Cerpen - Rindu Langit

- 17 Juni 2022, 21:07 WIB
Cerpen - Rindu Langit
Cerpen - Rindu Langit /Pixabay/efes

Assalamu’alaikum… Lang, gimana kabarmu? Aku harap kamu selalu sehat disana. Mungkin saat kamu membaca surat ini, kita sudah tidak bisa bertemu lagi. Aku sudah pergi jauh, Lang. Elang-mu ini sudah meninggalkan Langit-nya yang biru membentang. Maaf karena tidak pernah memberitahumu akan kondisiku selama ini. Tapi kuharap kamu mau memberikan sedikit saja maaf darimu. Aku tau kamu marah ketika aku merebut Rindu-mu. Aku mengerti jika kamu tidak lagi menganggap aku sebagai saudaramu, bahkan kamu tak ingin berbicara denganku. Tapi akupun saat itu mencintai Rindu, sama besar dengan cintamu untuknya. Pikirku, biarlah untuk saat itu aku bisa merasakan bahagia bersama Rindu, walau hanya sekejap. Maafkan aku yang begitu egois mengambil dia dari sisimu, karena tidak sepantasnya aku merebut dia. Sekarang, karena aku telah pergi jauh, aku ikhlas jika kalian kembali merajut kasih bersama. Karena aku tau dengan pasti, meskipun tak terucap lewat kata, tapi dalam tatapan matanya, dalam sudut hatinya, hanya ada kamu, Lang. Terima kasih karena sudah begitu sabar menghadapiku selama ini. Aku titip Rindu padamu. Tapi jika kamu sudah menemukan kebahagiaan bersama orang lain, tolong pastikan Rindu juga bahagia. Karena aku tau, Rindu hanya ada untuk Langit. Terima kasih Langit-ku, karena kamu, Elang-mu ini bisa bahagia.

From KL with love
Your Twin, Elang

Tetes demi tetes air mata jatuh bergulir di pipiku. Seonggok penyesalan bersemayam dalam sudut hatiku. Menghambat aliran udara yang masuk ke rongga paru-paruku. Sesak.

Sungguh aku tak pernah tau akan kondisi Elang selama ini. Tentang pekerjaanya, kesehariannya, bahkan kesehatannya. Aku hanya terpaku pada kehampaan yang tercipta ketika mereka mengkhianatiku.

Maafkan aku, Elang. Seandainya aku tau, mungkin aku bisa menemani di saat-saat terakhirmu. Membuatmu jauh lebih bahagia dari sebelumnya.

“Mama, tolong antar Langit ziarah ke makam Elang, yah. Langit mau minta maaf karena selama ini ‘gak pernah ada buat Elang. Langit juga mau bilang kalo Langit udah lama maafin dia karena merebut Rindu. Langit ingin Elang tau kalo Langit ‘gak pernah dendam dengan dia,” pintaku berlutut di hadapan Mama, menggenggam tangannya yang begitu kecil dan rapuh.

Pantas saja sejak setahun belakangan Mama sering sakit-sakitan. Ternyata begitu besar beban yang selama ini dipikulnya. Maafkan anakmu ini, Ma, yang tidak peka dengan keadaan di sekitar.

“Iya, Lang. Nanti kita sama-sama pergi ke KL yah, ziarah ke makam Elang,” tangis Mama akhirnya pecah begitu mendengar permintaanku. Mungkin dia merasa lega, karena kebenaran itu akhirnya terungkap. Beban yang dipikulnya selama ini akhirnya berkurang.

“Terima kasih, Rindu. Kamu sudah memberikan kebahagiaan untuk Elang di saat-saat terakhirnya. Maafkan atas sikapku yang dingin kepadamu. Maaf karena aku terlambat untuk mengerti,” kugenggam tangannya, berharap dia bisa merasakan ketulusan dari perkataanku.

“’Gak apa-apa, Lang. Aku ngerti banget. Aku juga minta maaf karena selama ini udah ‘gak jujur sama kamu tentang kondisi Elang. Elang sendiri yang minta aku untuk diam, sebab dia ‘gak mau kamu bersedih. Katanya bisa-bisa hujan ikut turun kalo kamu bersedih,” ujarnya dengan seutas senyum terlukis di bibir.

Halaman:

Editor: Sutrisno Tola


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah