“Dan untuk berdamai dengan diri sendiri ini butuh waktu dan tidak bisa buru-buru, sebab untuk menjadi diri kita seutuhnya dan bisa berdamai dengan diri kita secara utuh, kita harus percaya dengan diri kita,” harapnya.
Oleh karena itu ia menyarankan untuk memahami pikiran dan kemampuan kita, peduli dengan diri sendiri, mengurangi sedikit demi sedikit sifat ambisius kita, kita tidak menjadi manusia yang perfeksionis, dan selalu bisa mengatasi rasa takut serta sebagai manusia kita juga harus selalu menerima bahwa kecewa adalah bagian dari pada hidup.
Akan tetapi kata Abdi Suardin, hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan buru-buru, karena butuh waktu yang kadang memang waktu yang dibutuhkan itu akan sangat lama.
“Orang-orang cerdas sangat paham hal tersebut. Mereka mulai dengan mengidentifikasi apa yang harus mereka perbaiki dan apa yang harus mereka tekan,” ujarnya.
“Proses itu layaknya perjalanan. Ada arah melintang kadang seringkali tidak berjalan mulus. Perlu sekali berjalan memutar, karena ada konstruksi atau jembatan yang rusak misalnya, atau bahkan tersesat dan perlu kembali ke titik yang sama pada saat memulai,” katanya.
Namun kata dia, semua itu bisa kita lalui asal kita bisa menikmati perjalanannya, karena kita yakin pada sewaktu-waktu kita akan sampai pada tujuan.
“Tidak apa-apa memutar tidak apa-apa tersesat, tidak apa-apa bersakit-sakit dahulu, tapi pada akhirnya selama kita tidak pernah menyerah. Kita yang sampai ketujuan kita terakhir, bagaimana cara memindahkan gunung dengan memulai memindahkan batu kerikil,” demikian kata sang motivator ini.***