Bukan juga didasarkan pada berapa banyak hafalan surat Al-Qur’an yang sudah dimiliki oleh perempuan tersebut, atau pun harus menggapai titik tertentu dalam hidup, sebelum memutuskan untuk menikah.
Begitu juga soal umur, tidak menjadi patokan seseorang harus cepat menikah atau menunda pernikahan, hanya karena mencapai usia tertentu.
Kadar penilaian yang menentukan bahwa seorang perempuan itu sudah mampu mengatasi masalahnya sendiri, menurut Ustadz Felix Siauw terlihat dalam keseharian mereka.
Bagaimana cara perempuan itu berinteraksi dengan lawan jenisnya yang bukan mahram, dan seperti apa mereka menjaga dirinya serta pandangannya.
Sebagaimana yang tertuang dalam hadits Rasulullah berikut :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)