Penelitian 2022 mengatakan, hampir 80 persen dari remaja usia 16-24 tahun di negara tersebut telah menjalin hubungan dan 87 persennya mengalami kegagalan seperti merasakan sakit hati akibat putus cinta. Satu dari enam anak muda menghadapi emosional dan perkelahian fisik.
Bahkan 68 persen dari mereka juga mengatakan bahwa putus cinta membuat mereka menghadapi konsekuensi seperti depresi, perilaku seksual berisiko, kekerasan, kecemburuan, dan penguntitan.
Pemerintah Selandia Baru mengatakan hal ini bukan pertama kali yang dilakukan mereka.
Sebelumnya mereka pernah melakukan kampanye dalam kekerasan rumah tangga pada tahun 2021.
Diketahui Selandia Baru memiliki tingkat kekerasan keluarga dan seksual yang tinggi.
Priyanca Radhakrishnan, Menteri Asosiasi untuk Pembangunan Sosial dan Ketenagakerjaan, mengatakan ada 1.200 pemuda Selandia Baru yang disurvei dan mendapati bahwa mereka membutuhkan dukungan untuk menghadapi pengalaman awal cinta dan luka.***