Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits berikut :
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ya Allah, hidupkanlah dan matikanlah aku sebagai orang miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin,” (HR: At-Tirmidzi).
Menurut Ustadz Felix Siauw, dalam Islam, kaya dan miskin itu sama-sama merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya.
Sehingga tidak ada sangkut pautnya antara ridha Allah, dengan kekayaan atau kemiskinan seseorang.
Karena pada dasarnya yang menjadi penentu ridha Allah kepada umat-Nya adalah bagaimana respon kita terhadap kaya atau miskin itu sendiri.
Apabila kekayaan itu membawa kita lebih taat kepada Allah, maka itu pertanda bahwa Allah ridha dengan kekayaan yang kita miliki.
Baca Juga: 8 Ciri-Ciri Suami yang Takut Kehilangan Istrinya, Nomor 5 Paling Sering Dialami
Begitu juga dengan seorang hamba yang memilih untuk tetap bersyukur dan bersabar ketika berada dalam kemiskinan, serta menerima ketentuan-Nya dengan ikhlas, maka niscaya ini akan menjadi tanda bahwa Allah ridha kepada hamba-Nya.
Jadi kata Ustadz Felix Siauw, ini hanyalah persoalan bagaimana pola pikir seseorang.