Adegan di Sofa Terungkap, Brigadir J Hadapi Eksekusi Pasca Aduan Putri Candrawathi, Om Kuat Lihat Semuanya

- 2 September 2022, 21:55 WIB
Pemandangan lain saat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dipertemukan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J.
Pemandangan lain saat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dipertemukan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. /tangkapan layar YouTube Polri TV/

TERAS GORONTALO - Ada satu adegan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo yang memperlihatkan Putri Candrawathi seperti mengadu pada sang suami.

Belakangan diketahui, isi dari komunikasi antara Putri Candrawathi da Ferdy Sambo dilantai tiga rumah dinas Propam Polri tersebut.

Berdasarkan keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Putri Candrawathi memang mengadu kepada Ferdy Sambo soal sesuatu di Magelang.

Baca Juga: Kuat Maruf Making Love? Komnas HAM Benarkan Brigadir J Diduga Lecehkan Putri Candrawathi di Magelang

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan jika Putri Candrawathi sepertinya melaporkan tentang pelecehan seksual yang terjadi di Magelang kepada Ferdy Sambo.

Pasalnya saat tiba di rumah dinasnya tersebut, Putri Candrawathi langsung naik ke lantai dua untuk bertemu suaminya.

Setelah mendapatkan laporan dari Putri Candrawathi tersebut, Ferdy Sambo langsung naik pitam.

Jenderal bintang dua ini kemudian meminta agar Bharada E dan Kuat Ma'aruf alias Om Kuat memanggil Brigadir J.

Baca Juga: Profil dan Biodata AKP Irfan Widyanto, Peraih Adhi Makayasa Tahun 2010 Terseret Kasus Brigadir J

Ferdy Sambo lalu turun ke lantai satu tepat dimana tempat eksekusi Brigadir J.

Setelah itu Ferdy Sambo marah dan berkata-kata tentang sesuatu mengenai istrinya.

Tak berselang lama, Ferdy Sambo meminta agar Bharada E menembak Brigadir J.

Aksi Bharada E ini dilihat langsung oleh Om Kuat dan Ferdy Sambo yang berdiri di belakang Bharada E.

Baca Juga: Jenazah Brigadir J Dibiarkan 1 Jam Dibawah Tangga, Ferdy Sambo Sibuk Hapus Riwayat Panggilan di Handphone

"Jadi Om Kuat ini menyaksikan semuanya," kata Choirul Anam dikutip dari YouTube Beda Enggak.

Setelah Bharada E menembak Brigadir J, Ferdy Sambo kemudian melakukan skenarionya dengan menembak beberapa dinding.

Hal ini agar terlihat jika memang sempat terjadi baku tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo.

Sebagai informasi, Foto jenazah Brigadir J yang tewas ditembak dan tergeletak dilantai rumah Ferdy Sambo langsung jadi pembicaraan publik.

Dengan memakai baju putih, Brigadir J nampak tergeletak dibawah tangga dan berlumuran darah.

Foto jenazah Brigadir J ini pertama kali ditampilkan oleh Komnas HAM.

Dalam penuturan Komnas HAM, terungkap bagaimana Ferdy Sambo memperlakukan Brigadir J pasca ditembak.

Bahkan, tubuh Brigadir J ternyata dibiarkan tergelat sekitar 1 jam setelah tewas dibunuh menggunakan sejata api di rumah dinas Ferdy Sambo.

Komnas HAM menunjukkan foto jenazah Brigadir J yang tampak terlungkup didekat kamar mandi bawah tangga.

Bagian kepala jenazah Brigadir J tampak diblur.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan bahwa foto tersebut diambil 1 jam seusai Brigadir J dihabisi.

"Ini yang kami dapatkan foto yang kami bilang foto tanggal 8 Juli 2022 seusai ditembak, foto ini diambil tidak sampai 1 jam setelah peristiwa penembakan," katanya dikutip dari tayangan Kompas.TV.

Menurutnya foto ini didapatkan dari Recycle Bin sebuah handphone yang diselidiki Komnas HAM.

Akhirnya Terungkap Peran Bharatu Prayogi di Kasus Brigadir J, Sempat Ambil Pisau Om Kuat, Senior Bharada E
Akhirnya Terungkap Peran Bharatu Prayogi di Kasus Brigadir J, Sempat Ambil Pisau Om Kuat, Senior Bharada E

Komnas HAM juga menunjukkan history panggilan telepon yang dilakukan Brigadir J pada 8 Juli 2022, sebelum korban tewas mengenaskan.

Diketahui pada histori panggilan, pada pukul 16.31 WIB, 8 Juli 2022, Brigadir J masih melakukan berkomunikasi lewat ponsel.

"8 Juli 2022 pada pukul 16.31 WIB, Brigadir J melakukan komunikasi telepon dengan sang kekasih Vera Simanjuntak yang berada di Jambi," lanjut Choirul Anam.

Isu Selingkuh dengan Om Kuat

Hari ini Bareskrim Polri resmi melakukan rekonstruksi pembunuhan terhadap Brigadir J.

Namun, ada fakta paling baru terungkap dari kasus kematian Brigadir J di rumah Ferdy Sambo.

Fakta ini diungkapkan oleh mantan kuasa hukum Bharada E yakni Deolipa Yumara.

Dikutip dari kanal YouTube TV One, Deolipa Yumara membongkar tentang kesaksian Bharada E mengenai hubungan tak biasa Kuat Ma'ruf dan Putri Candrawathi.

Menurut Deolipa, jika Bharada E menduga jika ada sesuatu yang tak biasa dari Om Kuat dan Putri Candrawathi saat di Magelang.

Bahkan, Bharada E menduga jika Om Kuat dan Putri Candrawathi sudah melakukan hubungan layaknya suami istri.

"Jadi Bharada E atau Eliezer ini kan bilang, dan dia sudah merasakan. Eliezer ngomong 'Saya curiga bang, itu si Kuwat ada main sama Putri'. Oh pantes, jawab saya," kata Deolipa.

Maka dari itu, Deolipa Yumara pun menduga jika pembunuhan Brigadir J tak lain adalah skema menyembunyikan hubungan terlarang Putri Candrawathi dan Om Kuat.

"Jangan sampai nantinya, motif pembunuhan ini karena Yosua melecehkan Putri di Magelang, gak ada itu bohong kalau itu," ujarnya.

Isu Perselingkuhan Putri Candrawathi dan Om Kuat Menguat, Kini Muncul Video Seorang Wanita Sarankan Tes DNA
Isu Perselingkuhan Putri Candrawathi dan Om Kuat Menguat, Kini Muncul Video Seorang Wanita Sarankan Tes DNA

"Yang ada adalah saat di Magelang itu, Kuwat dan Putri lagi making love, lalu ketahuan Yosua. Makanya Yosua yang dikejar dan dincar," kata Deolipa.

Hal ini kata Deolipa, diperkuat fakta, dimana saat dipergoki Brigadir J, Putri Candrawathi langsung menelepon Bharada E dan Bripka Ricky yang sedang mengantar makanan ke anaknya di sekolah Taruna Nusantara.

Sementara Om Kuat menelepon Ferdy Sambo.

Kuat Ma'ruf dan Putri kata Deolipa kompak melakukan itu untuk membuat skenario agar Ferdy Sambo marah dan memberikan 'pelajaran' ke Brigadir J.

"Jadi begitu ketahuan, itu makanya Putri nelpon Bripka RR lewat Bharada E, sementara Kuwat menelpon ke Sambo," ucapnya.

"Tujuannya menyamakan persepsi mereka disana, begini begini begini, agar hubungan Kuwat dan Putri gak tercium Ferdy Sambo," tuturnya.

"Jadi seolah-olah Brigadir J pelaku pelecehannya. Jadi Yosua ini adalah korban," tegas Yumara.

Menurut Deolipa, adanya dugaan hubungan asmara antara Om Kuat dan Putri Candrawathi terjadi, karena Kuat Ma'aruf sudah lebih 10 tahun menjadi sopir Putri Candrawathi.

"Om Kuat ini ikut mereka sudah 10 tahun lebih sejak Ferdy Sambo masih AKBP. Ini kan orang dari Brebes, ikut Sambo sejak AKBP disana," katanya.

Deolipa Yumara menjelaskan dengan adanya pengaduan Om Kuat ke Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa Brigadir J sudah melecehkan Putri Candrawathi, membuat Ferdy Sambo murka dan marah.

Ferdy Sambo Masih Tangguh

Keadilan di masyarakat tidak akan terpenuhi, jika Putri Candrawathi tidak ditahan Polri.

Hal itu diungkapkan oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, dilansir Teras Gorontalo dari ANTARA.

Bahkan Bambang mempertanyakan keputusan Polri yang sampai sekarang tidak menahan tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Putri Candrawathi.

Menurut Bambang, langkah Polri yang belum menahan istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo itu jauh dari rasa keadilan.

"Jelas menyakiti rasa keadilan masyarakat," kata Bambang di Jakarta, 2 September 2022.

Lanjut Bambang, penyidik memiliki kewenangan untuk memutuskan tersangka ditahan atau tidak, dengan pertimbangan tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.

Tetapi lanjutnya, menjadi pertanyaan apakah rasa keadilan publik telah terpenuhi dengan tidak ditahannya Putri Candrawathi.

Apalagi, Putri Candrawathi dapat berkomunikasi dengan orang luar selama tidak dilakukan penahanan.

"Pendapat saya, memang PC (Putri) tidak akan menghilangkan barang bukti dan lain-lain sesuai alasan objektif dan subjektif penyidik. Tetapi apakah alasan itu memenuhi rasa keadilan?" tambahnya.

Selain itu juga, Bambang menilai salah satu alasan tersangka Putri Candrawathi tidak ditahan karena suaminya yang juga tersangka, Irjen Ferdy Sambo diduga masih memiliki pengaruh kuat di internal Polri.

Hal itu juga turut disoroti oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Hadjar mengatakan, tidak ditahannya Putri Candrawathi pasti tidak wajar.

Karena katanya, ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun, kemudian tindak pidananya juga cukup berat karena dugaan pembunuhan.

"Ini puncak dari kejahatan kemanusiaan kalau pembunuhan, kalau mengambil harta, merampok, atau mencopet atau menganiaya, nah itu belum menjadi puncak," jelasnya.

Namun persoalannya lanjut Hadjar, adalah kewenangan menahan itu menjadi kewenangan penegak hukum pada level pemeriksaan perkara pidana.

"Di penyidikan misalnya itu menjadi kewenangan penyidik. Pada level penuntutan itu juga menjadi kewenangan penuntut. Demikian juga di pengadilan menjadi kewenangan hakim," jelasnya.

Tetapi Hadjar mengingatkan soal urgensi penahanan kepada Putri Candrawathi.

Hadjar menjelaskan ada dua alasan yang harus diperhatikan soal urgensinya.

"Yang pertama terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun ke atas, itu pasti bisa dilakukan penahanan. Atau tindak pidana yang ancaman hukumannya dibawah 5 tahun, tetapi pasalnya membolehkan, maka dilakukan penahanan," tuturnya.

Yang kedua menurut Hadjar adalah alasan sosiologisnya.

"Ini yang dikhawatirkan akan melarikan diri. Kemudian dikhawatirkan juga akan menghilangkan atau bahkan merusak barang bukti," jelasnya.

Nah itu kata Hadjar, kekhawatiran - kekhawatirannya karena itu kemudian terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun ke atas, undang-undang menetapkan itu ada dasar untuk menahan.

"Cuman sekali lagi itu tadi, penahanan itu adalah kewenangan absolud dari penegak hukum yang sedang menangani. Baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun di Pengadilan," katanya.

Namun lanjut Hadjar, penggunaan kewenangan itu juga kembali tergantung pada instansi yang mempunyai kewenangan.

Persoalannya adalah sejauh mana penggunaan kewenangan itu, transparan, dan ada unsur keadilannya.

"Artinya, kewenangan menahan tidak hanya diterapkan kepada orang-orang yang tidak mampu. Atau ibu-ibu yang miskin atau ibu yang tidak terkenal. Atau bukan istrinya pejabat," ungkapnya.

Seharusnya sambung Hadjar, kewenangan menahan itu tidak diskriminatif ketika diterapkan.

"Karena itu bisa dilakukan kepada siapa saja," jelasnya.

Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto menjelaskan alasan lengkapnya.

"Tadi malam Ibu PC telah dilaksanakan pemeriksaan. Kemudian ada permintaan dari kuasa hukum Bu PC untuk tidak dilakukan penahanan. Penyidik masih mempertimbangkan pertama alasan kesehatan, yang kedua kemanusiaan, yang ketiga masih memiliki balita," ujar Agung di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis 1 September 2022.

Meski tidak ditahan, katanya, penyidik telah melakukan pencekalan terhadap Putri Candrawathi.

"Dan pengacaranya menyanggupi Ibu PC akan selalu kooperatif dan ada wajib lapor," tambah Agung.

Selain itu, alasan kemanusiaan mengapa tersangka Putri tidak ditahan, kata Agung.

Sebab lanjutnya, karena Ferdy Sambo, yang juga tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua, sudah ditahan.

"Ya kondisi Bapaknya (Ferdy Sambo) kan juga sudah ditahan," katanya.

Diketahui, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, bersama dengan tiga tersangka lain, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Kelima tersangka itu dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Kompol Chuck Putranto Tersangka

Kompol Chuck Putranto jadi sorotan publik ditengah kasus Brigadir J.

Dalam pembunuhan Brigadir J, banyak oknum anggota Polisi terseret skenario Ferdy Sambo.

Bahkan, para Jenderal Polisi pun terlibat dugaan rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J.

Nama Polisi Chuck Putranto diduga terlibat obstruction of justice atau menghalangi penyidikan.

Kini, Kompol Chuck Putranto diduga susul Ferdy Sambo jadi tersangka atas dugaan obstruction of justice dalam kasus Brigadir J.

Lantas, seperti apa peran Polisi Kompol Chuck Putranto dalam skenario Ferdy Sambo?.

Tim Khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo saat ini mulai melakukan penanganan terhadap para tersangka pelaku obstruction of justice dalam kasus Brigadir J.

Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto mengungkapkan bahwa sidang kode etik terhadap salah satu tersangka, yakni Kompol Chuk Putranto alias Kompol CP sudah mulai dilaksanakan hari ini.

“Hari ini sudah mulai (sidang kode etik) terhadap Kompol CP sedang dilaksanakan sidang kode etik,” ujar Komjen Agung kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, dilansir dari PMJ News, Kamis 1 September.

Para tersangka lain juga akan segera dilakukan sidang kode etik atas tindakan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

“Kemudian besok dan 3 hari ke depan, jadi semuanya akan dilakukan sidang kode etik,” jelasnya.

Dilansir dari ANTARA, Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Asep Edi Suhari, membeberkan peran enam perwira Polri yang diduga kuat terlibat obstruction of justice, pembunuhan Brigadir J, di TKP rumah dinas Ferdy Sambo.

“Telah diperiksa sebanyak 16 saksi terkait dengan perkara menghilangkan dan memindahkan, serta mentransmisikan rekaman CCTV," ujarnya.

“Sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya, sesuai laporan polisi nomor LP: A/0446/VIII/2022 Dittipisiber Bareskrim Polri, tanggal 9 Agustus 2022," ujarnya.

Pihaknya membagi lima klaster peran dan tiap-tiap saksi, termasuk enam perwira Polri yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana menghalangi penyidikan kasus Brigadir J.

Untuk klaster pertama itu warga Kompleks Duren Tiga, sebanyak tiga saksi inisial SN, M, dan AZ.

Lalu klaster kedua yang melakukan pergantian digital voice recorder (DVR) CCTV, saksi yang diperiksa berjumlah empat orang, seperti AF, AKP IW, AKBP AC, dan Kompol AL.

“Klaster yang ketiga adalah yang melakukan pemindahan transmisi dan perusakan, yaitu ada tiga orang, Kompol BW, Kompol CP atau Chuck Putranto, dan AKBP AR,” beber Asep.

Klaster yang keempat, kata dia lagi, perannya yang menyuruh melakukan, baik itu memindahkan dan perbuatan lainnya, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, dan AKBP Arif Rahman Arifin.

Yang terakhir klaster kelima ada empat orang yang diperiksa, yakni AKP DA, AKP RS, AKBP RSS, dan Bripka DR.

“Adapun pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang ITE, ini ancamannya lumayan tinggi, Pasal 221, Pasal 223 KUHP, dan Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP,” tambahnya.

Menariknya, nama Kompol Chuck Putranto ini kabarnya telah hilang dari media sosial.

Kompol Chuck Putranto merupakan anak mantan petinggi Polri.

Kompol Chuk Putranto kini telah dicopot dari jabatannya sebagai PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.

Diduga kuat, Chuck Putranto salah satu yang merusak CCTV.

Setelah temuan ini, sebut Asep, tindak lanjut yang dilakukan penyidik Ditsiber Bareskrim Polri adalah melakukan koordinasi dengan Laboratorium Forensik Polri.

“Untuk memeriksa sejumlah barang bukti yang masih akan diserahkan," tukasnya.

Ferdy Sambo Tersenyum

Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo melakukan adegan rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan kondisi tangan terikat.

Ferdy Sambo dihadirkan dengan mengenakan baju tahanan seperti tiga tersangka lainnya yakni Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Tampak tulisan 'Tahanan Bareskrim Polri' pada baju bagian belakang yang dikenakan jendral bintang dua itu.

Raut wajah Sambo terlihat sangat tenang dan sesekali tersenyum saat menjalani rekonstruksi.

Adapun adegan yang diperagakan oleh Sambo merupakan peristiwa yang terjadi di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.

Ferdy Sambo mengawali reka adegan itu dengan berjalan ke arah dalam rumah.

Kemudian, ia terlihat duduk di sebuah ruangan.

Rekonstruksi peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah sebelumnya telah diperagakan oleh Putri Candrawathi bersama Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf.

Diketahui, rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J digelar di rumah Saguling, Duren Tiga, hingga di Magelang, Jawa Tengah.

Total ada 78 adegan yang akan digelar di rekonstruksi yang digelar hari ini Selasa 30 Agustus 2022.

"Reka ulang meliputi peristiwa yang terjadi di rumah Magelang, rumah Saguling dan rumah Duren Tiga meliputi 78 Adegan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.

Andi menyebut dari 78 adegan itu, sebanyak 16 di antaranya akan dilakukan di rumah Magelang.

Adegan itu meliputi peristiwa pada tanggal 4, 7 dan 8 Juli 2022.***

Editor: Abdul Imran Aslaw

Sumber: YouTube Beda Enggak


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah