco Tanipu.

Funco Tanipu yang merupakan Dosen di salah satu Universitas ternama di Gorontalo itu, menurunkan tulisan melalui akun facebook miliknya yang berjudul 'Risma dan Antropologi Marah'.

Seketika tulisan Funco Tanipu mantan aktivis Himpunana Mahasiswa Islam (HMI) itu di 'serang' Netizen.

Namun sebelum mambahas apa pendapat Netizen terkait tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah' mari kita lihat tulisannya.

Baca Juga: Gubernur Gorontalo Minta Presiden Jokowi Evaluasi Sikap Risma yang Selalu Emosional

Berikut tulisan Funco Tanipu di facebook yang berjudul 'Risma dan Antropologi Marah' yang diunggah melalui akun facebook miliknya, dikutip terasgorontalo 3 Oktober 2021.

Pada paragraf kedua dalam tulisannya, Funco Tanipu mengatakan, fokus membahas "marahnya" Risma dan bagaimana orang Gorontalo memandang perilaku marah dalam perspektif antropologi.

Kemarahan Risma menurutnya, bukan sesuatu yang spontan. Kemarahannya adalah rangkaian peristiwa dan kejadian serta latar belakang kultural Risma itu sendiri.

"Dalam perspektif antropologi Gorontalo, marahnya Risma bertingkat-tingkat. Risma adalah seseorang yamg "moyingowa" atau pemarah jika melihat ketidakbenaran atau kebatilan," tulis Funco Tanipu.

Risma juga "mopatuwa" artinya perangainya mudah panas atau mudah marah, apalagi melihat banyak ketidakberesan aparat dalam pelayanan publik.

"Banyak rekaman kejadian yang bisa kita tonton soal perangai Risma, baik mulai dari Walikota Surabaya maupun saat dia menjabat Mentri Sosial." katanya.

Dikatakan Funco Tanipu, Dua "dasar" ini adalah "kaki" perangai Risma dalam pemerintahan.

"Dalam konteks antropologi Gorontalo, karena banyak perulangan kejadian yang tidak beres atas tata kelola pemerintahan, maka membuat inilah yang membentuk dan menjadi "tahu-tahu atau sudah tersimpan dalam memori dan nurani," jelasnya.

Baca Juga: Mensos Tri Rismaharini Marah-marah di Gorontalo, Gubernur Rusli: Contoh yang Tidak Baik

Di Gorontalo, jika marah sudah dalam tingkat "tahu-tahu" maka dengan trigger apapun, khususnya melihat ketidakberesan yang berulang, akan segera "naik" dan pada ujungnya pendamping PKH "tilu-tilunggoiyo" alias ditunjuk-tunjuk. Molu-molunggo'o adalah ekspresi marah dalam kaidah Gorontalo. Ekspresi dari pendamping adalah "le hulo'o" atau terduduk.

"Jadi, apa yang Risma ekspresikan sebenarnya ada dalam kultur keseharian orang Gorontalo. Bahkan dalam kemarahan orang Gorontalo yang lain, jima sudah "tahu-tahu" marah, maka ada beberapa yang akan "anu-anungo" atau menyelipkan pisau atau parang di balik baju untuk membalas atau mengekspresikan kemarahannya," terangnya.

Kemarahan Risma menurutnya, masuk juga dalam varian marahnya orang Gorontalo yakni "lombu-lombula nyawa" artinya itu berarti kiasan seperti merebus air yang mendidih. Dalam arti lain, marahnya Risma sudah berada "mato yimbupulu" atau sudah berada di ubun-ubun.

"Marah dalam perspektif orang Gorontalo sangat beragam. Mulai dari yingo, moyingowa, yingo ma'o-yingo ma'o, yiyingowa, mayile yingo dan banyak ragam ekspresi lainnya," ulasnya.

Sambung tulisan diparagraf selanjutnya, Funco Tanipu menjelaskan, ada yang ekspresi lanjutan dengan sabar dan menyerahkan ke Allah dengan "mapilooyonga liyo" dan ada yang "maletahu yingo" artinya marahnya disimpan, sewaktu-waktu bisa meledak. Risma masuk kategori kedua, maletahu yingo.

"Pertanyaannya, apakah marah adalah keburukan atau tidak? Dalam konteks antropologi Gorontalo, marah dengan segala variannya adalah bagian dari kearifan lokal. Kenapa bisa disebut arif? Karena marah adalah untuk meluruskan yang tidak beres. Ada ketidakbecusan dalam mengelola sesuatu," tanya Funco.

Lanjut tulisannya, di konteks Gorontalo, seorang pemimpin atau disebut "wuleya lo lipu" harus punya sifat marah. Karena sesuai janji adatnya, "huta, huta lo ito Eeya" (tanah, tanah milik Allah), "taluhu, taluhu lo ito Eeya" (air, air milik Allah), "dupoto, dupoto lo ito Eeya" (angin, angin milik Allah), "tulu-tulu lo ito Eeya" (api, api milik Allah).

"Dalam konteks itu, seorang pemimpin sebagai "wakil" wajib menjaga alam dan segala apa yang ada kaitannya dengan sepenuh hati. Marah adalah salah satu sifat untuk menegakkan kebenaran. Itu termaktub dalam kalimat adati hulo-hulo'a to Syara'a, Syara'a hulo-hulo'a to Quruani (adat bersendikan syara', syara bersendikan Qur'an). Artinya, ada ruang dan kewajiban menegakkan amal ma'ruf dan nahi munkar," ungkapnya.

"Pertanyaan kemudian, apakah perilaku marahnya Risma itu bisa menyelesaikan sesuatu atau membuat tata kelola pemerintahan menjadi lebih baik? Risma telah mencontohkan kebiasaan marahnya telah membuat Surabaya meraih 322 penghargaan baik nasional maupun internasional. Di level internasional, Risma mendapatkan penghargaan sebagai Walikota Terbaik Dunia dari citymayors.com. Risma juga dianugerahi walikota ketiga terbaik dunia dari World Mayor Project hingga ia menjadi tokoh urutan ke 24 dari 50 tokoh dunia versi Fortune."

"Di wilayah Asean, Risma pernah menjadi Ketua Asean Mayors Forum, yang saya menjadi saksi bagaimana Risma bisa menjadi pusat perhatian saat Asean Mayors Forum di Bangkok tahun 2019 silam.
Maksud saya menulis ini untuk menjernihkan persoalan, bahwa marahnya Risma tidak bisa dilihat dari satu perspektif, tapi multi perspektif."

Selanjutnya Funco Tanipu melalui tulisannya mengungkapkan, harusnya Risma sebagai pemimpin ada sifat penyayang.

"Memang banyak yang menginginkan harusnya Risma sebagai pemimpin ada sifat "toliango" atau kasih sayang. Tapi, makna toliango tidak bisa ditafsirkan satu jenis saja yakni sayang saja, marah pun adalah bagian dari toliango."

"Coba kita perhatikan orang-orang tua kita, sering marah pada kita. Itu bukan "yingo" tapi "toliango". Jadi "toliango" harus didudukkan secara lebih proporsional."

Dijelaskannya, yingo dan toliango dalam konteks Gorontalo adalah sesuatu yang melekat dan terpadu satu sama lain.

"Tidak bisa dipisahkan. Karena bisa saja, misalnya jika kita lihat pada kakek dan nenek kita yang begitu sayang pada cucunya dengan cara "hepopohidiyo liyo" maka banyak contoh jika anak tersebut kelak akan jadi "jamodungohe" dan bahkan "kapala angi" dalam konteks negatif. Karena kasih sayang yang berlebihan."

Terakhir Funco Tanipu, mengajak agar semua pihak lebih proporsional dalam melihat peristiwa yang terjadi.

"...Problem inti sebenarnya bukan soal marah, tapi soal ketidakberesan manajemen data yang memang amburadul. Tapi jika dalam beberapa waktu kedepan misalnya hal ini tetap tidak beres dan tidak ada perubahan, maka Risma bisa saja kita sematkan "yingo ma'o-yingo ma'o" atau "moyingo jato tambati liyo". Sebab, dia juga bertanggung jawab sepenuhnya atas manajemen data yang buruk, walaupun ia mewarisi hal yang buruk itu saat ia baru beberapa bulan masuk ke lingkungan kementrian yang ia pimpin, maka dia harus menunjukkan efekifitas marah yang ia terapkan saat di Surabaya lalu." akhir paragraf tulisan Funco Tanipu.

Serangan Komentar Netizen dalam Kolom di Tulisan Funco Tanipu

Nah sekarang kita masuk apa yang menjadi 'serangan' Netizen pada tulisan Funco Tanipu yang diberi judul 'Risma dan Antropologi Marah'.

Banyaknya komentar netizen di kolom komentar, dari pantau terasgorontalo, terlihat beragam komentar yang berbeda.

"Gagah depe ulasan.... so tinggi maqom kalo so di level "maapilooyonga"," tulis akun facebook Pokay Gorontalo.

Selanjutnya komentar akun atas nama Ayuba Pantu.

"Marah soal biasa kesalahan kekhilapan kekeliruan at ketdkberesan jg soal biasa.. cuma marah di depan umum bg seorg pejabat tinggi itu dianggap tdk biasa..ada yg bilang menteri So- sial..hh." tulisnya.

Komentar Ayuba Pantu ini dijawab oleh Funco Tanipu.

"Risma tidak sempurna, tapi dalam konteks membereskan sesuatu, dirinya berhasil di Surabaya. Makanya dia dipercayakan menjadi Menteri," balas Funco sembari menandai akun Ayuba Pantu.

Ada yang menarik dari komentar netizen, komentar itu datang dari akun KaSatu Yunu.

"Mencerahkan tapi juga menyesatkan," tulisnya.

Sementara akun Taufiq Pasiak juga ikut berkomentar.

"Soal marah memang wajib ada. “Cara” marah itu yg penting. Soal Risma ini bukan soal konten marah tapi cara marah. Cara marah dia bukan ciri orang yg matang," katanya.

Komentar akun Taufiq Pasiak itu juga dibalas oleh Funco Tanipu.

"Taufiq Pasiak pada ketidakmatangannya, ia bisa membalikkan wajah Surabaya termasuk tata kelolanya," kata Funco Sang Penulis Produktif itu.

Dari banyaknya komentar, ada pertanyaan yang cukup kritis datang dari akun Tasrifin Tahara.

"Pertanyaannya, apakah marah sebagai ekspresi spontan, marah experience atau marah untuk membangun citra? Dan mrngapa harus di Gorontalo? Trus cepat sekali Gubernur merespon? … apa ada kontestasi antara pusat dan daerah? Waulahualam!," tulisnya.

Menanggapi pertanyaan ini, Funco Tanipu menjawab dengan sifat terbuka.

"Tasrifin Tahara di kopi phoenam kayaknya asyik diskusi soal ini Abang," kata Funco.

Untuk diketahui, tulisan Funco Tanipu 'Risma dan Antropologi Marah' telah berhasil mengundang banyak tanya.

Hingga berita ini diterbitkan pukul 17.48 WITA, tulisan Funco Tanipu itu telah dibagikan sebanyak 44 kali, menyukai 214, dan komentar sebanyak 192.***

 

 

Editor: Usman Anapia

Sumber: Facebook/Funco Tanipu


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x