Akhirnya Terungkap, Alasan Bharada Tak Bisa Tolak Perintah Ekseskusi dari Ferdy Sambo, Ternyata Karena Hal Ini

4 September 2022, 16:30 WIB
Akhirnya Terungkap, Alasan Bharada Tak Bisa Tolak Perintah Ekseskusi dari Ferdy Sambo, Ternyata Karena Hal Ini ! /Tangkap layar YouTube Polri TV Radio/

TERAS GORONTALO - Sudah bukan rahasia umum bila sosok yang menembak Brigadir J di rumah Ferdy Sambo adalah Bharada E alias Richard Eliezer. 

Bharada E diketahui adalah satu dari sekian banyak ajudan yang bekerja bersama dengan Ferdy Sambo di rumahnya.

Selain itu dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J juga terungkap jika Bharada E terpaksa menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo. 

Namun, belakangan terungkap alasan kenapa Bharada E tak bisa menolak perintah dari Ferdy Sambo. 

Baca Juga: Ferdy Sambo Diduga Terlibat Penembakan 6 Laskar FPI, Novel Bamukmin: Rapih Menyimpan Bangkai!

Dikutip dari program dua sisi Tv One, diketahui jika pada saat Bharada E mengisi magazine dari pistol yang akan digunakan menembak Brigadir J, Ferdy Sambo sempat mengatakan soal pelecehan seksual. 

Fakta ini dikatakan pengacara Bharada E yakni Ronny Talapessy.

Menurutnya, pengisian magazine pistol tersebut merupakan perintah dari mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.

Ronny Talapessy menjelaskan jika Bharada E adalah ajudan yang dipanggil terakhir kali oleh Ferdy Sambo.

“Klien saya itu dipanggil terakhir. Kemudian diserahkan kotak magasin untuk diisi. Dalam posisi itu kan ada perintah,” katanya dikutip dari Dua Sisi di YouTube tvOne. 

Ia juga mengungkapkan Ferdy Sambo sempat mengatakan kepada Bharada E bahwa istrinya, Putri Candrawathi dilecehkan di Magelang.

Hal itu, katanya, disampaikan kepada Bharada E saat memberikan magasin untuk diisi dalam pistol yang digunakan menembak Brigadir J.

“Perintahnya ‘Ibu (Putri Candrawathi) dilecehkan, kamu yang bisa menembak (Brigadir J)," ujar Ronny.

Baca Juga: Berikut Harga Terbaru BBM per 3 September 2022 Berdasarkan Keterangan Resmi Kementerian ESDM

Lebih lanjut, dia juga mengatakan alasan Bharada E tidak bisa menolak perintah Ferdy Sambo ketika tersangka lain yaitu Bripka RR dapat menolaknya.

Ronny Talapessy menyebut alasannya karena faktor psikologis dan status Bharada E yang baru saja bekerja dengan Ferdy Sambo.

“Jadi ketika dia menerima perintah itu, dia tidak bisa menolak karena ada background psikologis. Kedua, Bharada E ini kerjanya baru enam bulan jalan. Jadi sangat baru dan pangkat paling rendah,” jelas dia. 

Geng Ferdy Sambo Mulai Buat Perlawanan

Selain Ferdy Sambo, ada juga beberapa perwira tinggi dan perwira menengah yang mendapatkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Dia diantaranya adalah Kompol Baiquni Wibowo dan Kompol Chuck Putranto.

Perwira satu melati ini dipecet karena terlibat dalam skenario Ferdy Sambo tentang kematian Brigadir J. 

Bahkan, Kompol Baiquni Wibowo dan Kompol Chuck Putranto sama-sama pernah bertugas di Propam Polri.

Kompol Baiquni Wibowo pernah menjabat sebagai PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.

Sementara Kompol Chuck Putranto pernah menjabat sebagai Kasubbag Audit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri.

Keduanya dipecat dari Polri setelah ditetapkan tersangka Obstruction of Justice atau menghalangi penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J.

Sidang kode etik Kompol Baiquni Wibowo dan Kompol Chuck Putranto digelar belum lama ini. 

"Sanksi administrasi, berupa penempatan selama 23 hari di ruangan patsus Biro Provos Polri. Kedua, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari anggota kepolisian," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo dikutip dari YouTube Beda Enggak. 

Namun mereka menyatakan banding setelah adanya putusan pemecatan dari Polri.

"Telah diputuskan oleh sidang komisi, yang bersangkutan mengajukan banding juga. Itu hak yang bersangkutan," lanjutnya.

7 Anggota Polri Tersangka

Polri telah menetapkan tujuh anggota polisi sebagai tersangka obstruction of justice kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Tujuh orang tersangka masing-masing Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Cuk Putranto, AKP Irfan Widyanto.

Obstruction of justice kerap digunakan dalam penanganan kasus hukum pidana.

Obstruction of justice merupakan tindakan yang secara sengaja menghalang-halangi atau mencegah, merintangi atau menggagalkan terhadap tersangka, terdakwa dan saksi pada suatu proses hukum.

Sederhananya, obstruction of justice digunakan untuk menyebut perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum.

Baca Juga: Dulu Ferdy Sambo Penjarakan Kuli Bangunan di Kasus Kebakaran Kejagung, Kini Sang Jenderal Tersangka Pembunuhan

Obstruction of justice dianggap sebagai bentuk tindakan kriminal karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum.

Maka itu, obstruction of justice dikategorikan pula sebagai salah satu jenis perbuatan pidana contempt of court (penghinaan pada pengadilan).

Melansir laman Cornell Law School, obstruction of justice dapat berupa tindakan memberikan ancaman atau kekerasan.

Termasuk lewat surat dan melalui saluran komunikasi, untuk menghalang-halangi proses hukum.

Ancaman itu bisa ditujukan pada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) maupun para saksi, tersangka, dan terdakwa.

Menyuap saksi agar memalsukan keterangan juga menjadi salah satu contoh perbuatan obstruction of justice.

Tak hanya itu, obstruction of justice bisa pula berupa perbuatan memengaruhi, menghalangi, atau merintangi, maupun berusaha memengaruhi, menghalangi, atau merintangi proses hukum dengan maksud mencegah penyelenggaraan peradilan yang semestinya.

Dalam konteks ini, melenyapkan maupun merekayasa barang bukti bisa dikategorisasikan sebagai obstruction of justice.

Adegan di Sofa Terungkap

Ada satu adegan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo yang memperlihatkan Putri Candrawathi seperti mengadu pada sang suami. 

Belakangan diketahui, isi dari komunikasi antara Putri Candrawathi da Ferdy Sambo dilantai tiga rumah dinas Propam Polri tersebut. 

Berdasarkan keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Putri Candrawathi memang mengadu kepada Ferdy Sambo soal sesuatu di Magelang. 

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan jika Putri Candrawathi sepertinya melaporkan tentang pelecehan seksual yang terjadi di Magelang kepada Ferdy Sambo.

Pasalnya saat tiba di rumah dinasnya tersebut, Putri Candrawathi langsung naik ke lantai dua untuk bertemu suaminya. 

Setelah mendapatkan laporan dari Putri Candrawathi tersebut, Ferdy Sambo langsung naik pitam.

Jenderal bintang dua ini kemudian meminta agar Bharada E dan Kuat Ma'aruf alias Om Kuat memanggil Brigadir J. 

Ferdy Sambo lalu turun ke lantai satu tepat dimana tempat eksekusi Brigadir J.

Baca Juga: One Piece: Luffy Warisi Tekad D, Gorosei Marah Pada Morgans?

Setelah itu Ferdy Sambo marah dan berkata-kata tentang sesuatu mengenai istrinya. 

Tak berselang lama, Ferdy Sambo meminta agar Bharada E menembak Brigadir J.

Aksi Bharada E ini dilihat langsung oleh Om Kuat dan Ferdy Sambo yang berdiri di belakang Bharada E.

"Jadi Om Kuat ini menyaksikan semuanya," kata Choirul Anam dikutip dari YouTube Beda Enggak. 

Setelah Bharada E menembak Brigadir J, Ferdy Sambo kemudian melakukan skenarionya dengan menembak beberapa dinding. 

Hal ini agar terlihat jika memang sempat terjadi baku tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo. 

Sebagai informasi, Foto jenazah Brigadir J yang tewas ditembak dan tergeletak dilantai rumah Ferdy Sambo langsung jadi pembicaraan publik. 

Dengan memakai baju putih, Brigadir J nampak tergeletak dibawah tangga dan berlumuran darah. 

Foto jenazah Brigadir J ini pertama kali ditampilkan oleh Komnas HAM. 

Dalam penuturan Komnas HAM, terungkap bagaimana Ferdy Sambo memperlakukan Brigadir J pasca ditembak.

Bahkan, tubuh Brigadir J ternyata dibiarkan tergelat sekitar 1 jam setelah tewas dibunuh menggunakan sejata api di rumah dinas Ferdy Sambo.

Komnas HAM menunjukkan foto jenazah Brigadir J yang tampak terlungkup didekat kamar mandi bawah tangga.

Bagian kepala jenazah Brigadir J tampak diblur.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan bahwa foto tersebut diambil 1 jam seusai Brigadir J dihabisi.

"Ini yang kami dapatkan foto yang kami bilang foto tanggal 8 Juli 2022 seusai ditembak, foto ini diambil tidak sampai 1 jam setelah peristiwa penembakan," katanya dikutip dari tayangan Kompas.TV.

Menurutnya foto ini didapatkan dari Recycle Bin sebuah handphone yang diselidiki Komnas HAM.

Komnas HAM juga menunjukkan history panggilan telepon yang dilakukan Brigadir J pada 8 Juli 2022, sebelum korban tewas mengenaskan.

Diketahui pada histori panggilan, pada pukul 16.31 WIB, 8 Juli 2022, Brigadir J masih melakukan berkomunikasi lewat ponsel.

"8 Juli 2022 pada pukul 16.31 WIB, Brigadir J melakukan komunikasi telepon dengan sang kekasih Vera Simanjuntak yang berada di Jambi," lanjut Choirul Anam. ***

 

Editor: Gian Limbanadi

Sumber: Youtube Dua Sisi TV One

Tags

Terkini

Terpopuler