Ustadz Adi Hidayat: Punya Hutang Namun Lupa Jumlahnya Berapa? Selesaikan Dengan Cara Ini!

19 Oktober 2022, 11:10 WIB
Ustadz Adi Hidayat: Punya Hutang Namun Lupa Jumlahnya Berapa? Selesaikan Dengan Cara Ini! /Tangkap layar YouTube Adi Hidayat Official/

TERAS GORONTALO- Punya hutang namun lupa berapa jumlahnya saat ingin membayarkannya kata Ustadz Adi Hidayat?

Punya hutang adalah hal yang wajib kita bayarkan, karena akan dibawa hingga akhirat tegas Ustadz Adi Hidayat.

Sebab, hutang dalam pandangan Islam kata Ustadz Adi Hidayat merupakan perkara yang sangat berbahaya.

Itulah sebabnya kata Ustadz Adi Hidayat, seorang muslim janganlah bermudah dalam hutang dan bahaya menunda-nunda dalam menyelesaikan hutang.

Baca Juga: Habib Novel Alaydrus: Rezeki Mengalir Deras dengan Baca Dzikir ini saat Buka Laci Penyimpanan Uang

Bahkan kata UAH, sangat berbahaya jika hutang itu tidak kita bayarkan.

Dalam kajiannya, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, membayar hutang dalam pandangan Islam tidak boleh dilalaikan.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk berdoa berlindung dari lilitan hutang.

Melansir dari kanal Youtube Adi Hidayat Official, begini penjelasan tentang hutang piutang dalam hukum Islam.

Di bawah ini, doa yang sering Nabi Muhammad SAW panjatkan ketika selesai sholat untuk menghidari dosa hutang.

"Allahumma inni a'udzu bika minal ma'tsami wal magrom," yang artinya; "Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari banyak dosa dan banyak hutang)". HR. Bukhari. 

Selain itu, hutang piutang dalam Islam hendaknya diperhatikan adabnya. Baik bagi yang berhutang maupun yang memberi hutang.

Hutang piutang merupakan sebab dari dari keharmonisan dalam kehidupan.

Hukum memberi hutang dalam Islam sangat dianjurkan kepada saudaranya yang memang sangat membutuhkannya.

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat: Wudhu di Toilet Atau Kamar Mandi Apakah Sah? Hati-hati! Begini Hukumnya

Selain itu, seorang pemberi hutang juga harus memahami hukum menagih hutang dalam Islam, dan adab dalam menagih hutang.

Masalah yang sering terjadi dalam hutang-piutang adalah lupa nominalnya atau jumlah hutang.

Ketika lupa jumlah nominal hutang, begini cara menyelesaikan sengketanya seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW:

Dalam hadist, dari Abdullah bin Amr bin Ash, Nabi bersabda yang artinya: "Bukti itu menjadi tanggung jawab penuntut atau (mudda'i), dan sumpah menjadi pembela bagi yang dituntut (mudda'a 'alaih). HR. Turmudzi, Daruquthniz dan disahihkan Al-Albani.

Pelajaran dari hadist, dalam sebuah sengketa, di sana ada dua pihak.

Pertama, pihak yang menuntut dialah yang mengajukan klaim. Dalam hadist di atas, Nabi Muhammad SAW menyebutnya Mudda'i.

Kedua, pihak yang dituntut, dia yang diminta untuk memenuhi klaim. Dalam hadist di atas, Nabi Muhammad SAW menyebutnya Wadda'a 'alaih.

Kewajiban dan tanggung jawab masing-masing berbeda.

Pertama, untuk pihak penuntut atau mudda'i, dia diminta mendatangkan bukti atau saksi.

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat: Surat ini Lebih Ampuh untuk Mengusir Jin dan Setan dari Rumah

Kedua, untuk pihak yang dituntut atau mudda'a 'alaih, ada dua kemungkinan posisi;

- Jika mudda'i bisa mendatangkan bukti yang bisa diterima, maka dia bertanggung jawab memenuhi tuntutannya.

- Sebaliknya, jika mudda'i tidak bisa mendatangkan bukti yang dapat diterima, maka mudda'a 'alaih diminta untuk bersumpah, dalam rangka membebaskan dirinya dari tuntutan. Jika dia bersumpah, maka dia bebas dari tuntutan.

Contoh kasus seperti di bawah ini:

Ketika Lupa Jumlah Nominal Hutang.

Sebagai Ilustrasi:

Rudi berhutang kepada wawan, dan pernah dicicil sekian ratus ribu, suatu ketika keduanya lupa berapa nominal nilai hutang dan berapa kekurangan cicilannya, sementara keduanya tidak memiliki bukti.

Penyelesaian kasus, baik rudi maupun wawan, mereka yakin bahwa rudi pernah berhutang ke wawan, hanya saja mereka lupa nominalnya.

Dalam kasus ini, yang dijadikan acuan adalah keterangan debitur (rudi), karena uang itu terakhir dibawa rudi.

Terdapat kaidah yang menyatakan, hukum asal untuk semua kejadian diasumsikan terjadi pada waktu yang lebih dekat. Karena itulah, para Ulama mengambil pengakuan dalam ensiklopedi fiqh dinyatakan;

"Apabila terjadi perbedaan pendapat antara yang memberi hutang dan yang berhutang, sementara keduanya tidak memiliki bukti, maka dimenangkan keterangan pihak yang menerima hutang (debitur) terkait kriteria dan kuantitas barang yang dihutang, disertai sumpah."

Bagaimana jika kreditur tidak menerima pengakuan debitur?

Rudi menyatakan bahwa hutangnya ke wawan antara 1 juta - 1,5 juta, sementara wawan tidak menerima pengakuan ini dan mengklaim nilai hutangnya lebih dari 2 juta.

Jika wawan tidak menerima pengakuan rudi, maka wawan harus mendatangkan bukti atau saksi. Karena, hukum asalnya, rudi terbebas dari tanggungan. 

Az-Zarkasyi mengatakan; ketika terjadi perbedaan antara kreditur dan debitur mengenai nominal hutang, maka yang dikuatkan adalah keterangan debitur. Karena, hukum asalnya seseorang terbebas dari beban tambahan hutang.

Ketika rudi menyatakan hutangnya tidak lebih dari 1,5 juta, jika dia diminta untuk membayar lebih dari itu harus mendatangkan bukti.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan; orang yang berhutang tidak diwajibkan untuk membayar lebih dari pengakuannya, karena lebih dari pengakuannya adalah klaim yang butuh bukti.

Hanya saja, rudi diminta untuk bersikap terbaik mengambil posisi yakin bahwa tidak ada hak orang lain pada dirinya.

Sehingga, ketika dia ragu nominal hutangnya antara 1 juta sampai 1,5 juta, lebih baik dia membayar 1,5 juta agar dia semakin yakin tidak ada ham orang lain yang belum dia kembalikan.

Idealnya, dalam hutang-piutang, ada pencatatan agar lebih mudah mendapatkan penyelesaian ketika terjadi sengketa.

Ustadz Adi Hidayat tegas mengingatkan, berhati-hatilah kalian dalam urusan hutang-piutang.

Karena kata Ustadz Adi Hidayat, hutang akan kita bawa sampai mati.

Serta hutang akan dipertanggung jawabkan dalam hisab akhirat kelak.

Itulah sedikit penjelasan Ustadz Adi Hidayat tentang hukum dan penyelesaian hutang. ***

 

Editor: Viko Karinda

Tags

Terkini

Terpopuler