Beginilah Kisah Hidup Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, Aditya Beberkan Ayahnya Pernah Jual Sepatu Dinas

17 September 2022, 19:51 WIB
Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso /Kolase Perpunas dan YouTube Data Fakta/

TERAS GORONTALO – Perjalanan hidup mantan Kapolri Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso hingga saat ini memang selalu menarik untuk dibicarakan.

Diketahui, dalam sejarah kepolisian di Indonesia, Hoegeng Imam Santoso merupakan mantan Kapolri Polri ke-5 dari tanggal 15 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971.

Dilansir dari Perpunas, Hoegeng Imam Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB.

Menariknya, semasa hidup Hoegeng sangat dikenal sebagai polisi yang jujur, sederhana, disiplin, dan anti korupsi.

Bahkan, setelah pensiun, Hoegeng menyambung hidup dengan menjadi seorang pelukis, penyiar radio dan lainnya.

Baca Juga: Ini Sosok Kapolri Jenderal Hoegeng, Ternyata Pernah Disebut Gus Dur Sebagai Polisi Jujur

Hal ini diungkapkan langsung oleh anak kedua mendiang Hoegeng Imam Santoso yakni Aditya Soetanto Hoegeng sebagaimana dilansir TerasGorontalo dari kanal YouTube Narasi TV.

“Saya juga baru tahu kalau saya dibiayai kuliah itu dari hasil jual lukisan beliau,” beber Aditya saat hadir dalam acara MataNajwa yang disiarkan stasiun televisi Trans7.

Bahkan kata Aditya, pada satu saat di buku waktu ayahnya jadi Menteri Iran negara Indonesia, mereka keluarga juga baru mengetahui hal itu dari cerita yang ada di buku peninggalan ayahnya.

Dimana kata Aditya, bahwa bapaknya sampai jual sepatu dinasnya.

“Bayangkan menjual sepatu dinasnya. Yang dikasih tugas untuk menjual itu driver atau supirnya bapak yakni pak Oso,” tuturnya.

Baca Juga: Jika Kapolri Listyo Sigit Duji Kasus Brigadir J, Inilah Cobaan Kapolri Hoegeng dan Kasus Sum Kuning

Kala itu kata Aditya, supirnya bapak itu duduk termenung dekat mobil, lalu sekretarisnya bapak yakni pak Darto lewat menegur pak Oso, sambil bertanya kok kelihatan sedih, kenapa?

Kata pak Oso, “Saya dapat tugas dari bapak, suruh jualin sepatunya bapak. Tapi ukurannya kaki bapak cukup lumayanlah untuk orang kita besar, jadi sulit ada yang pas.”

Mendengar hal itu, kemudian pak Darto membawa sepatu itu dan menghubungi rekannya yang akhirnya kebetulan kakinya sama ukurannya 43.

“Akhirnya dibayar sepatu itu dan uangnya diserahkan kepada driver bapak,” ungkap anak Hoegeng kedua ini.

Akan tetapi, saat bapak menanyakan hal itu kepada supirnya ini kata Aditya, karena enggak berani bohong, driver ini akhirnya menyampaikan bahwa yang menjualkan ini sekretarisnya bapak dan lain sebagainya.

Baca Juga: Inilah Profil Lengkap Jenderal Hoegeng, Kapolri Jujur yang Diakui Gus Dur, Ternyata Panutan Ayah Ferdy Sambo

“Akhirnya pagi-pagi waktu masuk ke kantor ketemu sama sekretaris, bapak langsung rangkul sekretarisnya sambal menyebut, Ampera, Ampera, amanat penderitaan rakyat,” ungkapnya.

“Jadi kita juga tau bahwa kita itu dibesarkan dari hasil dia jual lukisan. Karena begitu meninggal itu saya sempat lihat, gaji bapak itu Rp10.000, masih dipotong untuk asuransi apa jadi yang diterima itu Rp7500 pensiunannya,” ujarnya.

“Lalu ada penyesuaian tahun 2004, itu menjadi Rp1.600.000. Itu gajinya bapak begitu. Jadi begitu beliau meninggal, ibu mendapat tidak penuh ya, setengahnya jadi uang pensiun ibu 800 ribuan sekian,” lanjutnya.

“Itupun kita baru tahu sejak kita bongkar waktu beliau meninggal kita temukan surat gajihnya dan sebagainya seperti itu,” tambahnya.

Berikut ini profil Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso dilansir dari 

Baca Juga: Inilah Profil Irjen Panca Putra Simanjuntak, Sosok Hoegeng Baru yang Terseret Kerajaan Judi Ferdy Sambo

Nama : Jenderal (Purn.) Dr. Hoegeng Imam Santoso

Tempat tanggal Lahir: Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921

Riwayat Hidup

- HIS (1934) dan MULO B, Pekalongan (1937)

- AMS, Yogyakarta (1940)

- Pendidikan Ajun Inspektur Polisi, Pekalongan (1943)

- Sekolah Tinggi Polisi, Sukabumi (1944)

- Provost Marshall General School, AS (1950)

- PTIK (1952)

- Pendidikan Brimob, Porong (1959)

Riwayat Karir

- Kapolsek Jomblang, Semarang (1945)

- Kepala DPKN, Surabaya (1952-1955)

- Kepala Reskrim Sumatera Utara, Medan (1955-1959)

- Kepala Jawatan Imigrasi (1960-1965)

- Menteri Iuran Negara (1966-1967)

- Deputi Operasi Menpangak (1967-1968)

- Kapolri (1968-1971)

Hobi : Melukis dan menyanyi

Penghargaan

- Bintang Gerilya

- Bintang Dharma

- Bintang Bhayangkara

- Bintang Kartika Eka Paksi Tingkat I

- Bintang Jasasena

- Swa Buawa

- Panglima Setya Kota

- Sapta Marga

- Prasetya Pancawarsa

- Satya Dasawarasa

- Yana Utama

- Penegak

- Ksatria Tamtama

Alamat Rumah: Kompleks Pesona Kahyangan, Jalan Margonda Raya Blok DH-I Pancoran Mas, Depok

Biografi

Hoegeng Imam Santoso (Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 - Jakarta, 14 Juli 2004) adalah tokoh militer Indonesia yang merupakan salah satu penandatangan "Petisi 50".

Ia masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937).

Setelah itu, ia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940.

Sewaktu pendudukan Jepang, dia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943).

Kemudian ia menjabat Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946).

Selanjutnya ia mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.

Banyak hal yang terjadi selama masa kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso.

Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri.

Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya.

Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian.

Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri.

Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol.

Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif, ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Pada tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, AS.

Dari situ, ia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan.

Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.

Setelah Hoegeng dipindahkan ke markas Kepolisian Negara, ia menjabat Deputi Operasi Panglima Angkatan Kepolisian (1966) dan Deputi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Urusan Operasi juga masih di tahun 1966.

Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri).

Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971. Atas semua pengabdiannya kepada negara, ia telah menerima sejumlah tanda jasa, seperti Bintang Gerilya, Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara I, Bintang Kartika Eka Paksi I, Bintang Jalasena I, dan Bintang Swa Buana Paksa I.

Dia pun menerima sederet Satya Lencana, misalnya SL Sapta Marga, SL Perang Ke-merdekaan (I dan II), SL Peringatan Kemerdekaan, SL Prasetya Pancawarsa, SL Dasa Warsa, SL GOM I, SL Yana Utama, SL Penegak dan SL Ksatria Tamtama.

Hoegeng Imam Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB.

Sebelumnya, sejak 13 Mei 2004, ia telah dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta akibat mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung.

Jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat pada Rabu siang 14 Juli 2004.

Jabatan Dalam Kabinet

- Menteri Iuran Negara dalam kabinet Dwikora I masa kerja 27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966

- Menteri Urusan Anggaran Negara dalam kabinet Dwikora II masa kerja 24 Februari 1966 - 28 Maret 1966

- Sekretaris Kabinet/Presidium dalam kabinet Dwikora III masa kerja 27 Maret 1966 - 25 Juli 1966.***

Editor: Sutrisno Tola

Sumber: YouTube Narasi Newsroom Perpunas.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler