Cerpen - Rindu Langit

- 17 Juni 2022, 21:07 WIB
Cerpen - Rindu Langit
Cerpen - Rindu Langit /Pixabay/efes

Saudara kembarku. Elang, yang tinggal bersama Papa, setelah kedua orang tua kami memutuskan untuk berpisah. Elang yang tampan. Elang yang pintar. Elang yang berani. Elang yang tau segalanya. Elang yang selalu dimanja Papa dengan semua fasilitas dan teknologi. Bahkan dia, orang yang dipilih oleh Rindu sebagai pasangannya.

Sosok yang begitu sempurna. Itu jawaban Rindu padaku saat aku bertanya apa alasannya memilih Elang.

Rindu yang adalah sahabatku sejak duduk di bangku kelas tujuh. Tau akan perasaanku tapi tetap memilih meninggalkanku demi Elang. Sebenarnya ini yang aku takutkan ketika melihat sosok Rindu di bandara. Masa lalu yang kembali datang menaburkan garam di atas lukaku yang tak pernah kering.

Kuberanikan diri melangkah masuk ke dapur. Tekadku sudah bulat. Harus kutuntaskan hari ini juga apa yang sudah menggerogoti hatiku selama 3 tahun terakhir. Aku tak mau lagi hidup bersama luka hati yang tidak terobati.

“Ma, ada apa ini sebenarnya? Langit dengar Mama menyebut nama Elang. Kenapa Mama menyebut nama orang yang sudah menyakiti Langit?” suaraku bergetar karena menahan amarah. Sulit rasanya menyebut nama Elang tanpa dibayangi oleh pengkhianatan yang dia lakukan.

“Langit, tolong jangan paksa Mama untuk cerita. Mama ‘gak sanggup jika harus mengorek kembali masa lalu itu,” kata Mama, menolak permintaanku untuk memberikan penjelasan.

Kepedihan terlihat sangat jelas dalam sorot matanya. Aku yang merasa putus asa mencoba untuk memohon kepada Mama. Tapi sebelum permohonan ittu terucapkan, Rindu langsung menarik lenganku untuk duduk di sampingnya. Mama hanya bisa menatap Rindu dengan wajah memohon. Tapi sepertinya tekad Rindu sudah bulat. Tak diindahkannya tatapan Mama.

“Langit, maaf kalo aku harus mengambil-alih pembicaraan ini. Aku ngerti banget kalo kamu masih marah sama Elang, which is your twin brother. Aku juga ‘gak akan memaksa kamu. Aku cuma ingin memberikan kamu surat dari Elang. Dia minta aku untuk menyimpan surat ini dan memberikan langsung ke kamu saat kita berjumpa. Amanah Elang sudah aku sampaikan. Sekarang terserah kamu akan diapakan surat itu. But if I may tell you this, aku sangat berharap kamu mau membacanya. Kamu bisa menemukan jawaban dari semua pertanyaanmu di dalam surat itu,” jelas Rindu, memberikan sebuah amplop putih ke dalam genggaman tanganku.

Tanganku gemetar. Pikiranku berkecamuk antara ingin merobek semua surat itu atau membacanya. Namun sekuat apapun amarah ini bergolak, tetap tak mampu menghalau akal sehat yang masih tertinggal. Perlahan kubuka amplop putih itu, mengambil surat yang ada di dalamnya.

Untuk Langit-ku..

Halaman:

Editor: Sutrisno Tola


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x