Terdapat makna yang mendalam dari tradisi pemakaman menggunakan Waruga.
Posisi menghadap ke utara, menandakan jika suku Minahasa berasal dari utara.
Suku Minahasa percaya, bahwa orang yang telah meninggal akan kembali pada posisi seperti saat ia didalam kandungan.
Waruga sendiri berasal dari dua suku kata, yakni Waru yang berarti rumah dan ruga yang berarti badan.
Waruga sendiri dimaknai sebagai tempat rumah raga kembali ke surga.
Tradisi pemakaman menggunakan Waruga bertahan dari zaman megalitikum hingga sekitar pertengahan abad ke 19.
Sekitar tahun 1860, tradisi pemakaman menggunakan Waruga mulai dilarang oleh Belanda seiring munculnya wabah penyakit pes, kolera dan tifus.
Seiring masuknya ajaran agama Kristen ke tanah Minahasa, pada tahun 1870, suku Minahasa mulai menggunakan peti mati sebagai sarana pemakaman.
Di Minahasa Utara, Waruga-Waruga yang tersebar, dikumpulkan di beberapa titik dan telah menjadi tujuan wisata sejarah.***