Ustadz Felix Siauw : Ingin Menikah? Ternyata Seperti Ini Tanda Diri Kalian Siap Bangun Mahligai Rumah Tangga

- 14 Oktober 2022, 08:29 WIB
Ustadz Felix Siauw : Ingin Menikah? Ternyata Seperti Ini Tanda Diri Kalian Siap Bangun Mahligai Rumah Tangga
Ustadz Felix Siauw : Ingin Menikah? Ternyata Seperti Ini Tanda Diri Kalian Siap Bangun Mahligai Rumah Tangga /Tangkapan layar YouTube Felix Siauw/

 

TERAS GORONTALO – Dalam ajaran Islam, menikah dapat diartikan sebagai suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.

Tujuan menikah tentunya adalah untuk menjalankan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang dilakukan dengan cara yang sakral.

Akan tetapi, sebelum menuju ke dalam mahligai rumah tangga, ternyata ada beberapa hal yang dapat menjadi pertanda siap tidaknya seseorang untuk menikah.

Lalu, seperti apakah tanda-tanda seorang telah siap untuk menikah?

Baca Juga: Allah Maha Baik, tapi Mengapa Neraka Harus Diciptakan? Simak Penjelasan Ustadz Felix Siauw Berikut Ini

Ustadz Felix Siauw menjelaskan, dari sisi seorang perempuan, kesiapan itu terlihat ketika dia sudah bisa mengatasi masalahnya sendiri.

Maksudnya di sini adalah, ketika sudah memutuskan untuk membangun rumah tangga, maka perempuan itu harus bisa mandiri.

Penilaian mandiri ini, bukan semata-mata tentang memiliki pekerjaan, penghasilan, kendaraan pribadi, rumah pribadi, dan lain sebagainya terkait materi.

 Bukan juga didasarkan pada berapa banyak hafalan surat Al-Qur’an yang sudah dimiliki oleh perempuan tersebut, atau pun harus menggapai titik tertentu dalam hidup, sebelum memutuskan untuk menikah.

Baca Juga: Dirundung? Ini Cara Ustadz Felix Siauw Ngatasin Bullying dan Hujatan Orang : Anda yang Pegang Kendali Hidup 

Begitu juga soal umur, tidak menjadi patokan seseorang harus cepat menikah atau menunda pernikahan, hanya karena mencapai usia tertentu.

Kadar penilaian yang menentukan bahwa seorang perempuan itu sudah mampu mengatasi masalahnya sendiri, menurut Ustadz Felix Siauw terlihat dalam keseharian mereka.

Bagaimana cara perempuan itu berinteraksi dengan lawan jenisnya yang bukan mahram, dan seperti apa mereka menjaga dirinya serta pandangannya.

Baca Juga: Hukum Mengumbar Kemesraan di Depan Umum, Ustadz Felix Siauw Sebut Sekadar Cium Kening Istri Juga Tak Boleh

Sebagaimana yang tertuang dalam hadits Rasulullah berikut : 

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

”Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Hukum Mengumbar Kemesraan di Depan Umum, Ustadz Felix Siauw Sebut Sekadar Cium Kening Istri Juga Tak Boleh

Karena ketika seorang perempuan sebelum menikah masih terbiasa bercampur dengan yang bukan mahramnya, maka itu berarti dia belum sepenuhnya siap untuk membina rumah tangga. 

Sedangkan apabila sebelum memutuskan untuk menikah, perempuan ini sudah bisa menjaga dirinya dan membatasi interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Maka dapat dikatakan jika dia sudah memiliki kesiapan yang dibutuhkan, untuk menjalani pernikahan.

Intinya, kata Ustadz Felix Siauw, penilaian awal yang utama tentang kesiapan seorang perempuan dalam menjalani pernikahan itu terletak pada ketaatan dirinya terhadap aturan dalam Islam.

Bukan hanya tentang kemampuan perempuan itu soal memasak, mengurus urusan rumah tangga, atau hal remeh temeh lainnya.

Kesiapan seorang perempuan dalam menangani urusan rumah tangga ketika akan menikah itu memang diperlukan, akan tetapi hal tersebut tidak lantas menjadikannya sebagai seorang pembantu, di rumahnya sendiri.

Ustadz Felix Siauw pun mengingatkan kepada para perempuan, bahwa jangan sampai dia berharap bahwa semuanya akan langsung selesai saat itu juga.

Satu hal yang pasti adalah menikah ini berarti mengambil pelajaran yang banyak dari sisi yang berbeda.

Sehingga ketika suatu waktu di tengah perjalanan, ada ujian atau cobaan yang datang menerpa kehidupan pernikahan, perempuan ini tak akan kaget lagi, karena sudah memiliki kesiapan mental yang kuat.

Dengan menikah, tidak lantas menjadikan seorang perempuan akan merasakan ketenangan, aman dan terlindungi, karena semua perasaan tersebut hanya akan dirasakan pada awal-awal pernikahan saja.

Seiring berjalannya waktu, apa yang kita inginkan dalam sebuah pernikahan itu, pasti akan jauh dari kenyataan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, perlu kesiapan mental dan keteguhan hati yang kuat, agar dapat menghadapi setiap persoalan yang mungkin akan datang menimpa.

Karena menikah itu, tidak hanya tentang suami istri saja, namun juga melibatkan penyatuan pemahaman keluarga besar dari kedua belah pihak.

Lebih lanjut lagi, Ustadz Felix Siauw pun menambahkan bahwa sebelum memantapkan diri untuk menikah, seseorang itu perlu untuk bertanya kepada dirinya sendiri.

Apakah memang sudah betul-betul siap untuk menikah?

Apa keputusan ini tidak terkesan buru-buru?

Apa benar-benar perlu untuk menikah sesegera mungkin?

“Kalau kita merasa ‘ya memang saya perlu, saya mau naik fase, membangun sebuah keluarga, menghasilkan generasi-generasi yang baik untuk memperjuangkan Islam, menggenapi setengah lagi agama saya, dan menginginkan ketaatan yang lebih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjaga diri saya dari godaan-godaan lain’, nah itu kalau begitu, nikah,” jelas Ustadz Felix Siauw.

Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam sendiri telah memberikan sebuah batasan yang sangat jelas, seperti isi dari hadits berikut ini :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kata “al-ba’ah” ini sendiri, memiliki makna segala sesuatu yang menjadi konsekuensi dari orang-orang yang telah menikah.

Nah, apa saja yang menjadi konsekuensi dari orang yang sudah menikah ini?

Ustadz Felix Siauw menyebutkan, hal itu adalah hal-hal lazim yang dilakukan oleh mereka yang sudah menikah.

Seperti tinggal di sebuah rumah, sebagai seorang suami harus memberikan pakaian dan makanan untuk istrinya.

Tak hanya terkait sandang, pangan dan papa, namun juga seorang suami wajib memberikan perlindungan, pendidikan, nafkah lahir maupun batin.

Jadi, ketika seseorang itu sudah memenuhi unsur-unsur “al-ba’ah” ini, maka dia dapat dikatakan sudah siap untuk menikah.

Karena Rasulullah sendiri, tidak akan memerintahkan seseorang untuk menikah, kecuali jika orang tersebut sudah siap.

Sehingga “al-ba’ah” di sini dapat dijadikan sebagai sebuah ukuran, yang di antaranya adalah :

1. Kesiapan Fisik

2. Kesiapan Agama

3. Kesiapan Emosional

Umumnya yang terjadi, kata Ustadz Felix Siauw, banyak orang yang siap secara harta, fisik, sudah baligh, secara biologis bisa menghasilkan keturunan, namun sayangnya tidak memiliki tuntunan dan visi hidup.

Tidak memiliki tuntunan yang dimaksud di sini adalah orang tersebut tidak memiliki pemahaman tentang tata cara bergaul antara lawan jenis, tidak paham bagaimana menjadi imam.

Tak hanya itu, maksud dari tidak memiliki visi hidup itu juga adalah tidak paham soal apa yang membatalkan keimanan, atau seperti apa cara kerja Islam itu, bagaimana bisa dia menjadi seorang imam yang mengarahkan istrinya.

Begitu juga dengan ketika orang tersebut sudah memiliki kecukupan fisik, tapi tidak memiliki kesiapan mental, akan percuma saja.

Ada juga orang sudah siap secara agama, tapi sayangnya belum mapan dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, itu juga belum boleh menjalani pernikahan.

Lalu ada lagi yang sudah siap secara fisik maupun mental, namun sayangnya secara emosional masih belum dewasa, tentu tidak disarankan juga untuk segera menikah.

Ustadz Felix Siauw menyebutkan bahwa kecukupan fisik dapat diperoleh ketika seseorang sudah dewasa atau baligh.

Sedangkan kecukupan agama, bisa didapatkan dengan melakukan halaqah, liqah, dan mengikuti majelis-majelis keagamaan.

Bukan hanya sekedar belajar mengaji atau melakukan tadarus Al-Qur’an, tapi juga turut serta dalam pengkajian agama Islam, sampai Islam bisa dijadikan sebagai pandangan hidup dan prinsip hidup kita.

Terakhir kesiapan emosional, diperoleh dengan cara berinteraksi dengan orang lain, berkomunikasi dengan mereka, belajar tentang kehidupan, bagaimana menahan emosi, atau tentang seperti apa caranya menyelesaikan berbagai persoalan.

Terutama, belajar tentang bagaimana dapat menjalani kehidupan pernikahan yang baik, yang dipenuhi dengan kesabaran dan saling pengertian, serta tidak akan saling mengumbar aib lewat media sosial, ketika terjadi pertengkaran atau kesalahpahaman.***

Editor: Agung H. Dondo

Sumber: YouTube Felix Siauw


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah