Malahayati semasa kecilnya juga tidak terlalu suka bersolek, namun dirinya lebih gemar berlatih kegiatan ketangkasan yang didominasi oleh anak laki-laki seperti beladiri berkuda dan memanah.
Semangat dan bakat yang diturunkan ayah dan kakeknya ,maka tidak mengherankan jika pada masa remaja Malahayati memilih jalur militer sebagai pilihan hidupnya.
Malahayati kemudian memilih mengikuti jejak ayah dan kakek nya dengan menempuh pendidikan militer di Akademi Angkatan Bersenjata jurusan Angkatan Laut di Ma'had Baitul Maqdis yang tenaga pengajar dan instrukturnya banyak dari perwira Turki Usmani.
Dalam pendidikan tersebut, Malahayati juga berjumpa dengan seorang Perwira senior kesultanan Aceh yang di kemudian menjadi pasangan hidup nya.
Namun, sang suami harus gugur dalam pertempuran yang terjadi di selat Malaka melawan angkatan laut Portugis, meskipun Kesultanan Aceh menang
Setelah suaminya wafat, Malahayati mengunjungi para ulama besar di Aceh untuk meminta nasehat terkait keinginannya membuat laskar perempuan atau janda yang ditinggal gugur oleh suaminya.
Tujuan Malahayati adalah untuk memperjuangkan nasib warga Aceh pada umumnya, serta para janda yang dItinggal gugur suami di medan pertempuran.
Setelah mendapat dukungan dari para ulama Malahayati pun memberanikan diri untuk mengusul ke Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil, atau Sultan Aceh untuk membentuk pasukan tersebut.