Khutbah Jumat Berjudul Menghidupkan Kembali Nilai Persaudaraan Manusia Sangat Pas Dibahas Usai Pemilu 2024

- 15 Februari 2024, 20:20 WIB
hutbah Jumat, berjudul "Menghidupkan Kembali Nilai Persaudaraan Manusia"
hutbah Jumat, berjudul "Menghidupkan Kembali Nilai Persaudaraan Manusia" /tangkap layar

Sebagai konsekuensi dari prinsip kesetaraan manusia ini, semua manusia mempunyai hak yang sama untuk bukan sekadar hidup, tetapi untuk hidup terhormat, bermartabat, bersaudara, rukun, dan damai. Dalam Dokumen Persaudaraan Manusia—sebuah dokumen bersejarah yang ditandatangani pemimpin agama besar dunia di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019 yang lalu—disinggung bahwa nyawa dan jiwa manusia adalah suci dan terhormat, sehingga tidak ada manusia lain yang berhak membunuhnya tanpa alasan yang benar.

Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt.:

مِنْ أَجْلِ ذلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّه مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأنَّمَا أحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. (QS al-Ma’idah/5: 32).

Karena itu, sungguh sangat memilukan ketika ada orang yang dengan rasa tak bersalah menghabisi nyawa orang lain, bahkan kaum perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya, atas nama agama. Agama mana yang mengajarkan pemeluknya seperti itu? Apalagi agama Islam—yang menghargai tindakan seorang perempuan yang memberi makan kucing agar tidak mati kelaparan, dan menjadikan perbuatan itu sebagai penyebab dia masuk surga—tentu mustahil membenarkan pemeluknya merenggut nyawa manusia lain.

Jamaah Jumat rahimakumullah.

Kesetaraan manusia dalam pandangan Islam juga mengandung konsekuensi kesetaraan hak untuk menganut agama, keyakinan, pemikiran, dan budaya tertentu. Rasulullah saw. dengan tegas menjamin hak itu kepada orang-orang kafir yang tidak mau menerima Islam dengan mengatakan, “Lakum dinukum wa liya din.” Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.

Dalam konteks ini, Islam juga dengan tegas membedakan antara kebebasan beragama dan membenci atau bahkan menghina agama lain. Melecehkan agama lain, melecehkan rumah ibadah dan kitab suci agama lain, menghina kepercayaan orang lain, tidak termasuk dalam kebebasan yang dijamin oleh Islam. Meski kita berbeda agama dan keyakinan dengan orang lain, misalnya, kita tetap tidak boleh melecehkan keyakinan mereka. Kita tetap harus menghormati keyakinan mereka. Ini ditegaskan di dalam firman Allah Swt.:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ

Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. (QS al-An’am/6: 108).

Halaman:

Editor: Agung H. Dondo

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah