Tak hanya berhenti disitu saja, proses terus berlanjut hingga akhirnya Indonesia menjalani sistem pemerintahan parlementer.
Pria yang dipanggil Kevin Evans oleh Refly Harun ini menyebutkan, bahwa warga negara Indonesia umumnya justru menguburkan setiap lapisan sejarah yang pernah ada.
Padahal, untuk mengetahui apakah pemerintahan saat itu sukses atau gagal, baru akan terlihat dari perspektif waktu, perenungan, dan juga pemikiran yang mendalam.
Masyarakat Indonesia menurutnya, sejak dulu telah terbiasa dengan kondisi di mana mereka tidak diperbolehkan untuk mempertanyakan apa yang terjadi saat itu.
Apalagi berusaha untuk mengorek kegagalan di masa lalu, yang sejak kecil telah diajarkan secara paten seperti itu.
WNA asal Australia ini menjelaskan seharusnya pemerintah maupun warga negara Indonesia, mencari tahu apa penyebab yang sebenarnya, dan apa kelemahan yang membuat kegagalan itu terjadi.
“Satu yang selalu saya dapat dari teman-teman di Indonesia, kalau saya bicarakan tahun 50-an, yang selalu muncul sepertinya reaksi otomatis, karena sudah diajarkan begitu mungkin. ‘Oh, ini gonta-ganti pemerintah tiap saat. Kacau, kacau, kacau’,” tutur Kevin Evans.
Dia kemudian menjelaskan situasi saat dirinya mencoba untuk membandingkan kondisi setelah Indonesia merdeka, dengan negara asalnya Australia.
Menurutnya, baik Indonesia maupun Australia sama-sama mengalami pergantian Perdana Menteri sebanyak 7-8 kali, dalam 10 tahun pertama berdaulat.