Apa Itu Justice Collaborator? Hal yang Diajukan oleh Bharada E dalam Kasus Tewasnya Brigadir J

- 8 Agustus 2022, 14:23 WIB
Apa Itu Justice Collaborator? Hal yang Diajukan oleh Bharada E dalam Kasus Tewasnya Brigadir J.
Apa Itu Justice Collaborator? Hal yang Diajukan oleh Bharada E dalam Kasus Tewasnya Brigadir J. /Antara/M.Risyal Hidayat

TERAS GORONTALO - Richard Eliezer atau Bharada E tersangka kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir J atau Yoshua Hutabarat mengajukan diri sebagai Justice Collaborator.

Justice Collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kasus tersebut.

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, soal pengajuan dilakukan untuk membongkar kasus penembakan Brigadir J sebagaimana faktanya.

"Tentunya kita dalam kacamata konteks hukum ini penting untuk dilindungi sebagai saksi kunci meski tersangka sehingga kami bersepakat ya sudah kita ajukan diri yang bersangkutan sebagai justice collaborate dan kita memminta perlindungan hukum ke LPSK," kata Deolipa kepada awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Minggu 7 Agustus 2022 dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: Ajudan Putri Chandrawathi Istri Ferdy Sambo, Bripka RR Jadi Tersangka Kasus Kematian Brigadir J !

Lantas Justice Collaborator seperti apakah pengajuan yang dilakukan oleh Bharada E tersebut?

Berikut maksud Justice Collaborator dan Pengertiannya yang dikutip TERAS GORONTALO melalui malang terkini pada Senin 8 Agustus 2022.

Justice Collaborator adalah status yang diberikan kepada seorang tersangka atau terdakwa bahkan terpidana yang dianggap memiliki kemauan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Adapun mengenai tujuan menjadi Justice Collaborator harus memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan aparat atas keinginan sendiri, bukan dipaksakan oleh pihak lain.

Apabila seseorang memilih menjadi Justice Collaborator dan dianggap memenuhi syarat, maka hak-haknya sebagai tersangka tidak akan dirugikan.

Baca Juga: Tak Ada Saksi, Komnas HAM Ragu Brigadir J Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap Putri Candrawathi

Seorang Justice Collaborator (JC) malah akan memperoleh keuntungan berupa perlindungan, treatment, dan reward serta memperoleh hak yang tidak didapat oleh pelaku lainnya yang tidak berstatus sebagai JC.

Dengan demikian, aparat penegak hukum mendapatkan keuntungan dengan kerja sama tersebut, yaitu terbongkarnya aksi kejahatan serius.

Selain itu, pilihan seorang tersangka menjadi JC dianggap memiliki itikad baik untuk memulihkan kerugian negara.

Istilah justice collaborator ini dapat ditemukan pada SEMA 4/2011, yang penyusunannya terinspirasi dari Pasal 37 Konvensi PBB Anti Korupsi.

Dalam Angka 9 SEMA 4/2011 disebutkan bahwa pedoman untuk menentukan seseorang sebagai justice collaborator adalah yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang dimaksud dalam SEMA 4/2011.

Baca Juga: Akhirnya Istri Ferdy Sambo Putri Candrawati dan AKP Rita Yulina Bersuara ke Publik

Tindak pidana tersebut tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, dan tindak pidana lainnya yang terorganisir dan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat.

Adapun syarat agar seorang pelaku tindak pidana tertentu dapat ditentukan sebagai Justice Collaborator adalah:

1. Mengakui kejahatan yang dilakukannya.

2. Bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut.

3. Memberikan keterangan saksi dalam proses pengadilan.

Baca Juga: Anti Riba, Pesulap Merah Ceritakan Pengalaman Orang Tua Bangkrut Hingga Rumah Terjual

Dikutip melalui laman website Business Law Binus pada 2018, Justice Collaborator awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an.

Penggunaannya dipergunakan untuk mengetahui alasan perilaku mafia yang selalu tutup mulut atau dikenal dengan istilah omerta sumpah tutup mulut.

Sehingga bagi mafia yang mau memberikan informasi, diberikanlah fasilitas Justice Collaborator berupa perlindungan hukum.

Kemudian terminologi Justice Collaborator berkembang di beberapa negara, seperti di Italia (1979), Portugal (1980), Spanyol (1981), Prancis (1986), dan Jerman (1989).

Dalam perkembangannya, pada konvensi Anti Korupsi (United Nation Convention Against Corruption – UNCAC ) dilakukan untuk menekan angka korupsi secara global.

Baca Juga: Kronologi Kasus Kematian Brigadir J Diduga Hanya Rekayasa, Bharada E Ungkap Fakta Sebenarnya?

Diharapkan dengan adanya kerjasama internasional tersebut untuk menghapuskan korupsi di dunia. Sehingga, nilai-nilai pemberantasan korupsi segera disepakati oleh banyak negara.

Konvensi UNCAC telah disahkan di Indonesia melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

Adapun peran kunci yang dimiliki oleh Justice Collaborator antara lain:

1. Untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian asset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara

2. Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum

3. Memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Baca Juga: Ternyata Inilah Tempat Khusu yang Dimaksud Kapolri, Irjen Ferdy Sambo Juga Ada Disana

Dalam hukum Indonesia, Justice Collaborator diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 04 tahun 2011, Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.

Namun, sumber hukum yang disebutkan di atas masih belum memberikan pengaturan yang proporsional, sehingga keberadaan Justice Collaborator bisa direspon secara berbeda oleh penegak hukum.

Contohnya, pada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Wistleblowers) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Lahirnya SEMA di atas didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam tindak pidana tertentu yang serius seperti teroris, korupsi, narkotika, pencucian uang, tindak pidana perdagangan orang.

Adapun tindakan pidana tersebut telah menimbulkan gangguan yang serius pada masyarakat, sehingga perlu ada perlakuan khusus kepada setiap orang yang melaporkan, mengetahui atau menemukan suatu tindak pidana yang membantu penegak hukum dalam mengungkapnya.

Sehingga, untuk mengatasi tindak pidana tersebut, para pihak yang terlibat termasuk Justice Collaborator perlu mendapatkan perlindungan hukum dan perlakuan khusus.*** 

Editor: Sutrisno Tola

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x