TERAS GORONTALO - Tragedi Paiton, sebuah kecelakaan maut mengerikan yang menewaskan 54 orang.
Tragedi Paiton kemudian merubah sistem keselamatan bus hingga hari ini, walaupun demikian belum membuat transportasi darat, laut dan udara, dikatakan lebih aman karena semua memiliki risiko dan potensi kecelakaan yang sama.
Kali ini kita akan menengok ke belakang, tepatnya pada tahun 2003 dimana sebuah tragedi kecelakaan darat khususnya angkutan bus terparah terjadi di Situbondo yang dinamakan Tragedi Paiton.
Cerita ini dimulai dari rombongan yang baru saja usai melakukan study tour sekolah.
Rombongan itu terdiri dari ratusan siswa kelas dua SMK Yayasan Pembina Generasi Muda (Yapemda) dengan tujuan kembali menuju kota asalnya, Sleman, Yogyakarta setelah berwisata di Bali.
Saat itu suasana riang gembira menyelimuti para peserta study tour. Mereka menumpang tiga bus armada AO Transport yang melaju beriringian tak lama usai azan Isya berkumandang pada Rabu malam, 8 Oktober 2003 lalu.
Ketiga bus diberi nomor 1, 2 dan 3 untuk menandai rombongan. Selama perjalanan, bus nomor 3 berkali kali "apes", mulai dari kaca pecah, tersangkut kabel listrik dan lain lain yang menghambat perjalanan.
Sementara bus 1 dan 2 berjalan tanpa gangguan sama sekali, dan bahkan sesekali berhenti untuk menunggu bus ke-3.