Kisah Kelam Dibalik Gemerlapnya Piala Dunia 2022 Qatar, 6.500 Pekerja Imigran Tewas dalam Pembangunan Stadion

- 22 November 2022, 18:05 WIB
Kisah Kelam Dibalik Gemerlapnya Piala Dunia 2022 Qatar, 6.500 Pekerja Imigran Tewas dalam Pembangunan Stadion
Kisah Kelam Dibalik Gemerlapnya Piala Dunia 2022 Qatar, 6.500 Pekerja Imigran Tewas dalam Pembangunan Stadion /kolase foto FIFA/

TERAS GORONTALO - Kisah kelam dibalik gemerapnya Piala Dunia 2022 Qatar.

Qatar menjadi tuan rumah untuk pesta sepakbola dunia, Piala Dunia 2022 yang sudah dimulai sejak Minggu 20 November 2022.

Perhelatan ajang bergengsi Piala Dunia 2022 rencananya akan diselenggarakan pada 18 Desember 2022.

Piala Dunia 2022 Qatar disebut menjadi turnamen sepak bola termahal sepanjang sejarah.

Namun, dibalik gemerlapnya Piala Dunia 2022 Qatar ada kisah kelam yang tak banyak orang tahu.

Baca Juga: SEDANG BERLANGSUNG! Link Live Streaming Argentina vs Arab Saudi, Tonton Aksi Lionel Messi Disini!

Ternyata ada kisah kelam dibalik gemerlapnya Piala Dunia 2022 Qatar, terdapat 6.500 pekerja imigran tewas dalam pembangunan stadion.

Sebagaimana diketahui, sejak ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2022, Qatar telah memulai proyek pembangunan infrastruktur raksasa. Demi menyambut penonton dan penggemar yang akan datang dari seluruh penjuru dunia.

Dibalik kemegahan yang ditawarkan Qatar untuk Piala Dunia 2022, terdapat isu yang beredar terkait kematian ribuan buruh tersembunyi dibalik layar.

The Washington Post mencatat, 6.500 pekerja migran telah meninggal dalam proses pembangunan infrastruktur Piala Dunia 2022 sejak Qatar ditunjuk menjadi tuan rumah pada tahun 2010 silam.

Dikutip dari The Washington Post, Building and Wood Workers atau BWI yang merupakan serikat pekerja untuk membangun stadion Piala Dunia 2022 menyebutkan jika otoritas Qatar membuat sistem kerja yang rumit.

Sistem yang dinamakan Kafala ini mengatur pekerja tidak dapat berganti pekerjaan tanpa izin dari majikan mereka.

Hal ini berdampak pada kesehatan dan keselamatan pekerja dalam membangun stadion untuk acara Piala Dunia 2022.

Kisah ini rupanya sudah terjadi sejak Qatar ditunjuk sebagai tuan rumah pada tahun 2010 lalu.

Para pekerja ini terdiri dari imigran Asial Selatan terutama India, Nepal, Bangladesh, Pakistan dan juga Sri Lanka.

Kebanyakan mereka menjadi korban meninggal sejak 2010 hingga 2020 lalu.

Rupanya penyebab utama meninggalnya para pekerja tersebut lantaran beberapa hal.

Di antaranya upah pekrja yang tidak dibayarkan. Akibatnya para pekerja menanam hutang dan mengalami depresi tingkat tinggi.

Baca Juga: SEDANG BERLANGSUNG! Link Live Streaming Argentina vs Arab Saudi, Tonton Aksi Lionel Messi Disini!

Kemudian ada pula penggusuran secara paksa. Para pejabat Qatar melancarkan aksi gusur paksa kepada imigran tersebut pada malam hari dan bahkan mematikan listrik gedung sebagai upaya untuk segara pergi dari tempat tinggal mereka.

Ditambah sistem Kafala yang dijelaskan di atas, yang mengharuskan pekerja menyita paspor dan dokumen imigrasi oleh pemberi kerja yang membuat para buruh migram menjadi tidak leluasa hingga terikat dengan pemberi kerja.

Penyitaan paspor dan dokumen imigrasi oleh pemberi kerja itulah yang akhirnya membuat para buruh imigran, menjadi tak leluasa dalam bekerja karena terikat dengan pihak pemberi kerja.

Sebagai informasi tambahan, sebanyak 6.500 ribu pekerja imigran disebutkan tewas dalam pembangunan stadion untuk gelaran acara Piala Dunia 2022 Qatar tersebut.

Sementara itu, Selama 12 tahun ini, Qatar telah menbangun hotel, jalan, stadion, dan pembangunan lainnya dengan melibatkan 90% dari seluruh pekerja yang ada, merupakan buruh tenaga migran yang berasal dari luar negeri.

"Dengan pekerja migran yang merupakan lebih dari 90% tenaga kerja negara itu, jelas bahwa beban pelaksanaan proyek-proyek ini akan sangat dipikul oleh semua orang yang melakukan perjalanan ke Qatar dengan harapan mendapatkan penghidupan yang lebih baik," dikutip dari Amnesty Internasional.

Amnesty Internasional memaparkan pelecehan dan eksploitasi tenaga kerja di Qatar mencakup tiga hal. Pertama, terkait gaji dan tunjangan yang tidak dibayarkan, serta upah yang dibayar terlalu rendah dari selayaknya.

Dijelaskan bahwa pencurian upah adalah salah satu pelanggaran paling umum yang dihadapi oleh pekerja imigran di Qatar.

Amnesty Internasional mencatat, sejak tahun 2010, terdapat ribuan pekerja imigran di Qatar meninggal secara mendadak tanpa diketahui penyebabnya.

Para buruh yang meninggal telah melewati serangkaian test kesehatan sebelum datang ke Qatar. Dan kematian dini yang misterius itu terbukti masih ada hubungannya dengan kondisi kerja yang tidak aman.

Sayangnya, pihak yang berwenang di Qatar tidak menemukan hal tersebut, sehingga penyebab kematian ribuan buruh imigran menjadi gelap.

Selain dua poin yang tadi, pekerja imigran di Qatar dipaksa bekerja dengan jam kerja yang panjang. Tidak ada hari libur, atau gaji akan dipotong.

Setiap harinya, para buruh bekerja selama 12 jam. Selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, mereka bekerja tanpa hari libur.

"Kami bekerja Januari hingga Januari, Minggu hingga Minggu. Tidak ada hari libur. Jika anda tidak hadir, mereka akan memotong gaji dua hari atau lebih," ujar Godfrey (nama samaran) seorang pekerja imigran dari Uganda, dikutip dari Amnesty Internasional.***

Editor: Viko Karinda

Sumber: Washington Post Amnesty Internasional


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah