Menghitung Siklus Haid pada Wanita menurut Ijtihad Ulama, Sekaligus Menjawab Masalah Haid Terputus

15 Juni 2022, 04:25 WIB
Menghitung Siklus Haid pada Wanita menurut Ijtihad Ulama, Sekaligus Menjawab Masalah Haid Terputus. /Pixabay/Saranya7

TERAS GORONTALO - Banyak di antara para muslimah yang masih kebingungan perihal siklus haid yang tidak lancar.

Sebab, haid dan nifas tidak sama dengan istihadhah.

Dalam masa haid dan nifas maka muslimah tidak dikenai kewajiban dalam ibadah tertentu seperti shalat, puasa dan sebagainya.

Berbeda dengan Istihadhah, maka tetap dihukumi kewajiban serangkaian ibadah tersebut.

Baca Juga: Menyakiti Keturunan Nabi Muhammad Sama Halnya Menyakiti Langsung Rasulullah SAW, Ini Penjelasan Adi Hidayat

Dikutip TerasGorontalo dari buku A.R Shohibul Ulum dengan judul Fiqih Wanita Empat Mazhab, Penerbit Mueza, Cet. Pertama tahun 2019, menuliskan bahwa haid secara etimologi berarti sesuatu yang mengalir.

Sedangkan secara terminologi haid merupakan darah yang mengalir dari pangkal rahim wanita setelah umur baligh dalam keadaan sehat.

Adapun yang banyak dialami muslimah ialah persoalan haid terputus.

Sedangkan persoalan ini tidak dijelaskan secara detail melalui Al-Quran maupun hadits.

Baca Juga: 5 Tanda Wanita Susah Hamil Akibat Siklus Haid

Maka hal ini dapat kita ikuti menurut ijtihad para ulama.

Mari kita lihat tinjauan dari mazhab Syafi’i dan Hambali.

Mazhab Syafi’i menghitung masa terputus haid dengan istilah as-sahb (penyamarataan), yaitu menghitung masa bersih di antara masa haid dalam kurun waktu 1 hari sampai 15 hari sebagai bagian dari masa haid.

Jika kurang dari atau lebih dari waktu itu, maka tidak dikategorikan masa haid.

Masih menurut mazhab Syafi’i, paling sedikit jarak pemisahnya adalah 15 hari. Misalnya;

1. Bila antara darah pertama dan kedua masih dalam rangkaian 15 hari, maka keseluruhannya terhitung masa haid termasuk ketika masa suci karena terputus.

2. Bila darah yang keluar sudah tidak dalam masa 15 hari dari permulaan haid pertama, sedangkan masa pemisah ditambah haid pertama dan kedua kurang dari 15 hari, maka darah yang berikutnya keluar dihukumi darah fasad (kotor)

3. Darah pertama yang keluar dan belum sempat terputus minimal mencapai waktu sehari semalam.

Sementara menurut pendapat dari mazhab Hambali, jika darah yang keluar berarti haid dan jika darah berhenti berarti suci, kecuali jika masanya lebih dari 15 hari.

Dalam kasus ini misalnya adalah pada tanggal 1, 2, dan 3 mengalami haid; tanggal 4 dan 5 haid berhenti; tanggal 6 dan 7 mengalami haid lagi; tanggal 8 dan 9 haid berhenti.

Dengan demikian tanggal 1, 2, 3, 6, dan 7 terhitung haid, sedangkan tanggal 4, 5, 8, dan 9 terhitung suci, dan apabila akumulasi hari haid mencapai 15 hari, maka darah yang keluar melewati masa itu terhitung istihadhah.

Demikian pendapat dari masing-masing mazhab. Mudah-mudahan dapat membantu para muslimah dalam menentukan haid tidaknya.***

Editor: Sutrisno Tola

Sumber: Buku A.R Shohibul Ulum dengan judul Fiqih Wanita Empat Mazha

Tags

Terkini

Terpopuler